Sunday, April 17, 2011

AKIBAT PERGAULAN BEBAS

Saya terlahir dari keluarga berada, dan cukup terhormat. Dan saya keturunan Indo, campuran dari berbagai suku bangsa (negara). Saya pun tumbuh layaknya gadis lain. Lincah, banyak teman dan di sekolahan termasuk murid pintar. Itu kata Bu Guru dan teman-teman. Tapi, dari nilai yang ada di rapor dengan rata-rata delapan bisa jadi kata Guru dan teman-teman itu benar. Namun dalam perjalanan pendidikan sempat mengalami hambatan. Dan akhirnya dapat juga menyelesaikan pendidikan diploma (2) bidang sekretaris, yang sempat terseok-seok disebabkan oleb pergaulanku yang sudah termasuk kelewat batas.

Saya memang termasuk anak yang menganut pergaulan bebas. Tepatnya kelas dua SMA sudah menjalin kasih dengan teman sekolah. Dan hubungan kami sampai di luar batas. Melakukan hal yang mestinya baru boleh dilakukan setelah ada ikatan resmi, nikah.

Itu terjadi karena dalam keluargaku saya bungsu dan empat bersaudara kurang mendapat didikan dan perhatian dari kedua orang tua. Kedua orang tuaku sibuk dengan pekerjaannya sendiri. Dan kami anak-anaknya dipercayakan kepada pembantu. Ayah dan ibu seolah berkewajiban hanya menyiapkan uang untuk berbagai kebutuhan. Tapi dari segi kasih sayang sama sekali tidak merasakan. Karena ayah dan ibu pulang rata-rata sudah larut malam. Untuk sekadar makan bersama atau kumpul keluarga saja boleh dikatakan hampir tak pernah.

Kondisi itu sepertinya tidak dipedulikan oleh ketiga kakakku, dua pertama perempuan, dan ketiga laki-laki. Bisa jadi karena sudah biasa. Tapi bagi saya (bungsu), sangat mendambakan belaian dan kasih sayang yang hangat dari ayah dan ibu. Dan harapan itu sangat terasa saat menjelang tidur malam. Ingin rasanya mendapat pelukan dan ciuman khususnya dari ibuku. Namun akhirnya dari harapan kasih dari kedua orang tua yang tak kunjung tiba, membuat saya menjadi terbiasa mandiri. Bahkan menjadikan saya perempuan tegar tidak cengeng. Hampir semua persoalan hidup, saya hadapi dan coba selesaikan sendiri.

Akhirnya dalam pergaulan untuk menghilangkan stres dan rasa penat di dalam rumah, sering keluar jalan-jalan mencari hiburan nonton film ramai-ramai bersama teman atau sekadar kongkow-kongkow hingga larut malam. Di dalam pergaulan ini saya mengenal yang namanya obat-obatan dan mulai merokok. Sepertinya saat itu tidak ada beban dan rasa bersalah dengan keputusan yang saya ambil itu.

Apalagi ketiga kakakku juga tidak ada yang dapat sebagai panutan. Semua bersikap cuek. Jadi yang kuperbuat ya sah-sah saja. Tidak ada yang melarang, apalagi masing-masing (kakak-kakakku) punya kesibukan sendiri-sendiri. Yang pertama Kak Intan, yang saat itu sedang kuliah asyik dengan kehidupannya sendiri bersama sang pacar satu kampus.

Kak Mira (kedua) kelakuannya juga tidak terlalu berbeda dengan Kak Intan. Di samping kuliah juga terlalu asyik dengan pacarnya. Sementara Kak Niko (ketiga) memang lebih liar dibanding kedua kakak perempuannya. Hampir tiap hari pulang larut malam. Dan sekolahnya boleh dikatakan sudah drop. Kerjanya hanya main, dan kalau siang tidur. Tiap hari minta uang kepada ayah, jika tidak diberi pindah minta ke ibu. Ada saja alasan untuk kebutuhan. Saya sendiri sebagai adik sampai berpikir mau jadi apa nanti Kak Niko itu.

Pernah suatu hari, saya merasa kurang nikmat badan dan minta ijin pulang. Sampai di rumah, di kamar kakakku Intan yang bersebelahan dengan kamarku terdengar suara aneh, rintihan tapi disertai desahan. Yang sedianya pulang untuk istirahat, dengan adanya suara itu saya penasaran mencari tahu. Kondisi rumah, jika siang memang sepi. Karena semua kakakku dan aku pergi sekolah. Tinggallah pembantu sendirian. Kadang kakak Intan memang kuliah siang. Seperti siang itu, Kak Intan kuliah siang.

Saya coba membuka pintu kamar Kak Intan, dalam benak saya siapa tahu sakit seperti saya dan perlu pertolongan. Tapi pintu dikunci. Suara itu makin jelas, dan sepertinya Kak Intan tidak sendirian. Nah saya mencoba mengintip lewat lubang kunci. Degup jantungku bergetar keras dan kencang. Melihat adegan seni yang saya ketahui, meski masih dalam khayalan dari membaca stensilan yang dipinjami teman.

Cukup goyah lututku menyaksikan keasyikan kakakku yang tanpa pembalut tubuh bergelut dengan teman prianya. Perbuatan yang sebelumnya hanya saya khayalkan, kini terpampang di depan mata disajikan oleh kakakku Intan. Cukup lama pergumulan itu berlangsung. Dengan rasa tak tahan namun kepinginnya terus nonton, saya masuk kamar dan rebahan. Suara kakaku dan teman prianya terus menggoda. Akhirnya saya tidak lagi merasakan sakit, bahkan penyakit pusing itu lantas hilang begitu saja.

Suara desahan Kak Intan tidak kedengaran lagi, yang ada obrolan mereka berdua. Dan mereka lantas berangkat kuliah. Tidak tahu jika saya pulang lebih awal dan telah menyaksikan perbuatan bejatnya. Sayapun terus membayangkan kejadian yang baru saja terjadi. Namun terhadap Kak Intan saya bersikap biasa, seolah tidak tahu apa yang telah dilakukan dengan kekasihnya. Kepada ayah dan ibu saya juga tidak bercerita, saya pikir apa pedulinya toh sepertinya kakak saya begitu menikmati terlihat dan cara bermain dan pagutannya saat itu.

Sejak kejadian itu, saya jadi sering bolos sekolah. Ingin mengulang menonton 'pergulatan' Kak Intan. Dengan cara mengendap-endap masuk rumah takut ketahuan terus menyelinap masuk kamar. Namun harapan untuk mendapatkan tontotan menarik seperti siang kemarin sia-sia. Karena teryata Kak Intan kuliah pagi.

Nah saat saya dalam keadaan antara tertidur, terdengar sayup-sayup suara dua orang sedang ngobrol di kamar sebelah, kamar Kak Mira (kakak kedua saya). Pikir saya mereka baru pulang kuliah. Kamar Kak Mira memang bersebelahan dengan saya. Kamar kami (cewek) bertiga berjejer, dan saya yang di tengah. Sementara kakak laki-laki saya, Niko kamarnya di depan.

Kak Mira pulang kuliah mengajak teman laki-laki ke rumah. Pertama obrolan itu soal pelajaran. Namun lama-lama suara obrolan itu hilang, berganti suara desahan. Saya kontan bangun dan mengendap-endap mencari lubang kunci. Dan setelah di luar saya terkejut, karena pintu Kak Mira tidak ditutup dan terbuka cukup lebar. Saya sendiri jadi serba salah, takut ketahuan. Tapi suara musik di kamar Kak Mira membuat langkah dan gerakan saya tidak terdengar. Bahkan Kak Mira sepertinya tidak peduli dengan pintu yang masih terbuka itu.

Setelah mendapat posisi yang aman, saya mengamati dengan cermat gerakan demi gerakan yang dilakukan Kak Mira bersama temannya. Terlihat mereka masih mengenakan pakaian lengkap. Hanya saja rok Kak Mira mulai tersingkap, CD-nya terlihat. Sementara Si pria masih lengkap dengan t-shirt dan celana jeans. Tapi pagutan dan ciuman mereka berdua sepertinya membawa ke langkah yang makin seru. Masing-masing berlomba melucuti pakaian lawannya. Hingga akhirmya keduanya dalam kondisi telanjang. Cukup nanar dan gemetar juga saya menyaksikan adegan itu. Dan adegan seperti itu pernah saya saksikan lewat film BF bersama teman-teman usai sekolah, di rumah Linda (teman sekelas). Dan kedua saat melihat Kak Intan sedang main dengan pacarnya. Namun saat nonton Kak Intan kurang seru disamping lewat lubang kunci, shownya sudah setengah main.

Hari ini sungguh berbeda, saya menyaksikan seluruh permainan dari awal. Sungguh mendebarkan, Kak Mira meraih batang penis pacarnya, kemudian mulai dikocok-kocok dengan perlahan. Terlihat batang penis pacar kakakku mulai tampak membesar dan memanjang, sampai akhirnya dengan mata kepalaku sendiri aku menyaksikan bagaimana batang penis yang tadinya layu kini telah berdiri dengan kerasnya dan sangat panjang, mengundang hasrat birahiku untuk turut merasakan kehangatan dan kedahsyatan penis pacar kakakku ini. Dengan penuh birahi kakakku mulai mengulum batang penis dihadapannya, sementara tangannya tetap mengocok-ngocok bagian tengah kebawah batang penis, kulihat tubuh pacar kakakku berkelejat-kelejat dan dari mimik wajahnya seakan menahan serangan kenikmatan yang datang bertubi-tubi di daerah sekitar batang kepala penisnya.

Pergulatan Kak Mira dan temannya semakin seru, saling memagut, mendesah, memburu, dan akhirnya saya lihat mereka berdua berada dalam permainan seks yang menggairahkan saat teman kakakku mulai memasukkan batang penisnya yang panjang kedalam vagina kakakku, kudengar kakakku mulai berteriak-teriak kecil dengan disertai desahan-desahan penuh birahi, kuakui memang teman kakakku ini memiliki stamina yang kuat sanggup bermain dalam satu jam dalam beberapa posisi yang pernah kulihat dalam video seks kamasutra, kuhitung-hitung kakakku sudah mengalami orgasme tiga kali dalam permainan tersebut, hingga pada akhirnya kulihat teman kakakku menggenjot-genjotkan batang penisnya secara cepat, dan.., tiba-tiba manarik batang penisnya dengan cepat dari vagina kakakku, dan beberapa detik kemudian kulihat semprotan sperma begitu banyaknya dan akhirnya teman kakakku mulai terkulai lemas dengan mandi keringat. Namun posisi mereka tetap berpelukan.

Saya pun dengan lemas dan gemetar masuk kamar. Namun pada saat menyaksikan adegan pergumulan itu tidak terasa tangan saya seperti dibimbing meraba dan menyentuh 'barang' terlarang milik saya. Dengan tidak sadar tangan saya mengusap-usap diantara selangkangan. Dan saya mendapatkan rasa kenikmatan. Sepertinya ada cairan yang keluar dari dalam, dan saya tidak tahu apa yang keluar itu. Yang ada rasa nikmat tiada tara saat itu.

Nah perbuatan itu (mengusap kemaluan) saya lakukan di saat sendirian di dalam kamar. Dan ternyata saya mendapat kenikmatan yang sama seperti saat sedang nonton Kak Mira bercumbu. Bahkan perbuatan itu terus diulang-ulang. Rasa penasaran pun makin menjadi-jadi, akhirnya saya ingin tahu bagaimana rasanya berhubungan. Suatu saat, sebetulnya tidak sengaja. Saya bermaksud pinjam catatan pelajaran kepada pacar, yang tidak sempat saya ikuti karena tidak masuk sekolah. Kebetulan buku itu ada di rumah. Maka saya diajak ke rumahnya mengambil buku itu.

Rumah pacar saya siang itu sepi. Kedua orang tuanya bekerja, sementara pacar saya anak satu-satunya. Yang ada di rumah hanya pembantu. Rumah itu cukup besar dan sepi. Saya dipersilakan masuk, dan diajak ke kamarnya. Setelah diambilkan minum, kami ngobrol. Pacar saya sepertinya telah berpengalaman dalam berpacaran. Terlihat dan saat ngobrol tangannya mulai aktif meraba daerah sekwilda (sekitar wilayah dada) milik saya. Namun anehnya saya menikmati, dan membiarkan tangan itu menelusuri daerah sensitif saya.

Teringat yang dilakukan pacar saya, seperti saat pacar Kak Mira melakukan hal yang sama. Saya pun terlena dalam kenikmatan, seperti terbang diawang-awang. Dan akhirnya perbuatan yang tadinya hanya dalam angan, kini kunikmati sungguhan. Kamipun sudah dalam kondisi polos, suara mendesah bercampur degup kencang jantung ada di dalam tubuhku. Saya pun rebah ditindih. Bukan sakit yang saya rasakan, tapi kenikmatan. Dan akhirnya kami pun sampai batas 'perburuan', lemas, lunglai dan bermandikan keringat. Untuk beberapa saat kami berpelukan, rasanya tidak ingin melepas, malah inginnya mengulang lagi. Dan perbuatan itu kami ulang setiap ada kesempatan. Sampai selesai sekolah diploma. Kamipun sebelum melakukan hubungan sering menggunakan obat-obatan terlebih dulu. Dan ternyata berdampak makin lebih nikmat dalam berhubungan. Hubungan kamipun lepas begitu saja, setelah pacar dengan alasan meneruskan sekolah, pergi ke luar negeri.

Bagi saya kepergian pacar saat itu tidak masalah. Toh dalam benak saya masih banyak pria lain yang antri untuk bisa kencan denganku. Mengingat dan merasakan pengalaman seks selama ini, banyak laki-laki yang mencoba mendekati saya dan mengutarakan cinta. Saya saja yang agak jual mahal. Nah saat baru selesai sekolah (diploma), sementara lagi kosong pacar tidak ada, saya banyak tinggal di rumah. Kegiatan diisi dengan baca buku, dan baca apa saja. Paling kalau jenuh, ke rumah teman ngobrol hingga malam, terus pulang langsung tidur.

Saat pulang pukul 24.00 WIB, dan pintu rumah memang hampir tidak pernah terkunci, saat buka pintu melewati depan kamar Kak Niko terdengar suara agak aneh. Ada desahan suara tertahan, sementara ada pula suara cekikikan. Saya yakin di kamar Kak Niko ada dua orang. Kebetulan saat itu ayah sedang tugas ke luar kota, dan ibu ikut mendampinginya. Ruang depan memang sudah gelap, tapi ruang Kak Niko terang, jadi cukup leluasa saya mencari tahu apa yang sedang dikerjakan kakakku. Kebetulan Kak Niko tidak pernah menutup jendela kamarnya yang terletak di dalam rumah. Dari jendela itu, saya mengendap mengintip. Dalam benak saya, yang terjadi di dalam kamar sama dengan kejadian seperti Kak Intan dan Kak Mira saat itu, 'pergumulan'.

Benar saja. Kakak saya dan teman wanitanya setengab baya (35-an) namun masih terlihat cantik dan seksi sedang bergumul tanpa sehelai pakaian. Kak Niko terlihat begita asyik mencumbu, dan tak henti-hentinya menciumi seluruh bagian lekuk-lekuk tubuh si wanita. Si wanita menggelinjang, tertawa cekikikan di antara desahan yang tertahan.

Cukup lama permainan mereka itu berlangsung. Bahkan Si wanita sepertinya sudah tidak tahan, menjerit-jerit kecil dan memohon kepada Kak Niko, "Please, please", katanya. Kak Niko sepertinya tidak peduli dengan kondisi wanita yang sudah seperti cacing kepanasan. Dan akhirnya, mereka berdua bergumul saling mendekap erat, berlomba mencapai perpaduan. Selesai sudah. tapi saya tidak lantas beranjak dari posisi. Penasaran ingin tahu apa lagi yang akan diperbuat. Posisi mereka telentang dan membiarkan tubuhnya terhampar tanpa pakaian. Tapi Si wanita, masih menggelayut dan mencumbu. Kakak saya bersuara, "Bayar dulu", katanya.
"Jangan khawatir", jawab Si wanita. Dan Si wanita bangkit, berjalan gontai menuju kursi belajar Kak Niko, di mana di situ terletak tasnya. Dari dalam tas wanita itu mengeluarkan uang lima puluh ribuan, saya taksir sekitar satu juta.

Lantas uang itu dilemparkan kepada Kak Niko.
"Bagaimana", kata wanita itu. "Thanks darling", jawab Kak Niko.
Dan wanita itu tidur rebahan di sebelah kakakku. Mereka ngobrol tapi tangan masing-masing aktif menjamah daerah sensitif lawan. Lama-lama mereka mulai terangsang lagi. Ronde kedua jelas tinggal nerusin. Tidak perlu capai-capai pemanasan. Tapi saya melihat sebelum melakukan 'pertempuran' mereka berdua sepertinya mengkonsumsi obat. Sehingga permainan mereka terlihat lebih seru dan panas. Dan sayapun lama-kelamaan tidak tahan, mundur dan masuk kamar. Namun mata ini tidak bisa terpejam.


TAMAT

terperangkap jerat seks

Nama saya, sebut saja Linda, married, belum punya anak. Saya dan suami kebetulan keturunan Chinese. Bedanya saya lahir di salah satu kota di Jawa, sedangkan suami saya lahir China sana. Cerita ini terjadi saat misoa saya sehabis bulan madu 3 bulan, langsung tugas ke Abroad (sampai saat itu sudah hampir 4 bulan) jadi total 7 bulan after married kejadiannya. Tidak ada dia puyeng rasanya kepala (biasa bermesraan, maklum baru).

Di suatu siang saat saya naik taksi ke arah Senen dari Megaria tiba-tiba di radio terdengar Jakarta rusuh. Sopir panik, akhirnya setelah di pertigaan Salemba tidak jadi ke kiri langsung ke arah perempatan Matraman. Tanpa pikir lagi taksi dibelokkan ke arah Pramuka. Untungnya saat itu terdengar di radio bahwa perempatan Rawamangun (by pass) terjadi pembakaran. Akhirnya taksi dibelokkan ke satu hotel besar di Jl. Pramuka (Hotel S). Sesampai di sana sopir minta maaf dan lapor satpam, saya diturunkan di situ, satpam marah. Namun seseorang menghampiri, orangnya gagah, necis, berjas, hitam tinggi besar, educated, sopan. Dia bilang sesuatu ke satpam akhirnya satpam membolehkan saya sementara waktu beristirahat sambil memantau keadaan lalu lintas.

Saya diberikan tempat/kamar di lantai 10, bersih. Ngeri juga, mana sendirian lagi. Tapi mendingan daripada di luar. Tak terasa sudah sore, ada yang mengetuk, pelayan menanyakan mau makan apa? Saya bilang tidak usah, mau pulang saja. "Di luar masih rusuh Bu, tuan bilang tinggal aja dulu di sini, sampai keadaan aman," sahut pelayan. Dalam hati, tuan siapa? Saya diberi handuk dan peralatan mandi. Ragu juga mau mandi, takut ada yang mengintip. Ah ada akal, saya matikan lampu kamar mandi terus mandi buru-buru yang penting bersih plus gosok gigi. Tak lama hari mulai gelap, makanan datang disertai pelayan dan lelaki hitam yang simpatik itu. Dia tersenyum mensilakan saya mencicipi hidangan bersamanya, pelayan disuruh pergi. Karena memang sudah lapar saya makan, sambil sesekali menjawab beberapa pertanyaannya. Mukanya berubah saat saya menjawab bahwa sudah bersuami dan sedang ditinggal tugas hampir 4 bulan. Selesai makan kami tetap ngobrol kesana kemari, sampai pelayan datang lagi membersihkan meja, dan pergi lagi dengan meninggalkan kami berdua. Saya ingin cepat-cepat keluar dan tiba di rumah.

Seperti mengetahui jalan pikiran saya dia menghampiri dan mencoba menenangkan, "Tenang saja dulu di sini, kalau perlu nginap semalam, lebih aman." Tangannya menggenggam jemari saya. Besar sekali dan terkesan kuat/kekar.
Dia bilang, "Panggil saya Marvin saja!"
"Bolehkah saya panggil Linda saja? Biar akrab?" tanyanya.
Terpaksa saya mengangguk. Merinding tubuh saya disentuh lelaki lain selain suami. Dia mengelus-elus lembut tangan saya. Mendesir seluruh peredaran darah saya. Antara ingin menepiskan dan keterpesonaan pada penampilan fisiknya yang sangat seksi menurut penilaian saya. Ah, tapi sepertinya dia orangnya baik juga, mungkin dia turut prihatin atas keadaan saya. Dilihat dari pakaiannya dan bau parfumnya jelas pria asing ini dari kalangan berduit. Tampangnya perpaduan orang India, Arab, Afrika, atau Negro Amerika. Rambutnya agak plontos. Giginya putih. Tingginya antara 185 sampai 190 cm. Lebih mirip bodyguard.

Tiba-tiba saya merasakan agak pening, tanpa sadar saya memijit-mijit kening sendiri. "Are you Ok?" katanya, sesekali memang dia bicara Inggris, meskipun telah fasih bahasa Indonesia (sudah 10 tahun katanya di Jakarta). Saya tak bisa menolak saat, dia membantu memijit-mijit kening saya, lumayan juga agak mendingan. Saya disuruh istirahat dulu dan dibimbingnya ke kamar tidur. Spreinya warna biru muda polos, tembok kamar kuning muda, sangat kontras. "Tiduran dulu aja," katanya. Saya takut. Tapi demi menyadari bahwa itu percuma, saya hanya berharap semoga tak terjadi apa-apa. Saya berbaring, sementara dia duduk di pinggir tempat tidur. Sangat riskan karena sewaktu-waktu dia dapat menyergap dengan mudah.
"Lin, telungkup aja!" katanya.
Yach, untunglah agak mendingan, begini.
"Biar lebih enakan, saya pijitin punggung kamu yach," katanya.
"Tidak usah Mister, eh Marvin.." kata saya.
Tapi dia telah mulai memijit tengkuk saya, bahu, oouhh enak sekali, pintar juga dia. Punggung saya mendapat giliran. Saking enaknya tak terasa dia juga memijit bokong saya, paha, betis sampai mata kaki dan telapak kaki. Segar rasanya tubuh ini.

Dia minta saya buka baju (kurang ajar orang ini!). Dia bilang mau dikasih lotion biar tidur enak dan tambah segar.
"Marvin, saya ini orang baik-baik dan bersuami, kamu tidak akan macam-macam kan?" tanya saya.
"Tidak dong Lin," katanya.
Dia membantu membuka baju saya, dan eehh celana saya dijambretnya sekalian. Saya tinggal ber-BH dan CD. Sementara dia masih berjas. Terakhir baru dia melepas jasnya, tapi tetap berkemeja dan celana panjang. Dia melumuri bagian belakang tubuh saya dengan lotion yang enak baunya. Saya tambah keenakan dipijit begitu. Hilang rasanya semua stres. Saya diminta berbalik/baring. Nach, ini masalahnya. Dia senyum seperti cuek, memijit kening dan kepala, leher, dada (ough tidak menyangka termasuk kedua payudara saya (yang masih ber-BH) diputar-putarnya. Saya kaget, tapi belum sempat protes dia telah pindah ke perut dan pinggang, seolah itulah prosedurnya. Kembali saya terdiam, dan sekarang sampai ke paha, dia juga memijit-mijit CD saya.

"Stop Marvin..!"
Tapi dia diam, terus pindah ke kaki.
"You are so beautiful Linda," katanya sambil menduduki betis saya.
"Oh God, help me please.." dalam hati.
Tapi dia tidak memaksa, lembut, sopan, dia buka kemeja dan kaos dalam. Wow, sangat menggiurkan, kokoh, atletis, otot-ototnya terlihat, bulu dadanya itu, seksi sekali. Kelihatannya dia orang yang peduli dengan keindahan tubuhnya. Mirip binaragawan. Ah, saya tersadar saya bersuami.
"Marvin jangan..!" teriak saya.
"Apa Babe..? katanya sambil kedua tangannya menggenggam kedua tangan saya.
Oh, dia mulai mengecup mata saya (saya dipaksa), pipi saya, bibir saya, tapi saya tutup mulut saya rapat-rapat, saya tersinggung, saya tak rela lidahnya menjilat-jilat lidah saya. Agak kesal dia turun ke leher, dan tampaknya siap mencupang.
"Ohh jangan Marvin, nanti kelihatan orang, pleasee.."
Dia berhenti.
"Kalau gitu yang tidak terlihat ini dong.." katanya.
Dia membuka BH saya, dan mulai menghisap puting kiri saya. "Ooughh.." mendesir sekujur tubuh saya sampai ke kemaluan saya. Tangan saya melemas tak berdaya, apalagi jemari kirinya yang kokoh memilin-milin puting kanan, tangan kanannya meremas-remas pantat saya.

Mulutnya kemudian saling berpindah dari puting kiri ke kanan dan sebaliknya. "Payudaramu indah sekali Lin, I like it, not too big. Yes, it's really an asian taste," katanya. Tak tahan saya menerima permainannya, sangat lain, beda, pintar sekali. Payudara saya langsung mengeras. Kedua puting saya kontan meruncing, tegak. Kombinasi antara lembut dan terkadang agak kasar ini, belum pernah saya rasakan sebelumnya. Saya sering dihisap begini oleh suami tapi tak pernah senikmat ini. Apakah karena sudah terlalu lama menganggur? Terbengkalai? Gersang? Perlu siraman? atau birahi saya yang memang terlampau besar? Tak terasa tahu-tahu dia telah meninggalkan beberapa cap merah di sekeliling kedua payudara saya yang telah kencang. Jemarinya mulai merasuk ke belahan kemaluan saya, tangan satunya meremas-remas pantat saya. Ogh! dia menggesek-gesek liang kemaluan saya dengan jemarinya. Ooouuww, serangan bersamaan di lubang kemaluan dan hisapan puting menyebabkan saya orgasme, yang pertama setelah 4 bulan lebih libur panjang. Tanpa sadar mulut saya terbuka menahan nikmat. Dasar dia canggih, tahu kesempatan, mulutnya menyumpal mulut saya, dan lidahnya saat ini berkesempatan menari-nari mencari lidah saya. Saat ini tak sanggup saya menolaknya. Oouuh, enak sekali.

Saya tanpa sadar membalas jilatannya. Sementara kemaluan saya membanjir dengan CD yang telah terlepas entah kapan. Jari tengahnya mulai menusuk-nusuk perlahan ke dalam lubang kemaluan saya. Ouugh, semakin dalam, dalam sekali, belum pernah saya ditusuk sedalam ini, oouugh nikmatnya. Jarinya saja panjang begini apalagi "burung"-nya. Sejenak saya tersentak,
"Marvin, cukup.. saya tidak mau kamu melakukan itu," kata saya.
"Itu apa?" katanya.
"Itumu jangan dimasukkan, Marvin."
"Why?" tanyanya.
"Your thing is too big," jawab saya.
"Ahh, ini cuma jari," katanya lagi.
"Janji ya.. Marvin, dan tolong pintunya dikunci dulu nanti ada yang masuk."
Dia malah menyahut, "Tidak ada yang berani ganggu saya, kamu aman sama saya," kata Marvin meyakinkan.

Saya agak tenang, untuk selanjutnya kembali menikmati permainannya yang sangat spektakuler. Saya lupa bahwa telah bersuami. Marvin mulai membuka celana panjangnya. Belum sempat protes, dia telah menyergap mulut saya lagi, yang sekarang sudah hilang kekuatan untuk menghindarnya. Saya jelas saat ini telah telanjang bulat, dia tinggal ber-CD. Mulut dia kembali menghisap puting saya terus ke pusar, dan serta merta dia menjilati lubang kemaluan saya dengan kecepatan tinggi. Wooww, nikmat. Seolah dia menemukan permainan baru tangan dan mulutnya berkecimpung di sana. Saya hanya bisa mendesah, mendesis, melenguh. "Uuueehhggh.. Oh! Oh! Oh! Oouughh.." Selagi asyik begitu dia langsung stop! dan mendekap saya, seraya berbisik di telinga,
"Enak tidak Babe," saya mengangguk.
"Mau lagi?" katanya. Saya mengangguk.
"Kalau mau lebih enak, dimasukin ya?"
"I'm afraid Martin, please.. help me. Ooogghh.."

Saya sudah tak kuasa menahan dorongan yang sangat aneh dari dalam tubuh ini. Belum pernah senelangsa ini, benar-benar pasrah.
"Ooohh, Marvin.."
Sepertinya dia ingin menyiksa saya dalam kehausan saya.
"Punya suamimu berapa panjangnya?" tanyanya.
"Lima belas," jawab saya.
"Wow so panjang, 15 inch?" tanyanya lagi.
"No, Marvin.. 15 cm," jawab saya.
"No problem, punya saya cuma selisih sedikit, nanti kalau kepanjangan tidak usah dimasukin semuanya yach..?"
"And supaya tidak kaget you kenalan dulu, pegang dulu, kulum dulu, Ok? Don't worry Babe," hiburnya.

Dia kembali melakukan serangan dengan menjilati kemaluan saya. "Ooouughh," kemudian menghisap puting saya. "Ouuggh," sambil tangannya melepas CD-nya. Lidah kami saling mencari saling membutuhkan, dan tampaknya ada sesuatu yang lembut agak keras, besar, panjang menempel di atas paha saya.
"Honey, saya tahu you sudah tidak tahan, dan seandainya saya pergi, terus ada lelaki lain masuk mau ngegantiin saya, you pasti mau juga 'kan?"
"No.. Marvin, please entot saya Marvin.." pinta saya.
Meskipun dalam hati membenarkan apa yang dikatakannya karena sudah terlampau berat dorongan ini, pingin segera dicoblos pakai apa saja, punya siapa saja. Ah, saya dipaksa duduk melihat punyanya. Woow, besar sekali dan panjang. Hitam sekali, agak ungu, biru, kokoh, mana mungkin bisa masuk. Saya dipaksa untuk memegangnya, saking besarnya tidak cukup satu tangan, harus dua. Diameternya lebih panjang dari pergelangan tangan saya. "Gede mana sama punya suamimu?" tanyanya.

Saya diam karena ngeri. Panjangnya hampir 2 kali barang suami saya. "Ayo dikulum dulu!" Saat itu entah kenapa mungkin karena saya sedang terangsang, saya turuti saja apa maunya. Mulut saya hanya mampu menerima kepalanya saja, itupun harus membukanya lebar-lebar.
"Sudah ah.." kata saya.
"Kamu siap ya.." katanya.
"Sebentar aja ya!" kata saya lagi.
Marvin sangat memperhitungkan kondisi saya, dia tidak terburu-buru, dengan mesra dia mencumbui saya lagi, menghisap puting, kemaluan, meremas bokong, dan kombinasi lainnya termasuk menjilati lidah saya bolak balik. Tibalah saatnya, kedua paha saya direnggangkan lebar-lebar. Saat itu saya merasakan nikmat tiada terkira yang diakibatkan oleh serangannya yang seolah terukur dapat mengantar saya ke puncak birahi. Sesaat saya lupa kalau saya bersuami, yang saya ingat cuma Marvin dan barangnya yang besar panjang. Sudah mendongak ke atas, lebih mirip terompet tahun baru. Ada rasa takut, ada pula rasa ingin cepat merasakan bagaimana rasanya dicoblos barang yang lebih besar, lebih panjang, lebih hitam. "Ooouugghh," tak sabar saya menunggunya.

Marvin memegangi kedua paha saya yang telah terbuka lebar-lebar, dia masih menjilati terus kemaluan saya yang entah sudah berapa kali orgasme.
"Babe, biar nikmatnya selangit kedua jemarimu coba memilin-milin kedua putingmu bersamaan sambil saya melakukan ini," katanya.
Dan, oh ternyata benar-benar enak. Mengapa suami saya tak pernah memberitahu saya.
"Cepat.. Marvin.. please.. masukkan.."
Kepala burungnya yang besar hitam sudah menempel pelan di bibir kemaluan saya.
"Do you need this big black cock, Linda?"
"Ya, masukkan sedalam-dalamnya, saya tak tahan lagi Marvin, please.. entot saya..!" kata saya.
"Wait.. wait Lin, pintunya 'kan belum dikunci?" katanya.
"Biarin.." kata saya benar-benar sudah melayang tak tahan.
"Nanti orang lain atau suamimu lihat?" katanya.
"Biarin," kata saya lagi.
Dan.. "Bleessh" kepalanya susah payah sudah masuk.
"Wooww sakit.. sakkiitt.. Marvin.." erang saya.
"Sebentar ya..?" katanya terus menggenjot pelan.
"Ooougghh stop.. Marvin!" saya benar-benar merasa kesakitan tetapi campur nikmat.

Saya heran, kok seperti masih perawan saja, padahal sudah diterobos Misoa, cuma memang barangnya kecil. Marvin sebenarnya tinggal napak tilas saja. Ternyata harus membuka jalan baru di sampingnya dan di kedalamannya. "Bagaimana sayang.. masih sakit?" tanyanya. Saya terdiam sebab kadang sakit kadang nikmat. Dia mendorong perlahan sampai kira-kira seperlima panjangnya. Maju mundur, oh mulai agak nikmat.
"Babe, lubangmu ternyata gede juga.. cuma selama ini 'idle' aja.."
"Iya.. Ooouuww sekarang 'full capacity' Marvin.. Oh.."
Marvin terus memperdalam jelajahnya dengan cara menarik sekitar 2-3 cm dan memasukkan kembali 4-5 cm, sampai kira-kira mencapai 50 persen panjangnya. Rasanya kalau suami saya sudah full segini. Marvin terus melakukan itu, sekarang dia mulai berani mengocok agak keras cepat, sehingga, "Oougghh, Oh.. Oh.. Oh. Oh.." Dia mulai mengisi ruang baru yang tak tersentuh sebelumnya. Sangat terasa sumpalannya, kokoh, kuat, bertenaga, jantan! Fantastis hampir semua miliknya yang panjang itu tertelan, tinggal sedikit. Dan di sinilah keahlian Marvin.

Dia kembali menarik sebagian barangnya, dan mempermainkan kocokan dengan cepat tambah cepat antara kedalaman 30%-60% kira-kira 5 sampai 6 kocokan diakhiri tusukan lembut seluruhnya (100%) terus diulang berkali-kali. Sehingga menghasilkan irama desahan dari mulut saya, "Oh! Oh! Oh! Oh! Oh! Ooouugghh.. Oh! Oh! Oh! Oh! Oh! Oouugffhh.." Mana tahan saya orgasme lagi. Marvin sangat memegang kendali, pada saat dia menancapkan seluruh rudalnya, dia diamkan sesaat digoyang-goyang pantatnya, dan berbisik, "Lan.. lihat tuh di kaca.." Oh, tubuh besar hitam kekar sedang menindih tubuh kecil putih mengkilat karena lotion.
"Siapa itu Lin?" katanya, saya diam dia mengocok.
"Siapa Lin? kalau kamu diam saya stop nih," kata dia.
Terpaksa saya jawab, "Marvin!"
"Sama siapa?" tanyanya.
"Saya.. Linh.. daah.. ah.."
"Who is Marvin?"
Ough, belum dijawab dia mengocok lagi, nikmat sekali permainan ini selama 3 bulan lamanya bulan madu paling saya mengalami orgasme hanya 3 kali. Ini belum semalam saja sudah lebih 5 kali.
"Bandingkan saya dengan suamimu, Ok? Kalau tidak saya berhenti," katanya.
"Oh.. no.. jangan berhenti Marvin, terusshhkan lebih kerass lebih dalammhh."
"Tapi jawab dong!" bentaknya.
"Iyyaahh.. Marvin," sambil dia menghantam-hantamkan rudalnya sepenuh tenaga, saya merasakan kedua bijinya menyentuh-nyentuh kemaluan luar saya menambah sensasi kenikmatan.

Tak tahan dengan kenikmatan yang amat sangat, saya mencoba menyongsong setiap hantaman rudalnya dengan cara mengangkat pinggul/pantat setinggi mungkin. Pada saat dia menekan, menusuk saya songsong dengan mengangkat pinggul, sehingga hantamannya yang keras semakin keras cepat, dan nikmat. Tubuhnya saya terguncang-guncang naik turun seirama hentakan perkasanya. Sekilas terlihat dari cermin, latar belakang tembok kuning muda, sprei biru muda, tergolek pasrah wanita putih mulus mungil ditindih seorang pria hitam besar dengan penuh nafsu. Tak ada pancaran ketakutan sedikitpun dari wajah si wanita, selain pancaran wajah penuh birahi.

Sambil menikmati kocokannya, saya berusaha menjawab pertanyaannya.
"Marvin lebih kuat.. Oh!"
Dia menyeringai dan mempercepat kocokannya.
"Marvin lebih gede.. Ouugghh.. Haa!"
Dia menahan untuk kemudian menghentak dengan satu dorongan kuat.
"Marvin lebih pintarr.. ouwww.."
Dia menusuk dengan perlahan namun pasti sampai masuk semuanya.
"Marvin lebih panjaanngh.. Hoh.. Hohh.. Aw!"
"Marvin lebih lamaa.. aahh.. Oh!"
"Marvin.. lebih.. jantaanhh.. usfgghh! perkasaa.. Oh.. Oh.. Oh.. uuhh!"
"Marvin sangat nikamatth.. ennakhh terussh sayang.. teruszhh.. oouugghh mmhh.."
"Lin, aku mau keluar, di dalam nggak apa-apa atau dicabut?"
"No, jangan dicabut, keluarin di dalam saja Sayang.."
"Enak mana sama punya suamimu?" katanya.
"Enak inni.. hh.. Marvin!" kata saya jujur.

Pada saat itu saya juga akan mencapai orgasme yang kesekian kalinya. Marvin tiba-tiba merenggut, menjambak rambut saya. Dihentak-hentakkan. Oh, ternyata mampu mempercepat orgasme saya.
"Ooouughh.."
"Seerr.."
Semprotannya kencang sekali. Dibarengi dengan semburan cairan kewanitaan saya tanda pengakuan akan kenikmatan yang diberikan Marvin. Marvin masih terus mengocok pelan-pelan, setelah agak lama baru dikeluarkan rudalnya, dan saking penuhnya isi kemaluan saya, terdengar bunyi "Plop!" saat barangnya dicabut.
"Berapa sih panjangnya Marvin?"
"Cuma 23 cm."
Oh, pantas sampai sesak rasanya.
Saya tersadar, "Oh.. Marvin saya takut hamil!"
"Nungging aja, biar sperma saya balik lagi."
Terpaksa saya menungging. Melihat saya begini, dasar nafsu dan tenaganya memang Ok, Marvin menghajar saya lagi dari belakang. Dasar barangnya memang kuat, besar dan panjang tidak ada kesulitan sedikitpun menyelusup dari arah bawah belakang. Yang ada cuma saya dengan kenikmatan baru seolah tanpa akhir. Mimpi apa semalam, kok dapat pengalaman yang aneh begini, tapi nikmat sekali. Sulit untuk disesali.

Demikian cerita saya, jika ada pembaca yang ingin bertukar pikiran (cowok atau cewek), silakan hubungi saya melalui e-mail.

TAMAT

swalayan hot

Aku bekerja sebagai sales assistant di sebuah supermarket Y di Bandung. Di tempat kerjaku ada seorang cewek bernama Ita. Ita adalah cewek yang paling akrab denganku. Segala masalahnya akan dia beritahukan padaku. Ita memang cantik, kulitnya putih, matanya bulat, buah dadanya pun membulat, tidak terlalu besar tapi cukup menantang membuat setiap laki-laki yang dekat dengannya ingin selalu menjamahnya. Siapapun yang melihat tubuh Ita pasti naik nafsu syahwatnya. Pantat Ita mengiurkan juga. Rambutnyapun panjang sebahu.

Suatu hari Ita datang padaku", Fer belakang badan Ita gatal-gatal nih", Ita memberitahuku akan masalahnya.
"Tolong gosokkan ya, Fer" Ita menyuruhku.
"Kalau begitu kemarilah", balasku dengan sedikit terkejut.
"Disini saja, di dalam gudang lebih nikmat" Ita memberitahuku dengan suara yang amat lembut dan begitu manja. Hatiku jadi cair.
"Fer" Ita menarik tanganku menuju ke dalam gudang yang tak jauh dari tempat kami berdiri tadi.

Kemudian Ita mengunci pintu gudang itu, serta mengambil bedak antiseptik di rak yang berdekatan, lalu mengulurkannya kepadaku. Aku tak sungkan-sungkan lagi, terus saja menaburkan bedak itu di atas telapak tanganku. Ita menarik baju yang dipakainya ke atas hingga sebatas tengkuk. Aku menelan ludah melihat ke belakang badan Ita, yang selama ini tak pernah aku lihat tanpa busana. Aku menepuk bedak yang ada di tanganku ke atas badan Ita. Hangat badannya. Aku mulai menggosok. Sesekali Ita kegelian, ketika aku mengurutkan jariku pada alur di tengah belakang badan Ita. Aku menggosok rata. Ita meraba-raba kancing BH-nya, lalu dilepaskannya, maka terurailah tali BH-nya itu di belakang badannya itu. berdesir darahku, aku menelan air liur, melihat aksi Ita yang berani itu tadi. Aku terus menggosok, dengan hati yang berdebar-debar. Aku merasa batang penisku sudah mulai mengeras. Aku merasa tak tahan. Tengah menggosok belakang badan Ita, tanganku secara perlahan-lahan merayap ke dada Ita.
"Hei! Apa-apaan nih", Ita melarang sambil menepuk tanganku.
"Ohh! sorry", aku meminta maaf.

Tanganku kembali ke bekakang. BH yang Ita pakai masih melekat di dadanya, menutupi buah dadanya yang mungil itu. Aku terus menggosok, kali ini turun sampai ke batas pinggang. Aku memberanikan diri mengurut ke dalam rok Ita, tetapi Ita menepuk lagi tanganku.
"Jangan!", larang Ita lagi.
"Sudah hilang belum gatal itu?", Tanyaku pada Ita.
"Belum!" jawab Ita pendek.
Aku merasa semakin terangsang, batang penisku semakin mengeras dan mula tegang! Aku coba lagi untuk meraba ke dada Ita, kini aku telah dapat memegang buah dada Ita yang lembut itu, yang tertutup dengan BH berwarna putih. Ita tidak lagi menepuk tanganku tetapi dia memegang tanganku yang aku takupkan pada payudaranya itu. Aku mulai meremas buah dada Ita. Ita menggeliat geli sambil tangannya memegang pergelangan tanganku. Ita nampak sudah mula merasa terangsang. Aku mencium tengkuk Ita. Dia masih menggeliat-geliat akibat remasan serta ciumanku. Buah dadanya aku rasa sudah semakin menegang. Jariku kini memainkan peranan memilin-milin puting susu Ita pula! Aku sadari tadi memeluk Ita dari belakang. Batang penisku yang keras menonjol itu aku gesek-gesekkan pada alur pantat Ita. Ita ketawa kecil, merangsang sekali! Ita membuka kancing bajunya dan terus menanggalkannya berserta BH-nya dan mencampakkannya di atas lantai.

Kini payudara Ita tak tertutup apa-apa lagi. Aku terus meremas-remas dan membalikkan badan Ita supaya berhadapan denganku. Ita menciumku rakus sekali, sambil mengulum-ngulum lidahku. Akupun begitu juga membalas dengan rakus serangan Ita. Aku menanggalkan bajuku. Ita mencium dadaku, perutku. Aku tetap mengecup-ngecup buah dada nya yang sudah mengeras tegang. Tanganku menekan-nekan pantatnya. Batang penisku semakin menegang. Tiba-tiba Ita berlutut, lalu membuka retsleting celanaku. Dia menarik keluar batang penisku yang tegak keras. Ita merasa kagum melihat batang penisku yang menegang secara maksimal itu. Ita menguak rambutnya ke belakang dan meng-"karaoke" batang kejantananku. Dia menggengam dengan rapi. Sambil mengulum secepat-cepatnya.

Ita mengarahkan batang penis ke matanya, hidungnya, ke pipinya. Ita mencium sekitar batang penisku. Aku merasa nikmat sekali. Ita terus mengulum penisku hingga ke pangkal makin lama semakin cepat. Aku merasa kepala penisku terkena anak tekak Ita. Ngilu rasanya! Aku juga membantu Ita dengan mendorong dan menarik kepalanya.
"Ita, sudah hampir keluar! Sudah hampir keluar! Ita sengaja berlagak tak tahu saja, ketika aku katakan maniku sudah hendak keluar. Ita masih mengulum. Air maniku tersemprot memenuhi rongga mulut Ita. Dia lantas mencabut keluar penisku lalu menjilat-jilat air maniku. Dia nampaknya menikmati sekali. Penisku jadi lembek kembali!
"Aik! belum apa-apa sudah lembek".

Ita mengulum lagi penisku. Penisku jadi tegang lagi. Ita tersenyum memandangnya. Aku membuka celana. Ita duduk di atas meja. Aku berlutut menarik rok dan celana dalamnya. Ita sudah bugil di depanku. Bulu yang tipis warna pirang menutupi vaginanya. Aku mencium sekitarnya. Ita meletakkan kedua belah kakinya di atas bahuku. Aku mengangkangkan paha Ita. Bibir vaginanya sedikit terbuka. Aku menjilatinya. Aku buka sedikit dengan jari lalu mengoreknya sedikit demi sedikit jariku menyodok vagina Ita.

"Argh, argh, argh!" Ita mengerang perlahan. Vaginanya terlihat basah sekali. Aku meletakkan kepala penisku ke pintu vaginanya. Aku sodok sedikit, "Argh!" Ita mengerang lagi. Laku aku tekan lagi. " Yes!" suara Ita perlahan. Aku menyodok lagi dalam sedikit dan terus ke pangkal. Aku mendorong dan menarik berulang kali. Ita makin terlihat lemas dan nikmat. Aku merasa kehangatan lubang vagina Ita. Ita mencabut penisku keluar. Dia turun dari atas meja dan mendorongku telentang lalu duduk di atas badanku dan memasukkan lagi penisku ke dalam lubang vaginanya itu. Dia mengayun ke atas dan ke bawah.

Tak lama dia tarik keluar lagi penisku. Ita kini agresif. Aku mendorongnya telentang lagi. Ita merapatkan payudaranya dengan kedua belah tangannya.
"Masukin di celah susuku dong! Masukin di celah susu ah..!" Ita menyuruhku. Aku tidak sungkan-sungkan lagi terus melakukannya tapi sebentar saja. Aku duduk dan Ita masih telentang, pahaku di bawah paha Ita, aku sodok lagi penisku ke dalam vaginanya. Aku mengayun dengan perlahan. Licin dan sedap rasanya Ita bangun dan bertiarap di atas meja, kakinya lurus ke lantai menungging! Akupun berdiri lalu membuat 'dog style'. Aku pegang kiri dan kanan pantat Ita dan mengayun lagi. Aku kemudian menyangkutkan sebelah kaki Ita di atas bahuku dalam posisi telentang. Aku sodok lagi tarik dan keluar dorong dan masuk ke dalam vaginanya, pokoknya malam itu kami merasakan kepuasan bersama dengan mencoba segala posisi.

Tamat

nggragas banget

Nama gua Antok. Travel customer service perusahaan penyalur air minum. Bahasa awamnya sopir sekaligus tukang angkat galon air mineral duapuluh liter. Gak heran badan gua kekar. Bos bilang ini namanya company benefit. Sialan. Dulu gua termasuk orang kuliahan, tapi nyerah sebelom kelar. Otak tak mampu, kantong kering, motivasi payah. Jelek-jelek gini gua punya simpenan cewe cantik putih keturunan chinese. Sarjana lulusan perguruan tinggi and berduit. Rumah gedongan pakai AC. Ibu rumah tangga lagi. Apa gak hebat? Temen-temen gua pada bilang, prestasi kaya gitu kok dibangga-banggaain. Gua bales nanya, emangnya elu bisa apah? Gak peduli omongan orang, pokoknya gua pede. Manteb buat nulis di sini biar orang-orang pada tau semua.

Cewe gua namanya Lina. Umur tigasatu, anak umur lima sama tujuh. Biar gitu badan masih ramping. Tetenya kenceng dan pentilnya terjaga baik. Sampe hapal tuch, padahal dulu kalo pelajaran lupa terus. Katanya waktu anak-anak masih kecil pake botol. Yang terpenting itu memenya masih seret. Kok bisa? Bisa ajah berkat kemajuan teknologi operasi sesar. Ada bekas carutan di perut bawah. Kalo gak percaya lihat ajah sendiri. Suami pergi melulu, ikut perusahaan internasional. Katanya harus sering travel, biar cepat naek pangkat. Bodo amat aturan itu, pokoknya suami pergi melulu, istri tidurin ajah. Lagian cewe mana yang gak butuh temen ngobrol. Abis gitu ya lanjuting ke ranjang lah. Gak bener kalo cuma ngomong-ngomong doang. Guru bahasa Indonesia gua dulu bilang, jangan cuman bicara tapi juga kerja. Lupa gimana persisnya, pokoknya gitu maksudnya.

Cewe gua servisnya benar-benar yahood, termasuk kalo lagi gak mood. Pagi-pagi gua dateng nganter galon air. Mana si bibik, tanya gua. Ke pasar, jawabnya males tiduran. Emang bosen yach ditinggal suami melulu. Anak-anak sekolah, tanya gua liatin itu kaki putih mulus. Iyah, katanya sambil lihat TV. Satu tangan maju, masih gak cukup, pakai dua. Naek turun masuk-masuk balik daster. Halus di tangan, mesum di mata. Pantynya warna jambu, pusernya kelihatan lagi, wuih. Kok diam ajah, lagi gak minat yach. Gua gak peduli, kan udah ngaceng. Gua peloroting ajah pantynya. Buang ke ranjang. Gak nolak. Itu rambut menantang mengundang bencana ajah. Copot celana seragam gua, kolor gua. Buang ke ranjang. Si monas udah kenceng naek turun. Sabar ach, bentar lagi juga dapet itu meme istri orang. Angkat dasternya sampe atas pusar, buka dua kaki mulus putih rada lebar. Nurut kok. Gua naekin badannya. Posisi standar lah, kan si cewe lagi gak gairah. Tangan di samping badan, kaki dipas-pasin di antara dua kaki dia.

Helm coklat item gua mulai masukin celah merah jambu. Ssh, suara apa itu keluar dari mulut. Lanjuting terus, masuk separoh. Seret tapi kering, geli tapi kurang nikmat. Gua pompa pelan-pelan, nah tuch mulai basah. Langsung pentokin ajah si rudal. Uuhh. Banter itu suara sampe kepala keangkat dikit. Heheh. Pompa lagi rada kenceng. Nah, ini baru namaya licin rapet anget nikmat. Gua lirik ke bawah, badan gua yg item kasar numpukin badan dia yang putih halus. Serasa berkuasa gitu, bagaikan orang penting ajah! Biar mesra dikit, gua cipokin mulutnya. Dibales lagi. Nikmat buanget. Sedot-sedot lidah, nah tuh tangan pegangan punggung gua, mulai menikmati yach. Gua jilatin mukanya yang putih. Tambah kenceng goyang pinggul gua sampe kaki doi keangkat-angkat. Nempel lepas jembut gua ke si kecil itil. Teken-teken gesek-gesek biar geli-geli. Nah tuch bener khan, kakinya jadi ngerangkul ke bokong gua. Kalao ada orang ngintip, gua gak bisa dituduh memperkosa. Liat tuch posisinya kakinya kaya gitu, tul hak?. Tarik lagi, seret, licin. Amblas lagi, geli-geli, uenak bener. Cantik putih, istri orang lagi. Kapan lagi.

Gunung merapi mau meletus. Gua angkat badan gua sampe tangan lurus kenceng, perut bawah nempel ketat. Digoyang yach Lin, bisik gua jorok, gua mau kkluarrr nich. Gak perlu diperintah dua kali, kakinya diturunin. Gua lirik ke bawah lagi, pinggulnya yang bulat seksi putih mulai goyang naek turun. Buset. Gak kecepatan yang bikin punya gua sakit. Kan lagi peka-pekanya gitu. Gak terlalu pelan juga yang bikin kurang manteb ngecrotnya. Pokoknya paslah. Crot pertama. Pembukaan. Prrrottthhh dua kali. Yang ini paling banter sampe badan kejang and pantat ampir kram. Sambil digoyang lagi, geli-geli buanget dech helm gua! Peju gua yemprot dalem-dalem. Kalo gak diikat itu rahim abis operasi sesar dulu itu udah pasti hamil eluh. Gua tinggal kabur pastilah. Crot lagi. Crot, crot, rada dikit. Dikit lagi, dikit lagi. Tes, tes. Naaah abis jugah, gak mau rugi maksudnya. Badan ambruk. Punggung keringatan, torpedo masih nancep. Masih ajah digoyang tapi sambil pelan-pelan dibrentiin. Biar punya gua gak kaget gitu. Abis istirohat, gua pake pakaian. Gua sedot bibirnya tanda trima kasih. Tinggalin permen coklat buat anak-anak. Terus balik kerja. Ini baru yang namanya company benefit! Gimana rekan-rekan, hebat khan pengalaman gua? Entar nulis lagi pengalaman sama cewe gua ini waktu dia lagi mood. Lebih lengkap and rame, tunggu ajah. Salam, Antok.

Tamat

hadiah spesial buat si dia

Kuperhatikan setiap sudut ruangan. Tidak banyak yang berubah, hanya catnya kini tampak lebih baru. Dalam hati aku bergumam, "sudah dua setengah tahun aku tidak kesini."
Dari ruangan tengah, keluar seorang nyonya muda bersama gadis kecil berusia sekitar satu tahun sembilan bulan. Anak itu sangat manis dan lincah. Ketika dia hampir mendekatiku, dari mulut mungilnya keluar kata, "O.. om, o.. om ciapa..?"
Aku tersenyum seraya mendekatinya.
"Nama Oom, Johan, namanya ciapa..?" timpaku balik bertanya.
"Riani.." jawabnya.

Lalu karena rindu dengannya, kupeluk dia erat-erat dan kutempelkan bibirku di pipinya berulang-ulang. Viena, si nyonya muda tersebut memperhatikan setiap tingkah polahku. Nampaknya dia senang aku akrab dengan anaknya.
"Udah ya Riena, main sana sama bibi ya..?" tiba-tiba suara Viena terdengar.
Pipi anaknya dikecup, lalu diantarkannya ke pembantu.

Viena adalah seorang manager sukses di sebuah perusahaan swasta terkenal di Jakarta. Usianya kira-kira 29 tahun. Tingginya lebih kurang 165 cm, berkulit putih bersih. Wajahnya mirip Ida Iasha. Yang membedakan hanya ukuran dada. Dada Viena jauh lebih besar dan montok.

"Kok jarang main kesini bang..?"
"Lagi sibuk," jawabku sekenanya, "Oh ya, Mas Irvan kemana..?"
"Keluar kota Bang, ada tugas." kata Viena lagi.
Pembicaraan kami cukup akrab, maklum aku dulu sering main kesini. Saat kulihat, jam dinding menunjukkan pukul 22:00. Hujan yang turun setibanya aku di rumah tersebut belum juga reda, malah bertambah deras.

"Tidur disini aja Bang, nampaknya hujan nggak bakalan berhenti.." tawar Viena.
Karena memang aku tak dapat pulang, tawaran Viena kuterima. Viena melangkah ke kamar anaknya yang lagi tidur. Sedangkan aku menuju kamar yang sudah disiapkan. Kutanggalkan pakaianku satu per satu. Pikiranku mulai menerawang pada kejadian sekitar dua setengah tahun silam. Waktu itu Mas Irvan memelas kepadaku agar aku mau menghamili istrinya, supaya dia tidak terus-terusan diledek orang karena dia tak mampu. Awalnya aku menolak, tapi karena merasa kasihan padanya, permohonannya terpaksa kukabulkan.

Pada waktu yang sudah disepakati, aku menginap di rumah Mas Irvan. Tepat jam 21:00, aku menyelinap ke kamarnya. Rupanya mata Viena sudah ditutup dengan sapu tangan oleh Mas Irvan, terus dia bergegas keluar. Sekarang gantian aku yang berperan sebagai Mas Irvan. Viena yang tengah berdiri dekat tempat tidur kudekap dari belakang, lalu kucium tengkuknya. Dia sedikit menggelinjang. Jantungku mulai berdegup, tapi aku tidak memperdulikannya. Pelan-pelan kuangkat gaun tidur Viena sebatas pinggang, kulepas BH-nya, terus kuraih buah dadanya yang ranum. Benda yang kenyal tersebut kuremas-remas.
"Ouuch.. ouuch..," terdengar suaranya lirih.
Kini giliran tangan kiriku bergeser ke perut bawah. Terasa celana dalamnya belum dilepas. Dengan sekali sentakan, celana tersebut berhasil kulepaskan.

Sekarang pingulnya yang montok benar-benar bebas dari penghalang. Tanpa kompromi, senjataku mulai siaga. Sekali lagi tangan kiriku dengan cekatan melepaskan celana dan underwear-ku sendiri, sementara tangan kananku terus membelai payudaranya. Senjataku yang dari tadi siap tempur kian terdongak ke atas. Perlahan benda tersebut kutempelkan ke pinggulnya.
"Aaacch..," terasa empuk dan menggetarkan.
Nafsu kasih sayangku tambah gergolak. Zakarku yang dari tadi sudah mengeras, kutekan dan gesek-gesekkan di lipatan pinggul wanita itu. Terlihat sedikit rasa terkejut di tubuhnya.
"Oooh.., kok tambah gede Mas, masukkannya pelan-pelan ya Mas..!" pintanya.

Kemudian secara naluriah, Viena merenggangkan kakinya dan menunggingkan pinggulnya ke arahku agar benda yang dikelilingi urat-urat menonjol tersebut dapat terselip lebih dalam di pinggulnya. Sementara itu tangan kanannya meraih pinggulku dan ditekankan ke tubuhnya.
"Ouucch Mas.. terus tekan yang keras Sayang.." suara Viena terdengar berat.
Tubuh Viena menggelinjang sebagai respon dari permainanku. Pinggulnya berusaha diliukkan ke arahku, sedangkan kepalanya direbahkan ke pundakku. Tanpa basa basi lagi, kukecup pipinya dengan lembut.

Gerakan pinggulku kuhentikan ketika tangan kanan Viena berusaha meraih senjataku yang menempel di pinggulnya. Respon tubuhnya sedikit terkejut saat dia menggenggam sejataku. Selanjutnya sejataku yang berukuran gede diarahkan ke vaginanya. Gerakan maju mundurku hanya berselang beberapa menit, terus kulepaskan rangkulanku terhadapnya.

Kini tubuh wanita itu kubopong ke tempat tidur. Kami duduk sambil berangkulan. Kuraih kepalanya, lalu kukecup bibirnya cukup lama sampai nafasnya tersenggal-sengal. Kemudian kuarahkan senjataku ke wajahnya, terus memukul-mukulkan ke pipinya yang lembut.
Suara, "Oouuch.. ouuch.." kembali terdengar saat senjataku yang semakin membengkak itu kumasukkan ke mulutnya.
Dengan cekatan kedua tangannya meraih benda tersebut dan melingkarkan jarinya seolah ingin megukur diameter benda yang menggemaskan itu. Tapi lingkaran senjataku tersebut terlalu besar untuk genggaman jarinya, karena ukuran benda itu sedikit lebih besar dibanding pergelangan tanganku.

Setelah puas mempermainkan senjataku, kemudian benda tersebut dikulumnya kembali dengan rakusnya. Walau Viena telah berusaha semampunya, tetapi hanya sedikit kepala senjataku yang dapat dikulumnya. Perasaanku tambah tidak karuan saat benda kebanggaanku berdenyut di mulutnya, dan tak ayal lagi, sedikit rintihan kecil keluar dari mulutku.

Kuraih kepala Viena lalu kubelai manja. Kuluman mulutnya yang sensasional kulepaskan. Kini giliran aku yang mempermainkan buah dadanya yang ranum. Kedua benda yang kenyal tersebut kuremas dan elus bergantian. Putingnya kuhisap dan kupelintir-pelintir dengan lidahku dan kadang-kadang sedikit kugigit manja.
"Aaouuch.. eecchh.. ouucchh.." erangan Viena lirih, lalu dia memintaku menghisap payudaranya kuat-kuat.

Kini kecupanku kuteruskan agak ke bawah. Viena seakan-akan mengerti dan membaringkan tubuhnya. Pahanya dikangkangkan agak lebar, sehingga vaginanya tampak jelas dengan rambut vaginanya yang lebat. Perasanku tambah tak karuan saat melihat bibir vaginanya yang tebal. Kusentuh bagian tersebut, lalu kukuakkan belahannya. Kemudian dengan nakalnya kucelupkan jari tengahku ke lubang yang indah tersebut seraya membuat gerakan maju mundur.
"Eeemm.." suara Viena menahan nikmat.
Selanjutnya kutempelkan bibirku ke vaginanya yang tebal itu. Aroma khas yang keluar dari vaginanya membuat hasratku semakin bergelora. Hisapan demi hisapan kulakukan tak ubahnya seperti mengecup bibirnya.

Sementara itu tangan Viena membelai rambutku. Ketika kujulurkan lidah dan membenamkan dalam-dalam ke vaginanya, rintihan Viena tak henti-hentinya memelas.
"Tekan yang kuat, Sayang.., aacchh..!"

Setelah kurasa Viena siap untuk disetubuhi, aku merangkul tubuhnya dan menuntunnya menungging ke arahku. Aku bersiap jongkok di belakangnya. Senjataku kupukul-pukulkan ke vaginanya sebelum dimasukkan. Melihat perbandingan ukuran senjataku dengan vaginanya, aku sedikit khawatir, bisakah senjataku yang berukuran XXL menyelinap ke vaginanya. Tapi akhirnya pikiranku segera kutepis. Yang jelas aku ingin membahagiakan wanita yang cantik ini dan ingin memberinya keturunan.

Tubuh Viena kurangkul, dan senjataku kuarahkan tepat di lubang vaginanya. Pinggulku kutekan sambil membuat gerakan maju-mundur. Cukup lama gerakan ini kulakukan, tapi tak membawa hasil. Pertahanan Viena cukup tangguh. Keringat mulai membasahi tubuhku. Sayup-sayup terdengar suara wanita itu dengan manja.
"Ayo Sayang, beri aku kebahagiaan..!" permintaan ini menggugah rasa sayangku terhadapnya.
Tanpa berpikir panjang, kutekankan pinggulku pelan-pelan tapi kuat.
"Bleess..!" kepala senjataku terdorong masuk, bersamaan dengan itu terdengar suara, "Aaacckk.., tahan Mas..!"
Gerakanku kuhentikan sejenak.

Dengan masuknya kepala zakar tersebut, usahaku tidak begitu berat lagi. Perlahan tapi pasti, batang zakarku yang besar terbenam ke lubang surganya. Tapi karena panjangnya belum seluruhnya dapat masuk. Batang zakarku masih tertinggal seperempat lagi di luar, walau kapala zakarku telah menyentuh mulut rahimnya. Dalam hatiku aku jangan setengah-setengah menyayangi wanita, maka batang senjataku yang masih tertinggal, kutekan hingga amblas semua.
Erang tertahan keluar dari mulut Viena, "Aaacckk..!"
Sejenak gerakan pinggulku kuhentihan, lalu kulanjutkan kembali.

Gerakan pinggulku yang maju mundur memberikan perasaan yang tak terbayangkan buat kami berdua. Erangan demi erangan tak henti-hentinya keluar dari mulut kami.
"Aaacch.. oouucch..!" terdengar dari mulutku dan Viena.
Remasan dan denyutan otot vagina Viena terasa erat sekali pada zakarku, pertanda dia mau orgasme. Gerakan maju mundurku kuhentihan, tapi pinggulku kutekan erat ke tubuhnya. Tiba-tiba tubuh Viena mengejang kuat, "Aaacchh..!" lalu terhenti.

Sekarang gejala yang menimpa Viena mulai merasukiku. Perasaan mau ejakulasi mulai terasa. Cepat-cepat senjataku kucabut dari vaginanya, terus kumasukkan ke mulutnya.
Lalu, "Ooouucckk..!" eranganku agak tertahan bersamaan muncratnya spermaku yang hangat di mulutnya.
Kuperhatikan tak ada setetes pun spermaku tumpah. Semuanya habis ditelan wanita yang manis tersebut. Setelah permainan yang panjang dan melelahkan itu, aku berbaring telentang. Kuraih Viena ke pangkuanku, lalu kepalanya kubelai manja sebagai tanda kasihku terhadapnya.

15 menit sudah Viena terbaring di dadaku. Tubuhnya yang tadi lemas mulai segar. Salah satu pahanya yang menyentuh zakarku digesek-gesekkan, sehingga membuat benda kesayanganku itu terbangun. Kini wanita tersebut mulai mengambil inisiatif permainan. Tubuhnya yang indah dengan dua buah gunung yang mengantung gemulai telah berada di atasku. Dengan tangkas kedua gunung tersebut kuraih dan mempermainkannya.

"Ayo Sayang, lakukanlah apa yang kamu suka untukku..!" pintanya.
Setelah itu terdengar desahan berat dari mulutnya yang sensual.

Remasan kedua tanganku terhenti saat Viena mengangkat pinggulnya, lalu duduk tepat di atas senjataku yang mengeras. Tangannya menjangkau dan menggenggam senjataku, lalu menuntunnya ke lubang surga miliknya.
"Ooouuchh..!" ringisan keluar dari mulutnya saat benda yang besar dan gagah itu menyelinap di vaginanya.
Selanjutnya dia mengerakkan pinggulnya naik turun berirama, dan sesekali membuat gerakan memutar sambil mengeluarkan desahan-desahan manja. Wanita yang cantik ini terlihat seolah-olah melampiaskan hasratnya yang selama ini terpendam.

Tiba-tiba Viena menghentikan gerakan pinggulnya. Vaginanya yang tadi meremas-remas erat senjataku kian bertambah erat genggamannya. Kini pinggulnya diturunkan sedikit demi sedikit hingga kepala zakarku menekan kuat di mulut rahimnya. Melihat gejala mau orgasme, dengan tangkas kurangkul tubuh molek tersebut, kemudian membaringkannya dalam keadaan kelamin kami saling berhubungan. Posisi Viena sekarang berada di bawah. Inisiatif menyerang sekarang berada di pihakku.

Tak berapa lama setelah gerakan maju mundur pinggulku, tubuh Viena nampak mengejang. Rangkulan pahanya ke pinggulku kian erat. Situasi ini tak kusia-siakan, gerakan pinggulku kuperlambat sambil membuat gerakan lembut tapi kuat ke pinggulnya. Setelah itu perasaan tak karuan mulai menimpa diriku.
Zakarku mulai berdenyut mau memancarkan sperma, sampai akhirnya, "Acchh.. oouucch..!" terdegar lagi suara dari mulut kami berdua.
Kemudian terasa genangan spermaku membanjiri mulut rahimnya.

"Terima kasih Mas.."
Ucapan Viena kubalas dengan mengecup pipinya.

"Tok.., tok.., tok.." tiba-tiba bunyi ketokan pintu terdengar.
Aku tersadar dari lamunanku lalu bergegas mengenakan pakaian seadanya.
"Ada apa Viena..?"
"Ini Bang, pakaian tidur buat Abang, tadi kelupaan menaruhnya di dalam kamar."
Melihat ada benjolan besar di selangkanganku Viena tersenyum.
"Lagi melamun apa Bang..?" tanyanya usil.
"Ach, nggak ada.." jawabku singkat.
Wajahku sedikit merah mendegar pertanyaannya yang menggoda.
Lalu dia berkata lagi, "Bang, kasian tuh Riani, kayaknya dia butuh teman buat bermain.."

Setelah itu, tahulah rekan pembaca apa yang terjadi antara kami berdua. Sejak kejadian itu hubunganku bertambah dekat dengan Viena.

TAMAT

hadiah spesial buat si dia

Kuperhatikan setiap sudut ruangan. Tidak banyak yang berubah, hanya catnya kini tampak lebih baru. Dalam hati aku bergumam, "sudah dua setengah tahun aku tidak kesini."
Dari ruangan tengah, keluar seorang nyonya muda bersama gadis kecil berusia sekitar satu tahun sembilan bulan. Anak itu sangat manis dan lincah. Ketika dia hampir mendekatiku, dari mulut mungilnya keluar kata, "O.. om, o.. om ciapa..?"
Aku tersenyum seraya mendekatinya.
"Nama Oom, Johan, namanya ciapa..?" timpaku balik bertanya.
"Riani.." jawabnya.

Lalu karena rindu dengannya, kupeluk dia erat-erat dan kutempelkan bibirku di pipinya berulang-ulang. Viena, si nyonya muda tersebut memperhatikan setiap tingkah polahku. Nampaknya dia senang aku akrab dengan anaknya.
"Udah ya Riena, main sana sama bibi ya..?" tiba-tiba suara Viena terdengar.
Pipi anaknya dikecup, lalu diantarkannya ke pembantu.

Viena adalah seorang manager sukses di sebuah perusahaan swasta terkenal di Jakarta. Usianya kira-kira 29 tahun. Tingginya lebih kurang 165 cm, berkulit putih bersih. Wajahnya mirip Ida Iasha. Yang membedakan hanya ukuran dada. Dada Viena jauh lebih besar dan montok.

"Kok jarang main kesini bang..?"
"Lagi sibuk," jawabku sekenanya, "Oh ya, Mas Irvan kemana..?"
"Keluar kota Bang, ada tugas." kata Viena lagi.
Pembicaraan kami cukup akrab, maklum aku dulu sering main kesini. Saat kulihat, jam dinding menunjukkan pukul 22:00. Hujan yang turun setibanya aku di rumah tersebut belum juga reda, malah bertambah deras.

"Tidur disini aja Bang, nampaknya hujan nggak bakalan berhenti.." tawar Viena.
Karena memang aku tak dapat pulang, tawaran Viena kuterima. Viena melangkah ke kamar anaknya yang lagi tidur. Sedangkan aku menuju kamar yang sudah disiapkan. Kutanggalkan pakaianku satu per satu. Pikiranku mulai menerawang pada kejadian sekitar dua setengah tahun silam. Waktu itu Mas Irvan memelas kepadaku agar aku mau menghamili istrinya, supaya dia tidak terus-terusan diledek orang karena dia tak mampu. Awalnya aku menolak, tapi karena merasa kasihan padanya, permohonannya terpaksa kukabulkan.

Pada waktu yang sudah disepakati, aku menginap di rumah Mas Irvan. Tepat jam 21:00, aku menyelinap ke kamarnya. Rupanya mata Viena sudah ditutup dengan sapu tangan oleh Mas Irvan, terus dia bergegas keluar. Sekarang gantian aku yang berperan sebagai Mas Irvan. Viena yang tengah berdiri dekat tempat tidur kudekap dari belakang, lalu kucium tengkuknya. Dia sedikit menggelinjang. Jantungku mulai berdegup, tapi aku tidak memperdulikannya. Pelan-pelan kuangkat gaun tidur Viena sebatas pinggang, kulepas BH-nya, terus kuraih buah dadanya yang ranum. Benda yang kenyal tersebut kuremas-remas.
"Ouuch.. ouuch..," terdengar suaranya lirih.
Kini giliran tangan kiriku bergeser ke perut bawah. Terasa celana dalamnya belum dilepas. Dengan sekali sentakan, celana tersebut berhasil kulepaskan.

Sekarang pingulnya yang montok benar-benar bebas dari penghalang. Tanpa kompromi, senjataku mulai siaga. Sekali lagi tangan kiriku dengan cekatan melepaskan celana dan underwear-ku sendiri, sementara tangan kananku terus membelai payudaranya. Senjataku yang dari tadi siap tempur kian terdongak ke atas. Perlahan benda tersebut kutempelkan ke pinggulnya.
"Aaacch..," terasa empuk dan menggetarkan.
Nafsu kasih sayangku tambah gergolak. Zakarku yang dari tadi sudah mengeras, kutekan dan gesek-gesekkan di lipatan pinggul wanita itu. Terlihat sedikit rasa terkejut di tubuhnya.
"Oooh.., kok tambah gede Mas, masukkannya pelan-pelan ya Mas..!" pintanya.

Kemudian secara naluriah, Viena merenggangkan kakinya dan menunggingkan pinggulnya ke arahku agar benda yang dikelilingi urat-urat menonjol tersebut dapat terselip lebih dalam di pinggulnya. Sementara itu tangan kanannya meraih pinggulku dan ditekankan ke tubuhnya.
"Ouucch Mas.. terus tekan yang keras Sayang.." suara Viena terdengar berat.
Tubuh Viena menggelinjang sebagai respon dari permainanku. Pinggulnya berusaha diliukkan ke arahku, sedangkan kepalanya direbahkan ke pundakku. Tanpa basa basi lagi, kukecup pipinya dengan lembut.

Gerakan pinggulku kuhentikan ketika tangan kanan Viena berusaha meraih senjataku yang menempel di pinggulnya. Respon tubuhnya sedikit terkejut saat dia menggenggam sejataku. Selanjutnya sejataku yang berukuran gede diarahkan ke vaginanya. Gerakan maju mundurku hanya berselang beberapa menit, terus kulepaskan rangkulanku terhadapnya.

Kini tubuh wanita itu kubopong ke tempat tidur. Kami duduk sambil berangkulan. Kuraih kepalanya, lalu kukecup bibirnya cukup lama sampai nafasnya tersenggal-sengal. Kemudian kuarahkan senjataku ke wajahnya, terus memukul-mukulkan ke pipinya yang lembut.
Suara, "Oouuch.. ouuch.." kembali terdengar saat senjataku yang semakin membengkak itu kumasukkan ke mulutnya.
Dengan cekatan kedua tangannya meraih benda tersebut dan melingkarkan jarinya seolah ingin megukur diameter benda yang menggemaskan itu. Tapi lingkaran senjataku tersebut terlalu besar untuk genggaman jarinya, karena ukuran benda itu sedikit lebih besar dibanding pergelangan tanganku.

Setelah puas mempermainkan senjataku, kemudian benda tersebut dikulumnya kembali dengan rakusnya. Walau Viena telah berusaha semampunya, tetapi hanya sedikit kepala senjataku yang dapat dikulumnya. Perasaanku tambah tidak karuan saat benda kebanggaanku berdenyut di mulutnya, dan tak ayal lagi, sedikit rintihan kecil keluar dari mulutku.

Kuraih kepala Viena lalu kubelai manja. Kuluman mulutnya yang sensasional kulepaskan. Kini giliran aku yang mempermainkan buah dadanya yang ranum. Kedua benda yang kenyal tersebut kuremas dan elus bergantian. Putingnya kuhisap dan kupelintir-pelintir dengan lidahku dan kadang-kadang sedikit kugigit manja.
"Aaouuch.. eecchh.. ouucchh.." erangan Viena lirih, lalu dia memintaku menghisap payudaranya kuat-kuat.

Kini kecupanku kuteruskan agak ke bawah. Viena seakan-akan mengerti dan membaringkan tubuhnya. Pahanya dikangkangkan agak lebar, sehingga vaginanya tampak jelas dengan rambut vaginanya yang lebat. Perasanku tambah tak karuan saat melihat bibir vaginanya yang tebal. Kusentuh bagian tersebut, lalu kukuakkan belahannya. Kemudian dengan nakalnya kucelupkan jari tengahku ke lubang yang indah tersebut seraya membuat gerakan maju mundur.
"Eeemm.." suara Viena menahan nikmat.
Selanjutnya kutempelkan bibirku ke vaginanya yang tebal itu. Aroma khas yang keluar dari vaginanya membuat hasratku semakin bergelora. Hisapan demi hisapan kulakukan tak ubahnya seperti mengecup bibirnya.

Sementara itu tangan Viena membelai rambutku. Ketika kujulurkan lidah dan membenamkan dalam-dalam ke vaginanya, rintihan Viena tak henti-hentinya memelas.
"Tekan yang kuat, Sayang.., aacchh..!"

Setelah kurasa Viena siap untuk disetubuhi, aku merangkul tubuhnya dan menuntunnya menungging ke arahku. Aku bersiap jongkok di belakangnya. Senjataku kupukul-pukulkan ke vaginanya sebelum dimasukkan. Melihat perbandingan ukuran senjataku dengan vaginanya, aku sedikit khawatir, bisakah senjataku yang berukuran XXL menyelinap ke vaginanya. Tapi akhirnya pikiranku segera kutepis. Yang jelas aku ingin membahagiakan wanita yang cantik ini dan ingin memberinya keturunan.

Tubuh Viena kurangkul, dan senjataku kuarahkan tepat di lubang vaginanya. Pinggulku kutekan sambil membuat gerakan maju-mundur. Cukup lama gerakan ini kulakukan, tapi tak membawa hasil. Pertahanan Viena cukup tangguh. Keringat mulai membasahi tubuhku. Sayup-sayup terdengar suara wanita itu dengan manja.
"Ayo Sayang, beri aku kebahagiaan..!" permintaan ini menggugah rasa sayangku terhadapnya.
Tanpa berpikir panjang, kutekankan pinggulku pelan-pelan tapi kuat.
"Bleess..!" kepala senjataku terdorong masuk, bersamaan dengan itu terdengar suara, "Aaacckk.., tahan Mas..!"
Gerakanku kuhentikan sejenak.

Dengan masuknya kepala zakar tersebut, usahaku tidak begitu berat lagi. Perlahan tapi pasti, batang zakarku yang besar terbenam ke lubang surganya. Tapi karena panjangnya belum seluruhnya dapat masuk. Batang zakarku masih tertinggal seperempat lagi di luar, walau kapala zakarku telah menyentuh mulut rahimnya. Dalam hatiku aku jangan setengah-setengah menyayangi wanita, maka batang senjataku yang masih tertinggal, kutekan hingga amblas semua.
Erang tertahan keluar dari mulut Viena, "Aaacckk..!"
Sejenak gerakan pinggulku kuhentihan, lalu kulanjutkan kembali.

Gerakan pinggulku yang maju mundur memberikan perasaan yang tak terbayangkan buat kami berdua. Erangan demi erangan tak henti-hentinya keluar dari mulut kami.
"Aaacch.. oouucch..!" terdengar dari mulutku dan Viena.
Remasan dan denyutan otot vagina Viena terasa erat sekali pada zakarku, pertanda dia mau orgasme. Gerakan maju mundurku kuhentihan, tapi pinggulku kutekan erat ke tubuhnya. Tiba-tiba tubuh Viena mengejang kuat, "Aaacchh..!" lalu terhenti.

Sekarang gejala yang menimpa Viena mulai merasukiku. Perasaan mau ejakulasi mulai terasa. Cepat-cepat senjataku kucabut dari vaginanya, terus kumasukkan ke mulutnya.
Lalu, "Ooouucckk..!" eranganku agak tertahan bersamaan muncratnya spermaku yang hangat di mulutnya.
Kuperhatikan tak ada setetes pun spermaku tumpah. Semuanya habis ditelan wanita yang manis tersebut. Setelah permainan yang panjang dan melelahkan itu, aku berbaring telentang. Kuraih Viena ke pangkuanku, lalu kepalanya kubelai manja sebagai tanda kasihku terhadapnya.

15 menit sudah Viena terbaring di dadaku. Tubuhnya yang tadi lemas mulai segar. Salah satu pahanya yang menyentuh zakarku digesek-gesekkan, sehingga membuat benda kesayanganku itu terbangun. Kini wanita tersebut mulai mengambil inisiatif permainan. Tubuhnya yang indah dengan dua buah gunung yang mengantung gemulai telah berada di atasku. Dengan tangkas kedua gunung tersebut kuraih dan mempermainkannya.

"Ayo Sayang, lakukanlah apa yang kamu suka untukku..!" pintanya.
Setelah itu terdengar desahan berat dari mulutnya yang sensual.

Remasan kedua tanganku terhenti saat Viena mengangkat pinggulnya, lalu duduk tepat di atas senjataku yang mengeras. Tangannya menjangkau dan menggenggam senjataku, lalu menuntunnya ke lubang surga miliknya.
"Ooouuchh..!" ringisan keluar dari mulutnya saat benda yang besar dan gagah itu menyelinap di vaginanya.
Selanjutnya dia mengerakkan pinggulnya naik turun berirama, dan sesekali membuat gerakan memutar sambil mengeluarkan desahan-desahan manja. Wanita yang cantik ini terlihat seolah-olah melampiaskan hasratnya yang selama ini terpendam.

Tiba-tiba Viena menghentikan gerakan pinggulnya. Vaginanya yang tadi meremas-remas erat senjataku kian bertambah erat genggamannya. Kini pinggulnya diturunkan sedikit demi sedikit hingga kepala zakarku menekan kuat di mulut rahimnya. Melihat gejala mau orgasme, dengan tangkas kurangkul tubuh molek tersebut, kemudian membaringkannya dalam keadaan kelamin kami saling berhubungan. Posisi Viena sekarang berada di bawah. Inisiatif menyerang sekarang berada di pihakku.

Tak berapa lama setelah gerakan maju mundur pinggulku, tubuh Viena nampak mengejang. Rangkulan pahanya ke pinggulku kian erat. Situasi ini tak kusia-siakan, gerakan pinggulku kuperlambat sambil membuat gerakan lembut tapi kuat ke pinggulnya. Setelah itu perasaan tak karuan mulai menimpa diriku.
Zakarku mulai berdenyut mau memancarkan sperma, sampai akhirnya, "Acchh.. oouucch..!" terdegar lagi suara dari mulut kami berdua.
Kemudian terasa genangan spermaku membanjiri mulut rahimnya.

"Terima kasih Mas.."
Ucapan Viena kubalas dengan mengecup pipinya.

"Tok.., tok.., tok.." tiba-tiba bunyi ketokan pintu terdengar.
Aku tersadar dari lamunanku lalu bergegas mengenakan pakaian seadanya.
"Ada apa Viena..?"
"Ini Bang, pakaian tidur buat Abang, tadi kelupaan menaruhnya di dalam kamar."
Melihat ada benjolan besar di selangkanganku Viena tersenyum.
"Lagi melamun apa Bang..?" tanyanya usil.
"Ach, nggak ada.." jawabku singkat.
Wajahku sedikit merah mendegar pertanyaannya yang menggoda.
Lalu dia berkata lagi, "Bang, kasian tuh Riani, kayaknya dia butuh teman buat bermain.."

Setelah itu, tahulah rekan pembaca apa yang terjadi antara kami berdua. Sejak kejadian itu hubunganku bertambah dekat dengan Viena.

TAMAT

wanita wanita putus asa

Cerita ini terjadi sekitar 2 tahun yang lalu. Saat itu aku masih kuliah pada semester ke empat. Aku adalah seorang pria lajang 20 th dengan tinggi 175 cm berat 70 kg yang sedang kuliah di salah satu PTN di daerahku. Aku tinggal disebuah rumah bedeng 5 pintu dan aku berada pada pintu yang pertama. Kalau dibandingkan dengan teman-temanku, aku termasuk anak yang pemalu alias kuper (kurang pergaulan). Hal ini membuatku lebih betah berada di kosanku, oh ya di bedeng tersebut aku nge-kost, dari pada harus keluar rumah tanpa tujuan. Sesekali aku juga sering menonton film BF untuk memuaskan hasrat birahiku dan selalu berakhir dengan beronani.

Cukup sudah pengantarnya ok. Sekarang lanjut ke pengalaman pertamaku yang berawal dari tempat kost dimana aku tinggal. Disebelah (pintu no2) tinggal seorang wanita muda sekitar 25 tahun bernama Desi tinggi 160 berat 50 kg yang bersuamikan seorang supir taxi tetapi sudah 7 tahun belum dikarunia seorang anak. Pintu no3 ditempati oleh seorang wanita 35 tahun tinggi 165 berat 60 kg yang sudah memiliki 2 orang anak 7 dan 5 tahun yang semuanya perempuan, ia bernama Ita. Nah, dari sinilah semuanya berawal.

Seperti biasa pada pagi hari semua penghuni bedeng sibuk dibelakang (mandi, mencuci). Perlu diketahui bahwa kondisi di rumah ini memiliki 5 kamar mandi terpisah dari rumah dan 2 buah sumur (air harus diangkat ke kamar mandi, maklum yang punya rumah belum punya Sanyo). Aku yang sudah terbiasa mandi paling pagi sedang duduk santai sambil nonton TV. Lagi asik nonton terdengar olehku gemercik air seperti orang sedang mandi. Mulanya sih biasa saja, tapi lama kelamaan penasaran juga aku dibuatnya. Aku mencoba melihat dari balik celah pintu belakang rumahku, dan aduh!! betapa kagetnya aku ketika melihat Mbak Desi yang sedang mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Aku tidak tahu mengapa ia begitu berani untuk membuka tubuhnya pada tempat terbuka seperti itu. Mbak desi yang sedikit kurus ternyata memiliki payudara sekitar 32b dan sangat seksi sekali. Dengan bentuknya yang kecil beserta puting warna merah jambu untuk orang yang sudah menikah bentuknya masih sangat kencang.

Aku terus mengamati dari balik celah pintu, tanpa kusadari batang kejantananku sudah mulai berdiri. Sudah tak tahan dengan pemandangan tersebut aku langsung melakukan onani sambil membayangkan bercinta dengan Mbak desi ditempat terbuka tersebut. Semenjak hal itu, aku jadi ketagihan untuk selalu mengintip jika ada kesempatan. Keesokan harinya, aku masih sangat terbayang-bayang akan bentuk tubuh Mbak desi. Hari itu adalah hari minggu, dan aku sedikit kesiangan. Ketika aku keluar untuk mandi, aku melihat Mbak Ita sedang mencuci pakaian. Dengan posisinya yang menjongkok terlihat jelas olehku belahan payudaranya yang terlihat sudah agak kendor tapi berukuran 34 b. Setiap kali aku memperhatikan pantatnya, entah mengapa aku langsung bernafsu dibuatnya (mungkin pengaruh film BF dengan doggy style yang kebetulan favoritku). Kembali batang kemaluanku tegang dan seperti biasa aku melakukan onani di kamar mandi.

Dua hari kemudian terjadi keributan di tetanggaku, yaitu Mbak ita yang sedang bertengkar hebat dengan suaminya (seorang agen). Ia menangis dan kulihat suaminya langsung pergi entah kemana. Aku yang kebetulan berada disitu tidak bisa berbuat apa-apa. Yang ada dipikiranku adalah apa sebenarnya yang sedang terjadi. Keesokan harinya Mbak Ita pergi dengan kedua anaknya yang katanya kerumah nenek, dan kembali sorenya.

Sore itu aku baru akan mandi, begitu juga dengan Mbak ita. Setelah selesai aku langsung buru-buru keluar dari kamar mandi karena kedinginan. Diluar dugaanku ternyata aku menabrak sesuatu yang ternyata adalah Mbak ita. Keadaan waktu itu sangat gelap (mati lampu) sehingga kami saling bertubrukan. Menerima tubrukan itu, Mbak ita hampir jatuh dibuatnya. Secara reflek aku langsung menangkap tubuhnya. AduH! Tenyata aku tanpa sengaja telah menyentuh payudaranya. " Maaf.. Aduh maaf mbak, nggak sengaja" ucapku. " Nggak, nggak pa pa kok, wong saya yang nggak liat" balasnya.

Sejenak kami terdiam dikeheningan yang pada saat itu sama-sama merasakan dinginnya angin malam. Tanpa dikomando, tubuh kami kembali saling berdekatan setelah tadi sempat malu karena kecerobohan kami berdua. Aku sangat degdegan dibuatnya dan tidak tahu harus berbuat apa pada posisi seperti ini. Sepertinya Mbak ita mengetahui bahwa aku belum pengalaman sama sekali. Ia kemudian mengambil inisiatif dan langsung memegang kemaluanku yang berada dibalik handuk. Est ..est.. auw ..aku mengerang keenakan. Belum selesai aku merasakan belaian tangannya, tiba-tiba ujung kemaluanku terasa disentuh oleh benda lembut dan hangat. Mbak ita sudah berada dibawahku denagn posisi jongkok sambil mengulum kemaluanku. Aduuhh .. nikmatt.. terus .. Akh ..est .. Sekarang aku sudah telanjang bulat dibuatnya.

10 menit sudah kemaluanku dikulum oleh Mbak ita. Aku yang tadi pemalu sekarang mulai mengambil tindakan. Mbak ita kusuruh berdiri dihadapanku dan langsung kulumat bibinya dengan lembut. Est .. Ah ..uh ouw .. Ia mendesah ketika bibir kami saling berpagutan satu sama lain. Ciumanku sekarang telah berada pada lehernya. Bau sabun mandi yang masih melekat pada tubuhnya menambah gairahku. Est .. Ah .. teruss.. kepalanya tengadah keatas menahan nikmat. Kini tiba saat yang kutunggu. Handuk yang masih menutupi tubuhnya langsung kubuka tanpa hambatan. Secara samar-samar dapat kulihat bentuk payudaranya. Kuremas dan kukecup dengan lembut dan au ..est..nikmaat..teruss ..aow .., Mbak ita menahan nikmat.

Sambil terus mencicipi bagian tubuhnya akhirnya aku sampai juga didaerah kemaluannya. Aku sedikit ragu untuk memcicipi kemaluanya yang sudah sedikit basah itu. Seperti difilm BF aku mencoba mempraktekkan gaya melumat kemaluan wanita. Kucoba sedikit dengan ujung lidahku, rasanya ternyata sedikit asin dan berbau amis. Tetapi itu tidak menghentikanku untuk terus menjilatinya. Semakin lama rasa jijik yang ada berubah menjadi rasa ninkmat yang tiada tara. Est ..est ..teruuss ..tee..russ..auw ..nik, mat..mbak ita tak mampu menahan nikmat yang diterimanya dari jilatan mautku yang sesekali kuiringi dengan memasukkan jariku ke liang senggamanya. "Mbak mau .. kelu..ar ahh" racaunya.
Tanpa kusadari tiba-tiba keluar cairan kental dari vagina nya yang belakangan kutau bahwa itu adalah cairan wanita. Aku belum berhenti dan terus menjilati kemaluanya sampai bersih.

Puas aku menjilati kemaluannya kemudian langsung aku angkat ia kedalam rumahnya menuju kamar tidurnya. Aduh .. benar-benar tak habis pikir olehku, wanita segede ini bisa kuangkat dengan mudah. Sesampai dikamarnya aku langsung terbaring dengan posisi terlentang. Mbak ita tanpa diperintah sudah tahu apa yang kumau dan langsung mengambil posisi berada diatasku. Oh ..ya pembaca, bahwa batang kemaluanku standar-standar saja untuk orang Indonesia. Aku yang berada dibawah saat itu sengaja tidak berbuat apa-apa dan membiarkan Mbak Ita mengambil inisiatif untuk memuaskanku.

Mbak Ita langsung memegang kemaluanku dan mencoba memasukkannya kedalam liang senggamanya. Blues..bleb.. tanpa hambatan batang kejantananku tenggelam seluruhnya kedalam liang kenikmatan Mbak Ita. Est..es..auw..oh..ah..aku hanya terpejam merasakan kemaluanku seperti diperas-peras dan hangat sekali rasanya. Aku tak menyangka bahwa kenikmatan bersenggama dengan wanita lebih nikmat dibanding dengan aku beronani. Mbak Ita mulai menggenjot pantatnya secara perlahan tapi pasti. Ah..ah..ah..oh..oh..nik..maatt..ahh.. Mbak Ita terus melakukan gerakan yang sangat erotis. Desahan Mbak Ita membuatku semakin bernafsu ditambah dengan payudaranya bergoyang kesana-kemari. Rupanya aku tak bisa lagi tinggal diam. Aku berusaha mengimbangi genjotan Mbak Ita sehingga irama genjotan itu sangat merdu dan konstan. Tangankupun tidak mau kalah dengan pantatku.

Aku berusaha mencapai kedua payudara yang ada didepan mataku itu. "Wah ..indahnya pemandangan ini" ucapku dalam hati. Tidak puas dengan hanya menyentuh payudara Mbak Ita, aku langsung mengambil posisi duduk sehingga payudara Mbak ita tepat berada didepan wajahku. Kembali aku melumat putingnya dengan lembut kiri dan kanan bergantian. Ahh..ah ..ah..oh.. Est..ss Mbak ita kelihatannya tak tahan menahan nikmat dengan perlakuanku ini. Lama kelamaan genjotan Mbak Ita semakin cepat dan aku..a..ku.. kee..luuarr..ahh..ohh..nikmaatt Mbak ita akhirnya mencapai klimaks yang kedua kalinya. Aku yang belum apa-apa merasa kesal tidak bisa klimaks secara bersamaan. Akhirnya aku meminta Mbak Ita untuk kembali mengulum kemaluanku. Mbak Ita yang sudah mendapat kepuasan dengan semangat mengulum dan menjilati kemaluanku. Est..est..ahh..oh ucapku ketika Mbak Ita semakin mempercepat kuluman dan kocokannya pada kemaluanku. Sepertinya ia ingin segera memuaskanku dan menikmati air kejantananku.

Selang 10 menit ah..auw..oh..nik..maatt..oh.. crot..crot..crot..semua air maniku tertumpah diwajah Mbak Ita dan diseluruh tubuhnya. Saat itu Mbak Ita tidak berhenti kulumannya dan menjilati seluruh air jantan tersebut. Aku sangat ngilu dibuatnya tapi sungguh masih sangat nikmat sekali.

Setelah merasakan kepuasan yag tiada tara kami langsung jatuh terkulai diatas kasur. Mbak Ita tampaknya sangat kelelahan dan langsung tertidur pulas dengan keadaan telanjang bulat. Aku yang takut nanti ketahuan orang lain langsung keluar dari kamar tersebut dan mengambil handukku menuju rumahku.

Ketika aku baru akan keluar dari rumah Mbak Ita, alangkah terkejutnya aku ketika dihadapanku ada seorang wanita yang kuduga sudah berdiri disitu dari tadi dan menyaksikan semua perbuatan kami. Eh..mm..mbak..mbak ..Desi..ternyata ia tidak lain adalah Mbak Desi. "Permisi mbak, aku mau masuk dulu" ucapku pura-pura tidak ada yang terjadi. Sambil berjalan tergesa-gesa aku langsung menuju rumahku untuk menghindari introgasi dari Mbak Desi. Tiba-tiba "tunggu!!" teriak Mbak Desi. Aku langsung panas dingin dibuatnya. "Jangan jangan ia akan melaporkanku ke Kepala Desa lagi" ucapku dalam hati." Aduuhh gawat nih, bisa-bisa cuci kampung" pikirku. " A..a..ada apa ya mbak" balasku. Mbak Desi langsung mendekatku dan berkata " kamu akan aku laporkan kesuami Mbak Ita dan kepala desa atas apa yang telah kamu lakukan" ucap Mbak Desi. " Ta..tapi kami melakukannya atas dasar suka sama suka Mbak " balasku dengan perasaan sedikit cemas. Tiba-tiba " ha..ha..ha..ha.. " Mbak desi tertawa.

Aku semakin bingung dibuatnya karena mungkin Mbak desi punya dendam dan sekarang berhasil membalaskannya. " Nggak usah takut, pokoknya sekarang kamu tetap berdiri disitu dan jangan sekali-kali bergerak ok!" usulnya. "Mbak mau melaporkan saya atau takut saya lari" ucapku semakin bingung. Tanpa bicara lagi Mbak Desi semakin mendekatiku. Setelah tidak ada lagi jarak diantara kami tangan Mbak Desi langsung melepas handuk yang kugunakan tadi sehingga aku kembali telanjang bulat."Mbak jangan dikebiri ya.." ucapku."Nnggak..nggak pa pa kok" balasnya. Mbak Desi ternyata langsung berjongkok dan mulai mengocok kemaluanku.

Ah..ah..oh..oh.. aku yang tadi lemas kembali bergairah dibuatnya. Belum lagi aku selesai merasakan nikmatnya kocokan lembut dari tangan Mbak Desi, aku kembali merasakan ada benda lembut, hangat dan basah menyentuh kepala kemaluanku. Aku langsung tahu bahwa itu adalah kuluman dan jilatan dari mulut Mbak Desi setelah tadi aku merasakannya dengan Mbak Ita. Kuluman dan jilatan Mbak Desi ternyata lebih nikmat dari Mbak Ita. Aku bertaruh bahwa Mbak Desi telah melakukan berbagai macam gaya dan variasi dengan suaminya untuk memperoleh keturunan. Estt..ah..oh..oh..aduhh..auw.. desahku menahan hebatnya kuluman Mbak Desi. 15 menit sudah acara kulum-kuluman itu dan sekarang Mbak Desi telah berganti posisi dengan menungging. Pantatnya yang kecil namun berisi itu sekarang menantangku untuk ditusuk segera dengan rudalku. "Ayo..cepetan..kamu sudah lama menginginkan ini kan..Mbak tau kamu sering ngintip dari celah pintu itu..ayoo masukkan dong" ucapnya dengan mesra.

Aku jadi malu dibuatnya bahwa selama ini ia tahu akan perbuatanku. Tanpa pikir panjang aku langsung mencoba memasukkan batang kemaluanku ke liang kenikmatan Mbak Desi. "Aduh!!" meleset pada tusukanku yang pertama. Aku kembali mecoba dan bluess..akhirnya aku berhasil juga. "Gila nih perempuan "pikirku, "ternyata lubang kemaluannya masih sempit sekali" ucapku. Perlahan aku coba menggoyangkan pantatku mau-mundur. Ah.ah..ahh..oh..oh..oh..ah.. Mbah Desi mulai mendesah menahan nikmat. Aku semakin mempercepat goyanganku karena memang ini adalah gaya favoritku. "Ayo..teruuss..ayo.." teriakku memberi semangat". Ah..ah..ah..oh..desah Mbak Desi semakin terdengar kencang. Melihat payudaranya yang bergelantung dan bergoyang-goyang membuatku ingin mewujudkan impianku selama ini. Sambil terus menggenjot Mbak Desi aku berusaha mencapai payudaranya. Kuremas-remas dengan garangnya seolah meremas santan kelapa. Aw..sakiitt..adu..hh..ah..ah.. Mbak Ita tak tahan akan perlakuanku. Aku tidak memperdulikannya dan tetap menggenjot dengan cepat.

Kemudian aku mengganti posisi dengan menggendong Mbak Desi didepanku. Bluess.. Kembali batang kejantananku kumasukkan kedalam liang senggamanya. Ahh..ah..ah..ah..desah Mbak Desi menahan nikmat. Kulumat bibir dan kuciumi seluruh leher dan kukecup kedua puting susunya yang merah itu. Adu..nikkmatt sekaalii ah..ah..ah..oh..oh.. Mendapat perlakuan demikian bertubi-tubi akhirnya Mbak Desi tak sanggup lagi menahan klimaksnya "Keeluuarr ..mau..ke..lua..rr akhirnya Mbak Desi mencapai klimaksnya. Aku yang sedikit lagi juga hampil finish semakin menggenjot dengan cepat."Blep..blep..blep..bunyi hentakan sodokan antara kemaluanku dan kemaluan Mbak Desi yang sudah sangat basah tersebut. Tidak lama kemudian aku merasakan ada denyut-denyut di ujung batang kemaluanku dan:"Crot..crot..crot..tumpahlah seluruh iir maniku kedalam liang senggamanya.

Setelah itu kami berciuman sambil merasakan sisa-sisa nikmat yang ada dan kembali kerumah masing-masing. Keesokan harinya ketika bertemu, kami seolah-olah tidak merasakan sesuatu terjadi. Pembaca sekalian rupanya Mbak Ita tidak mau lagi berbicara denganku semenjak kejadian itu tapi aku terkadang masih melakukan hubungan sex ini hanya dengan Mbak Desi saja ketika saya sedang ingin atau ia sedang sangat ingin melakukannya. Sekarang saya sudah selesai kuliah dan tidak lagi tinggal dibedengan itu. Saya masih sangat merindukan untuk kembali berhubunagn sex dengan Mbak Desi atau Mbak Ita karena mereka telah membuat saya tidak virgin lagi.

Tamat

wanita wanita putus asa

Cerita ini terjadi sekitar 2 tahun yang lalu. Saat itu aku masih kuliah pada semester ke empat. Aku adalah seorang pria lajang 20 th dengan tinggi 175 cm berat 70 kg yang sedang kuliah di salah satu PTN di daerahku. Aku tinggal disebuah rumah bedeng 5 pintu dan aku berada pada pintu yang pertama. Kalau dibandingkan dengan teman-temanku, aku termasuk anak yang pemalu alias kuper (kurang pergaulan). Hal ini membuatku lebih betah berada di kosanku, oh ya di bedeng tersebut aku nge-kost, dari pada harus keluar rumah tanpa tujuan. Sesekali aku juga sering menonton film BF untuk memuaskan hasrat birahiku dan selalu berakhir dengan beronani.

Cukup sudah pengantarnya ok. Sekarang lanjut ke pengalaman pertamaku yang berawal dari tempat kost dimana aku tinggal. Disebelah (pintu no2) tinggal seorang wanita muda sekitar 25 tahun bernama Desi tinggi 160 berat 50 kg yang bersuamikan seorang supir taxi tetapi sudah 7 tahun belum dikarunia seorang anak. Pintu no3 ditempati oleh seorang wanita 35 tahun tinggi 165 berat 60 kg yang sudah memiliki 2 orang anak 7 dan 5 tahun yang semuanya perempuan, ia bernama Ita. Nah, dari sinilah semuanya berawal.

Seperti biasa pada pagi hari semua penghuni bedeng sibuk dibelakang (mandi, mencuci). Perlu diketahui bahwa kondisi di rumah ini memiliki 5 kamar mandi terpisah dari rumah dan 2 buah sumur (air harus diangkat ke kamar mandi, maklum yang punya rumah belum punya Sanyo). Aku yang sudah terbiasa mandi paling pagi sedang duduk santai sambil nonton TV. Lagi asik nonton terdengar olehku gemercik air seperti orang sedang mandi. Mulanya sih biasa saja, tapi lama kelamaan penasaran juga aku dibuatnya. Aku mencoba melihat dari balik celah pintu belakang rumahku, dan aduh!! betapa kagetnya aku ketika melihat Mbak Desi yang sedang mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Aku tidak tahu mengapa ia begitu berani untuk membuka tubuhnya pada tempat terbuka seperti itu. Mbak desi yang sedikit kurus ternyata memiliki payudara sekitar 32b dan sangat seksi sekali. Dengan bentuknya yang kecil beserta puting warna merah jambu untuk orang yang sudah menikah bentuknya masih sangat kencang.

Aku terus mengamati dari balik celah pintu, tanpa kusadari batang kejantananku sudah mulai berdiri. Sudah tak tahan dengan pemandangan tersebut aku langsung melakukan onani sambil membayangkan bercinta dengan Mbak desi ditempat terbuka tersebut. Semenjak hal itu, aku jadi ketagihan untuk selalu mengintip jika ada kesempatan. Keesokan harinya, aku masih sangat terbayang-bayang akan bentuk tubuh Mbak desi. Hari itu adalah hari minggu, dan aku sedikit kesiangan. Ketika aku keluar untuk mandi, aku melihat Mbak Ita sedang mencuci pakaian. Dengan posisinya yang menjongkok terlihat jelas olehku belahan payudaranya yang terlihat sudah agak kendor tapi berukuran 34 b. Setiap kali aku memperhatikan pantatnya, entah mengapa aku langsung bernafsu dibuatnya (mungkin pengaruh film BF dengan doggy style yang kebetulan favoritku). Kembali batang kemaluanku tegang dan seperti biasa aku melakukan onani di kamar mandi.

Dua hari kemudian terjadi keributan di tetanggaku, yaitu Mbak ita yang sedang bertengkar hebat dengan suaminya (seorang agen). Ia menangis dan kulihat suaminya langsung pergi entah kemana. Aku yang kebetulan berada disitu tidak bisa berbuat apa-apa. Yang ada dipikiranku adalah apa sebenarnya yang sedang terjadi. Keesokan harinya Mbak Ita pergi dengan kedua anaknya yang katanya kerumah nenek, dan kembali sorenya.

Sore itu aku baru akan mandi, begitu juga dengan Mbak ita. Setelah selesai aku langsung buru-buru keluar dari kamar mandi karena kedinginan. Diluar dugaanku ternyata aku menabrak sesuatu yang ternyata adalah Mbak ita. Keadaan waktu itu sangat gelap (mati lampu) sehingga kami saling bertubrukan. Menerima tubrukan itu, Mbak ita hampir jatuh dibuatnya. Secara reflek aku langsung menangkap tubuhnya. AduH! Tenyata aku tanpa sengaja telah menyentuh payudaranya. " Maaf.. Aduh maaf mbak, nggak sengaja" ucapku. " Nggak, nggak pa pa kok, wong saya yang nggak liat" balasnya.

Sejenak kami terdiam dikeheningan yang pada saat itu sama-sama merasakan dinginnya angin malam. Tanpa dikomando, tubuh kami kembali saling berdekatan setelah tadi sempat malu karena kecerobohan kami berdua. Aku sangat degdegan dibuatnya dan tidak tahu harus berbuat apa pada posisi seperti ini. Sepertinya Mbak ita mengetahui bahwa aku belum pengalaman sama sekali. Ia kemudian mengambil inisiatif dan langsung memegang kemaluanku yang berada dibalik handuk. Est ..est.. auw ..aku mengerang keenakan. Belum selesai aku merasakan belaian tangannya, tiba-tiba ujung kemaluanku terasa disentuh oleh benda lembut dan hangat. Mbak ita sudah berada dibawahku denagn posisi jongkok sambil mengulum kemaluanku. Aduuhh .. nikmatt.. terus .. Akh ..est .. Sekarang aku sudah telanjang bulat dibuatnya.

10 menit sudah kemaluanku dikulum oleh Mbak ita. Aku yang tadi pemalu sekarang mulai mengambil tindakan. Mbak ita kusuruh berdiri dihadapanku dan langsung kulumat bibinya dengan lembut. Est .. Ah ..uh ouw .. Ia mendesah ketika bibir kami saling berpagutan satu sama lain. Ciumanku sekarang telah berada pada lehernya. Bau sabun mandi yang masih melekat pada tubuhnya menambah gairahku. Est .. Ah .. teruss.. kepalanya tengadah keatas menahan nikmat. Kini tiba saat yang kutunggu. Handuk yang masih menutupi tubuhnya langsung kubuka tanpa hambatan. Secara samar-samar dapat kulihat bentuk payudaranya. Kuremas dan kukecup dengan lembut dan au ..est..nikmaat..teruss ..aow .., Mbak ita menahan nikmat.

Sambil terus mencicipi bagian tubuhnya akhirnya aku sampai juga didaerah kemaluannya. Aku sedikit ragu untuk memcicipi kemaluanya yang sudah sedikit basah itu. Seperti difilm BF aku mencoba mempraktekkan gaya melumat kemaluan wanita. Kucoba sedikit dengan ujung lidahku, rasanya ternyata sedikit asin dan berbau amis. Tetapi itu tidak menghentikanku untuk terus menjilatinya. Semakin lama rasa jijik yang ada berubah menjadi rasa ninkmat yang tiada tara. Est ..est ..teruuss ..tee..russ..auw ..nik, mat..mbak ita tak mampu menahan nikmat yang diterimanya dari jilatan mautku yang sesekali kuiringi dengan memasukkan jariku ke liang senggamanya. "Mbak mau .. kelu..ar ahh" racaunya.
Tanpa kusadari tiba-tiba keluar cairan kental dari vagina nya yang belakangan kutau bahwa itu adalah cairan wanita. Aku belum berhenti dan terus menjilati kemaluanya sampai bersih.

Puas aku menjilati kemaluannya kemudian langsung aku angkat ia kedalam rumahnya menuju kamar tidurnya. Aduh .. benar-benar tak habis pikir olehku, wanita segede ini bisa kuangkat dengan mudah. Sesampai dikamarnya aku langsung terbaring dengan posisi terlentang. Mbak ita tanpa diperintah sudah tahu apa yang kumau dan langsung mengambil posisi berada diatasku. Oh ..ya pembaca, bahwa batang kemaluanku standar-standar saja untuk orang Indonesia. Aku yang berada dibawah saat itu sengaja tidak berbuat apa-apa dan membiarkan Mbak Ita mengambil inisiatif untuk memuaskanku.

Mbak Ita langsung memegang kemaluanku dan mencoba memasukkannya kedalam liang senggamanya. Blues..bleb.. tanpa hambatan batang kejantananku tenggelam seluruhnya kedalam liang kenikmatan Mbak Ita. Est..es..auw..oh..ah..aku hanya terpejam merasakan kemaluanku seperti diperas-peras dan hangat sekali rasanya. Aku tak menyangka bahwa kenikmatan bersenggama dengan wanita lebih nikmat dibanding dengan aku beronani. Mbak Ita mulai menggenjot pantatnya secara perlahan tapi pasti. Ah..ah..ah..oh..oh..nik..maatt..ahh.. Mbak Ita terus melakukan gerakan yang sangat erotis. Desahan Mbak Ita membuatku semakin bernafsu ditambah dengan payudaranya bergoyang kesana-kemari. Rupanya aku tak bisa lagi tinggal diam. Aku berusaha mengimbangi genjotan Mbak Ita sehingga irama genjotan itu sangat merdu dan konstan. Tangankupun tidak mau kalah dengan pantatku.

Aku berusaha mencapai kedua payudara yang ada didepan mataku itu. "Wah ..indahnya pemandangan ini" ucapku dalam hati. Tidak puas dengan hanya menyentuh payudara Mbak Ita, aku langsung mengambil posisi duduk sehingga payudara Mbak ita tepat berada didepan wajahku. Kembali aku melumat putingnya dengan lembut kiri dan kanan bergantian. Ahh..ah ..ah..oh.. Est..ss Mbak ita kelihatannya tak tahan menahan nikmat dengan perlakuanku ini. Lama kelamaan genjotan Mbak Ita semakin cepat dan aku..a..ku.. kee..luuarr..ahh..ohh..nikmaatt Mbak ita akhirnya mencapai klimaks yang kedua kalinya. Aku yang belum apa-apa merasa kesal tidak bisa klimaks secara bersamaan. Akhirnya aku meminta Mbak Ita untuk kembali mengulum kemaluanku. Mbak Ita yang sudah mendapat kepuasan dengan semangat mengulum dan menjilati kemaluanku. Est..est..ahh..oh ucapku ketika Mbak Ita semakin mempercepat kuluman dan kocokannya pada kemaluanku. Sepertinya ia ingin segera memuaskanku dan menikmati air kejantananku.

Selang 10 menit ah..auw..oh..nik..maatt..oh.. crot..crot..crot..semua air maniku tertumpah diwajah Mbak Ita dan diseluruh tubuhnya. Saat itu Mbak Ita tidak berhenti kulumannya dan menjilati seluruh air jantan tersebut. Aku sangat ngilu dibuatnya tapi sungguh masih sangat nikmat sekali.

Setelah merasakan kepuasan yag tiada tara kami langsung jatuh terkulai diatas kasur. Mbak Ita tampaknya sangat kelelahan dan langsung tertidur pulas dengan keadaan telanjang bulat. Aku yang takut nanti ketahuan orang lain langsung keluar dari kamar tersebut dan mengambil handukku menuju rumahku.

Ketika aku baru akan keluar dari rumah Mbak Ita, alangkah terkejutnya aku ketika dihadapanku ada seorang wanita yang kuduga sudah berdiri disitu dari tadi dan menyaksikan semua perbuatan kami. Eh..mm..mbak..mbak ..Desi..ternyata ia tidak lain adalah Mbak Desi. "Permisi mbak, aku mau masuk dulu" ucapku pura-pura tidak ada yang terjadi. Sambil berjalan tergesa-gesa aku langsung menuju rumahku untuk menghindari introgasi dari Mbak Desi. Tiba-tiba "tunggu!!" teriak Mbak Desi. Aku langsung panas dingin dibuatnya. "Jangan jangan ia akan melaporkanku ke Kepala Desa lagi" ucapku dalam hati." Aduuhh gawat nih, bisa-bisa cuci kampung" pikirku. " A..a..ada apa ya mbak" balasku. Mbak Desi langsung mendekatku dan berkata " kamu akan aku laporkan kesuami Mbak Ita dan kepala desa atas apa yang telah kamu lakukan" ucap Mbak Desi. " Ta..tapi kami melakukannya atas dasar suka sama suka Mbak " balasku dengan perasaan sedikit cemas. Tiba-tiba " ha..ha..ha..ha.. " Mbak desi tertawa.

Aku semakin bingung dibuatnya karena mungkin Mbak desi punya dendam dan sekarang berhasil membalaskannya. " Nggak usah takut, pokoknya sekarang kamu tetap berdiri disitu dan jangan sekali-kali bergerak ok!" usulnya. "Mbak mau melaporkan saya atau takut saya lari" ucapku semakin bingung. Tanpa bicara lagi Mbak Desi semakin mendekatiku. Setelah tidak ada lagi jarak diantara kami tangan Mbak Desi langsung melepas handuk yang kugunakan tadi sehingga aku kembali telanjang bulat."Mbak jangan dikebiri ya.." ucapku."Nnggak..nggak pa pa kok" balasnya. Mbak Desi ternyata langsung berjongkok dan mulai mengocok kemaluanku.

Ah..ah..oh..oh.. aku yang tadi lemas kembali bergairah dibuatnya. Belum lagi aku selesai merasakan nikmatnya kocokan lembut dari tangan Mbak Desi, aku kembali merasakan ada benda lembut, hangat dan basah menyentuh kepala kemaluanku. Aku langsung tahu bahwa itu adalah kuluman dan jilatan dari mulut Mbak Desi setelah tadi aku merasakannya dengan Mbak Ita. Kuluman dan jilatan Mbak Desi ternyata lebih nikmat dari Mbak Ita. Aku bertaruh bahwa Mbak Desi telah melakukan berbagai macam gaya dan variasi dengan suaminya untuk memperoleh keturunan. Estt..ah..oh..oh..aduhh..auw.. desahku menahan hebatnya kuluman Mbak Desi. 15 menit sudah acara kulum-kuluman itu dan sekarang Mbak Desi telah berganti posisi dengan menungging. Pantatnya yang kecil namun berisi itu sekarang menantangku untuk ditusuk segera dengan rudalku. "Ayo..cepetan..kamu sudah lama menginginkan ini kan..Mbak tau kamu sering ngintip dari celah pintu itu..ayoo masukkan dong" ucapnya dengan mesra.

Aku jadi malu dibuatnya bahwa selama ini ia tahu akan perbuatanku. Tanpa pikir panjang aku langsung mencoba memasukkan batang kemaluanku ke liang kenikmatan Mbak Desi. "Aduh!!" meleset pada tusukanku yang pertama. Aku kembali mecoba dan bluess..akhirnya aku berhasil juga. "Gila nih perempuan "pikirku, "ternyata lubang kemaluannya masih sempit sekali" ucapku. Perlahan aku coba menggoyangkan pantatku mau-mundur. Ah.ah..ahh..oh..oh..oh..ah.. Mbah Desi mulai mendesah menahan nikmat. Aku semakin mempercepat goyanganku karena memang ini adalah gaya favoritku. "Ayo..teruuss..ayo.." teriakku memberi semangat". Ah..ah..ah..oh..desah Mbak Desi semakin terdengar kencang. Melihat payudaranya yang bergelantung dan bergoyang-goyang membuatku ingin mewujudkan impianku selama ini. Sambil terus menggenjot Mbak Desi aku berusaha mencapai payudaranya. Kuremas-remas dengan garangnya seolah meremas santan kelapa. Aw..sakiitt..adu..hh..ah..ah.. Mbak Ita tak tahan akan perlakuanku. Aku tidak memperdulikannya dan tetap menggenjot dengan cepat.

Kemudian aku mengganti posisi dengan menggendong Mbak Desi didepanku. Bluess.. Kembali batang kejantananku kumasukkan kedalam liang senggamanya. Ahh..ah..ah..ah..desah Mbak Desi menahan nikmat. Kulumat bibir dan kuciumi seluruh leher dan kukecup kedua puting susunya yang merah itu. Adu..nikkmatt sekaalii ah..ah..ah..oh..oh.. Mendapat perlakuan demikian bertubi-tubi akhirnya Mbak Desi tak sanggup lagi menahan klimaksnya "Keeluuarr ..mau..ke..lua..rr akhirnya Mbak Desi mencapai klimaksnya. Aku yang sedikit lagi juga hampil finish semakin menggenjot dengan cepat."Blep..blep..blep..bunyi hentakan sodokan antara kemaluanku dan kemaluan Mbak Desi yang sudah sangat basah tersebut. Tidak lama kemudian aku merasakan ada denyut-denyut di ujung batang kemaluanku dan:"Crot..crot..crot..tumpahlah seluruh iir maniku kedalam liang senggamanya.

Setelah itu kami berciuman sambil merasakan sisa-sisa nikmat yang ada dan kembali kerumah masing-masing. Keesokan harinya ketika bertemu, kami seolah-olah tidak merasakan sesuatu terjadi. Pembaca sekalian rupanya Mbak Ita tidak mau lagi berbicara denganku semenjak kejadian itu tapi aku terkadang masih melakukan hubungan sex ini hanya dengan Mbak Desi saja ketika saya sedang ingin atau ia sedang sangat ingin melakukannya. Sekarang saya sudah selesai kuliah dan tidak lagi tinggal dibedengan itu. Saya masih sangat merindukan untuk kembali berhubunagn sex dengan Mbak Desi atau Mbak Ita karena mereka telah membuat saya tidak virgin lagi.

Tamat

teman dan teman

Sejak peristiwa sexku dengan Diana aku semakin aktif untuk mengikuti senam, yach biasa untuk menyalurkan hasratku yang menggebu ini. Kegiatan ini semua tentunya juga rapi karena ku nggak kepingin istriku tahu hal ini. Suatu ketika aku diperkenalkan pada teman-teman diana satu kelompok, dan pinter sekali diana bersandiwara dengan berpura-pura telah bertemu denganku pada suatu pesta pernikahan seseorang sehingga temannya tidak ada yang curiga bahwa aku telah berhubungan dengan diana.

Hari ini, seusai senam jam 08.30 aku harus langsung kekantor untuk mempersiapkan pertemuan penting nanti siang jam 14.00. Kubelokkan kendaraanku pada toko buku untuk membeli perlengkapan kantor yang kurang, saat aku asyik memilih tiba-tiba pinggangku ada yang mencolek, saat kutoleh dia adalah fifi teman diana yang tadi dikenalkan.
"Belanja Apa De.., kok serius banget..", Tanyanya dengan senyum manis.
"Ah enggak cuman sedikit untuk kebutuhan kantor aja kok.."
Akhirnya aku terlibat percakapan ringan dengan fifi. Dari pembicaraan itu kuperoleh bahwa Fifi adalah keturunan cina dengan jawa sehingga perpaduan wajah itu manis sekali kelihatannya. Matanya sipit tetapi alisnya tebal dan.., Aku kembali melirik kearah dadanya.., alamak besar sekali, kira-kira 36C berbeda jauh dengan diana sahabatnya.
"Eh.., De aku ada yang pengin kubicarakan sama kamu tapi jangan sampai tahu diana ya", pintanya sambil melirikku penuh arti.
"Ngomong apaan sih.., serius banget Fi.., apa perlu?", tanyaku penuh selidik.
"Iya perlu sekali.., Tunggu aku sebentar ya.., kamu naik apa..", tanyanya lagi.
"Ada kendaraan kok aku.." timpalku penasaran. Akhirnya kuputuskan Fifi ikut aku walaupun mobilnya ada, nanti kalau omong-omgngnya sudah selesai Fifi tak antar lagi ketempat ini.
"Masalah apa Fi kamu kok serius banget sih..", tanyaku lagi.
"Tenang De.., ikuti arahku ya.., santai saja lah..", pintanya.
Sesekali kulirik paha Fifi yang putih itu tersingkap karena roknya pendek, dan Fifi tetap tidak berusaha menutupi. Sesuai petunjuk arah dari Fifi akhirnya aku memasuki rumah besar mirip villa dan diceritakan oleh Fifi bahwa tempat itu biasa dipakai untuk persewaan.

"Ok fi sekarang kita kemana ini dan kamu mau ngomong apaan sih", tanyaku tak sabar, setelah aku masuk ruangan dan Fifi mempersilahkan duduk.
"Gini De langsung aja ya.., Kamu pernah merasakan Diana ya..?", tanyanya.
Deg.., dadaku berguncang mendengar perkataan Fifi yang ceplas ceplos itu.
"Merasakan apaan sih Fi?", tanyaku pura-pura bodoh.
"Alaa De jangan mungkir aku dikasih tahu lho sama Diana, dia menceritakan bagaimana sukanya dia menikmatimu.., Hayoo masih mungkir ya..".
Aku hanya diam namun sedikit grogi juga, nampak wajahku panas mendengar penuturan Fifi yang langsung dan tanpa sungkan tersebut. Aku terdiam sementara Fifi merasa diatas angin dengan berceloteh panjang lebar sambil sesekali dia senyum dan menyilangkan kakinya sehingga nampak pahanya yang mulus tanpa cacat. Aku hanya cengar cengir saja mendengar semua omomgannya.
"Gimana De masih mau mungkir nih.., Bener semua kan ceritaku tadi..?", Tanyanya antusias.
Aku hanya tersenyum kecut. Kuperhatikan Fifi meninggalkan tempat duduknya dan tak lama kemuadian dia keluar sambil membawa dua gelas air minum. Fifi kembali menatapku tajam aku seperti tertuduh yang menunggu hukuman. Tak lama berselang kembali Fifi berdiri dan duduk disampingku.

"De..", sapanya manja.
Aku melirik dan, "Apa?", jawabku kalem.
"Aku mau seperti yang kau lakukan pada Diana De..", aku sedikit terkejut mendengar pengakuannya dan tanpa membuang waktu lagi kudekatkan bibirku pada bibirnya.
Pelan dan kurasakan bibir Fifi hangat membara. Kami berpagut bibir, kumasukkan lidahku saat bibir Fifi terbuka, sementara tanganku tidak tinggal diam. Kusentuh lembut payudaranya yang kenyal dia tersentak kaget. Bibirku masih bermain semakin larut dalam bibirnya. Fifi kelihatan menikmati sekali sentuhan tanganku pada payudaranya. Sementara tangan kananku mengusap lembut punggungnya. Fifi semakin menjadi leherku diciumi dan tangan Fifi berada dipunggungku. Tanganku beroperasi semakin jauh dengan meraba paha Fifi yang mulus dia semakin menggelinjang saat tangan kananku mulai masuk dalam payudaranya. Tanpa menunggu reaksi lanjutan aku menaikkan BH sehingga tanganku dengan mudah menyentuh puting yang mulai mengeras.

Kudengar nafas Fifi memburu dengan diselingi perkataan yang aku tak mengerti. Fifi mulai pasrah dan kedua tangaku menaikkan kaos sehingga kini Fifi hanya memakai rok mini yang sudah tidak lagi berbentuk sedangkan BH hitam sudah tidak lagi menutup payudaranya. Kudorong perlahan Fifi untuk berbaring di Sofa, Aku terkagum melihat putihnya tubuh yang nyaris tanpa cacat. Kuperhatikan puting susunya memerah dan kaku, bulu-bulu halus berada disekitar pusar menambah gairahku. Fifi hanya terpejam dan aku mulai menurunkan rok mini setelah jariku berhasil menyentil pengait dibawah pusar. Kini Fifi hanya tinggal memakai CD dan BH hitam kontras dengan warna kulitnya. Aku bergegas mempreteli pakaianku dan hanya tinggal CD. Cepat-cepat kutindih tubuh mulus itu dan Fifi mulai menggelinjang merasakan sesuatu mengganjal dibawah pusarnya. Aku turun menciumi kakinya sesenti demi sesenti.
"Engghh hhss", hanya suara itu yang kudengar saat mulutku beraksi di lutut dan pahanya.

Penisku terasa sakit karena kejang. Mulutku mulai menjalar di paha.., benar-benar kunikmati sejengkal demi sejengkal. Tanganku mencoba menelusuri daerah disela pahany, Dan kudengar suara itu semakin menjadi saat tanganku berhasil menyusup dari pinggir CD hitam dan berhasil menemukan tempat berbulu dengan sedikit becek didalamnya. Tanganku terus membelai bulu-bulu kaku dan tangan satunya berusaha mempermudah dengan menurunkan CD didaerah pada berpapasan dengan mulutku. Kusibak semua penghalang yang merintangi tanganku untuk menjamah kemaluan, dan kini semakin nampak wajah asli kemaluan Fifi indah montok putih kemerahan dengan bulu jarang tapi teratur letaknya. Mataku terus mengawasi kemaluan Fifi yang menarik, kulihat klitorisnya membengkak keluar merah muda warnamya.., aku semakin terangsang hebat.

Mulutku masih disela pahanya sementara tanganku terus menembus liang semakin dalam dan Fifi semakin menggelinjang terkadang mengejang saat kupermainkan daging kecil disela gua itu. Kusibakkan dua paha dengan merentangkan kaki kanan pada sandaran sofa sedangkan kaki kiri kubiarkan menyentuh lantai. Kini kemaluan Fifi semakin terbuka lebar. Mulutku sudah tak sabar ingin merasakan lidahku sudah berdecak kagum dan berharap cepat menerobos liangnya beradu dengan daging kecil yang manja itu dengan bulu yang tidak banyak. Kumisku bergeser perlahan beradu dengan bulu halus milik Fifi dan dia hanya bisa terpejam dengan lenguhan panjang setengah menjerit. Kubirakan dia mengguman tak karuan. Lidahku mulai menjilat dan bibirku menciba menghisap daging kecil milik Fifi yang menjorok keluar. Kuadu lidahku dengan daging kecil dan bibirku tak henti mengecup, kurasakan kemaluan semakin basah.

Fifi berteriak semakin keras saat tangaku juga mengambil inisiatif untuk meremas payudaranya yang bergerak kiri kanan saat Fifi bergoyang kenikmatan. Aku juga tidak tahan melihat semua ini. Kutarik bibirku menjauh dari kemaluanya dan kulepas Cdku sehingga nampaklah batang penisku yang sudah tegak berdiri dengan ujung merah dengan sedikit lendir. Kusaksikan Fifi masih terpejam kudekatkan ujung penisku sampai akhirnya menyentuh kecil kemaluan Fifi. Jeritan Fifi semakin menjadi dengan mengangkat pantatnya supaya penisku menjenguk lubangnya. Kujauhkan penisku sebentar dan kulihat pantat Fifi semakin tinggi mencari. Kugesek gesekkan lagi penisku dengan keras, aku terkejut tiba-tiba tanfan Fifi menagkap batang penisku dan dituntun menuju lubang yang telah disiapkan. Denga lembut dan sopan penisku masuk perlahan. Saat kepala penis masuk Fifi menjerit keras dan menjepitkan kedua kainya dipinggangku. Kupaksakan perlahan batang penisku akhirnya berhasil menjenguk lubang terdalam milik Fifi. Kaki Fifi kaku menahanku dia membuka mata dan tersenyum.

"Jangan digoyang dulu ya De..", pintanya dan dia terpejam kembali.
Aku menurut saja. Kurasakan kemaluan Fifi berdenyut keras memijit penisku yang tenggelam dalam tanpa gerak. Akhirnya Fifi mulai menggoyangkan pantatnya perlahan. Aku merasakan geli yang luar biasa. Kuputar juga pantatku sambil bergerak maju mundur dan saat penisku tenggelam kurasakan bibir kemaluan Fifi ikut tenggelam dengan kulit penisku. Tak seberapa lama aku merasakan penisku mulai panas dan geli yang berada diujung aku semakin menekan dan manarik cepat-cepat. Fifi merasakan juga rupanya, dia mengimbangi dengan menjepitkan kedua kakinya dipinggangku sehingga gerak penisku terhambat. Saat penis masuk karena bantuan kaki Fifi semakin dalam kurasakan tempat yang dituju.
Aku tidak kuat dan, "Fi aku mau keluar", lenguhku.
Fifi hanya tersenyum dan semakin mempererat jepitan kakinya. Akhirnya, Kutekan semua penisku dalam-dalam dan kusaksikan Fifi terpejam dan berteriak keras. Kurasakan semprotan luar biasa didalam kemaluan Fifi. Dan aku terus menggoyangnya, tiba-tiba Fifi berteriak dan tangannya memelukku kuat-kuat. Bibirnya menggigit dadaku sementara pantatnya terus mengejang kaku, aku hanya terdiam merasakan nikmatnya semua ini.

Aku menindih Fifi dan penisku masih kerasan didalam liang sanggamanya. Fifi mengelus punggungku perlahan seolah merasa takut kehilangan kenikmatan yang sudah direguknya. Perlahan kujauhkan pantatku dari tubuh Fifi dan kurasakan dingin penisku saat keluar dari liang kenikmatan. Aku terlentang merasakan sisa-sisa kenikmatan. Fifi kembali bergerak dan berdiri. Dia tersenyum melangkah menuju kamar mandi. Kudengar suara gemericik air mengguyur..,
Fifi kembali mendekatiku, aku duduk diatas karpet untuk berdiri hendak membersihkan penisku yang masih belepotan, aku terkejut saat Fifi kembali mendorongku untuk tidur.
"Eh fi aku mau ke kamar mandi dulu.., bersih- bersih nih.."
Tapi tak kudengar jawaban karena Fifi menunduk di sela pahaku dan kurasakan mulut Fifi kembali beraksi memanjakan penisku dengan lidahnya. Aku geli menggelinjang merasakan nikmatnya kuluman mulut Fifi ke penisku. Telur penisku dijilat dan dihisap perlahan. Serasa ujung syarafku menegang.

Kujepit kepalanya dengan dua pahaku, Aku mulia menggumam tak karuan tapi Fifi semakin ganas melumat penisku. Ujung penisku dihisap kuat-kuat kemudian dilepas lagi dan tangnnya mengocok tiada henti. Akhirnya aku menyerah untuk merasakan kenikmatan mulut Fifi yang semakin menggila. Kulihat kepala Fifi naik turun mengelomoh penisku yang menegang. Saat mulutnya menghisap kusaksikan pipi Fifi kempot seperti orang tua. Penisku dikeluarkan dari mulutnya dan kusaksikan kepala penisku sudah memerah siap untuk menyemprotkan air kehidupan. Fifi kembali menggoyang mulutnya untuk penisku tiada henti. Kepala penisku mendapat perlakukan istimewa. Dihisap dan dikulum. Lidahnya menjilat dan mengecap seluruh bagian penisku. Tangan Fifi membantu mulutnya yang mungil memegangi penisku yang mulai tak tentu arah. Aku kegerahan, kupegang kepalanya dan kuataur ritme agar aku tidak cepat keluar.

Hanya suara aneh itu yang sanggup keluar dari mulutku. Aku mencoba duduk untuk melihat seluruh gerakan Fifi yang semakin liar pada penisku. Kepala Fifi tetap dalam dekapan tangaku, kuciumi rambutnya yang halus dan kobelai punggungnya yang putih licin, dia mulai berkeringat mengagumu penisku. Mulut Fifi berguman menikmati ujung penisku yang semakin membonggol. Tanganku kuarahkan untuk meremas payudaranya. Saat kegelianku datang, payudaranya jadi sasaran amuk tanganku. Kuremas kuat Fifi hanya mengguman dan melenguh. Gila, Sayang aku tidak berhasil mengatur waktu yang lebih lama lagi untuk tidak mengeluarkan cairanku. Mulut Fifi sekain ganas melihat tingkahku yang mulai tak karuan. Lenguhku semakin keras. diluar dugaan Fifi semakin kuat melakukan kuluman dan hisapan peda penisku. Akhirnya aku tidak tahan merasakan kenikmatan yang tiada tara ini. Kuangkat pantatku tinggi ? tinggi, rupanya Fifi mengerti maksudku, dimasukkannya dalam-dalam penisku dan kurasakan Fifi tambah kuat menghisap cairanku aku jadi merasa tersedot masuk dalam mulutnya.

Tak seberapa lama setelah cairanku habis, Fifi masih mengulum dan membersihkan sisa-sisa dengan mulutnya. Aku hanya bisa tengadah merasakan semuanya. Setelah itu Fifi mulai melepas mulutnya dari penisku. Kulihat semuanya sudah bersih dan licin. Fifi tersenyum dan dia mengelus dadaku yang masih telanjang. Aku baru bisa berdiri dan menuju ke kamar mandi saat Fifi beranjak dari duduknya untuk membuatkan aku minuman. Kubersihkan diriku. Aku minum sejenak, dan Fifi hanya diam saja memandangiku.
"Kenapa Fi..?", tanyaku.
Dia memandangku dan berkata, "Maaf ya De sebenarnya aku tadi hanya memancingmu saja kok, aku nggak tahu kamu udah pernah main ama Diana atau belum, abisan aku lihat tatapan mata Diana sama kamu kadang mesra sekali sih aku jadi curiga"
"Gila, kupikir", tapi aku hanya senyum saja mendengarnya.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 12.45 aku harus bergegas untuk menyiapkan rapat. Kami berdua menuju ke toko tempat Fifi memarkir mobilnya. Selama diperjalanan kami semakin mesra dan berkali-kali kudengar lenguh manja Fifi seakan masih menikmati sisa-sisa orgasmenya. Tangankupun sekali-kali tidak lagi takut menelungkup disela pahanya atu penggelayut dipayudaranya yang besar. Bahkan Fifi semakin membiarkan pahanya terbuka lebar dengan rok terangkat untuk mempermudah tanganku mengembara dikemaluannya. Fifipun tak mau kalah penisku jadi sasaran tangannya saat tangaku tidak menempati kemaluannya. Kurasakan penisku tegang kembali. Fifi hanya tersenyum dan meraba terus penisku dari luar celana. Akhirnya sampai juga ditempat Fifi memarkir mobil dan kami berpisah, Fifi memberikan kecup manja dan ucapan terima kasih.
Aku hanya tersenyum dan bergumam, "Besok aku mau lagi.."
Fifi mengangguk dan berkata "Kapanpun Ade mau, Fifi akan layani"
Hati setanku bersoak mendengar jawaban yang mengandung arti kemanjaan sebuah penis dan keganasan kemaluan memerah dengan bulu halus. Diana tidak mengetahui kalau aku sering merasakan kemaluan Fifi yang putih dan empuk itu. Mereka masih tetap akrab dan berjalan bersama seperti biasanya.

Tamat

Popular Posts