Thursday, December 9, 2010

pengalaman seks dengan nyai

Terus terang, semuanya terjadi secara tidak sengaja. Pada waktu itu aku membeli buku tentang indera ke-enam atau “bawah sadar”, tadinya sekedar iseng waktu berada di suatu toko buku. Inti buku itu mengajarkan begini. Kalau kita menginginkan sesuatu maka kita harus mencoba menvisualisasikannya.. Suatu saat apa yang kita visualisasikan itu akan terjadi, akan terlaksana. Mimpi? Bukan. Sebab untuk mencapai indera ke-enam seseorang justru tidak boleh tertidur, tetapi perlu menurunkan gelombang listrik di-otaknya dari gelombang beta menjadi alfa. Caranya? Gampang sekali.. Kita cukup memejamkan mata, membayangkan menuruni tangga spiral dengan minimal 10 gigi. Saat anda membayangkan ini, gelombang listrik di otak anda akan menurun frekuensinga dari 13 cycle atau lebih perdetik, menjadi 8-13 cycle per detik. Kelihatannya mudah tetapi butuh latihan, jadinya ya sukar.. He. He.. Nah di saat itulah kita memasuki bawah sadar (unconsciousness)

Apa keinginnan saya? Lha ini yang kurang ajar. Aku ingin nangkring di tubuh Nyai Elis (waktu muda panggilannya Neng Elis). Nyai Elis adalah ibu kostku. Kenapa Nyai? Pertama, kemungkinan hamil nol persen. Pada usia 48 tahun biasanya wanita sudah masuk masa menopause. Yang kedua, ditanggung bersih, sehat tak mungkin kena penyakit “kotor” seperti gonorrhoe, syphilis, HIV dsb. Yang ketiga, gratis tidak perlu bayar, karena sama-sama menikmati. Untuk wanita, bersebadan dengan orang usia lebih muda akan menambah hormon estrogen, hormon khas wanita. Kalau wanita kekurangan hormon ini akan menderita osteoporosis, yaitu tulang menjadi rapuh, mudah patah.

Meskipun sudah kepala empat, tapi jangan meremehkan kecantikannya. Wajah Nyai masih terlihat ayu. Kulit kuning langsat, tubuh langsing semampai. Secara legendaris, wanita sunda sangat rajin memelihara wajah dan tubuhnya. Mandi lulur sudah seperti prosedur tetap mingguan. Membedaki wajah dengan berbagai ramuan menjadi rutinitas harian. Itu sebabnya tidak hanya wajah dan tubuhnya yang mengesankan. Bau badannya juga sedap dengan aroma lembut. Lalu kalau mau tahu seperti siapa? Seperti siapa ya..? Nah kira-kira seperti itu.. Diana Lorenza, janda beranak satu dari Heru Kusuma.

Sudah tiga tahun aku tinggal di kost milik keluarga Padmadireja (suami Nyai Elis), pensiunan wedana di salah satu kabupaten di Jawa Barat. Keluarga Pak Padma-Nyai Elis ini mempunyai putera dua orang, semua sudah berkeluarga dan tinggal di Jakarta. Tinggalah Bapak–Ibu semang kostku ini dibantu seorang PRT dan seorang supir. Semua karyawan ini pulang sore.

Sudah seminggu aku latihan meditasi, belum ada hasil. Tambah tiga hari lagi, meskipun hampir putus asa. Tiba-tiba.., pada hari ke sebelas..

Malam itu sudah pukul 10, pintu kamarku diketuk orang.

“Mas Agus.. Mas Agus”
“Ya.. Nyai”
“Tolong kerokin ibu sebentar ya..”

Pucuk dicinta, ulam tiba, burung dahaga, apem menganga.., hatiku berjingkrak bukan main.

“Sebentar Bu, saya ganti pakaian dulu”

Kamar-kamar yang dipakai kost letaknya di belakang rumah utama, dipisahkan oleh satu kebun kecil. Ada enam kamar, membentuk huruf U mengelilingi kebun. Masing-masing kamar berpenghuni satu orang. Kebetulan waktu itu masa liburan, namun karena aku harus mengejar “deadline” penyelesaian skripsi, terpaksa aku tidak dapat mudik. Hiya khan, masak sudah jadi mahasiswa PTN terkenal seantero dunia rela di-DO.

Singkat cerita aku sudah duduk di tepi tempat tidur di kamar Nyai. Duduk dengan bersimpuh, ya.. seperti “pengerok” professional itu. Badan Nyai dalam posisi tengkurap di depan saya. Punggungnya yang putih, mulus tanpa penutup apapun. Hanya tali BH sudah dilepas, tetapi buah dadanya masih sedikit terlihat, tergencet di bawahnya.. Leher Nyai terlihat jenjang, putih, dengan rambut yang panjang sampai ke pinggang, disibakkan ke samping. Punggung ke bawah ada sejenis kain sarung yang diikatkan sekenanya secara longgar. Ke bawah, kain itu hanya menutupi sampai lipatan lutut. Di bawahnya betis yang halus, kencang.

Wajah Nyai menghadap ke samping di mana saya duduk. Sesekali meraba lutut saya, entah apa maksudnya. Pemandangan ini mampu dan makin mengeraskan burungku yang sejak dari kamar tidurku mulai melongok, eh.. bangun menggeliat (Jawa: ngaceng). Dalam waktu 15 menit seluruh punggung Nyai sudah aku keroki. Suasana sekitar kamar hening, hanya degub jantungku yang makin mengeras.

Burungku, pelan tapi pasti makin menegang juga. Aku diam, Nyai juga demikian. Mau ngomong apa aku? Bicara tentang Pak Padma..? Ah sama aja bicara tentang kompetitor. Toh malam ini aku yang akan menjadi “Mas Padma”, akan menumbuk padi di lumbung Nyai. Mau ngomong anak-anak Nyai? Yang akan ditengok Pak Padma yang sore tadi berangkat? Ngapain toh sebentar lagi aku akan menganggap Nyai ini ibarat pacarku.

“Pinggangnya juga ya Mas..”
“Ya.. Ya.. Bu..”, jawabku seperti terbangun dari lamunan berahi.

Aku tarik kain yang menutupi pinggang Nyai. Ya ampun.. Rupanya Nyai sudah melepas celana dalamnya. Kini di depan mataku ada pemandangan yang.. Waduh.. Ada gambaran parit sempit di tengah tulang pinggang memanjang ke bawah.. Terus.. Ke bawah, berujung di satu celah sempit di antara dua bukit pantat yang putih padat.. Menggemaskan.. Aku bayangkan.. Apa yang ada di depan pantat itu..

Tiba-tiba Nyai membalikkan badannya..

“Depan ya Mas..”

Dengan mata terbelalak kaget, kini aku melihat pemandangan yang luar biasa, yang belum pernah kulihat selama 24 tahun berada di kolong langit. Seorang wanita dengan kulit langsat telanjang bulat, dengan lingkaran perut pinggang ramping, buah dada masih lumayan besar, meskipun sudah rebah ke samping. Di tengan buah dada yang ber “pola” tempurung, terlihat puting besar warna hitam dikelilingi area hitam kecoklatan.. Di bawah pusar ada rambut yang mula-mula jarang tetapi semakin ke bawah semakin lebat, sepeti gambaran menara “Eiffel” dengan ujung runcingnya menuju pusar.. Di pangkal tumbuhnya rambut terdapat gundukan vagina yang pinggir kiri dan kanannya tumbuh rambut, bak gambaran hutan kecil.. Ampun mana tahan.. Mau pecah rasanya penisku menahan tekanan akumulasi cairan di pembuluh darah penisku.

“Nyai Aku nggak tahan lihat begini..?”
“Maksudnya, Mas Agus sudah capai..?”
“Enggak Nyai.. Burung saya sudah.. Nggak bisa.. Nggak bisa.. Saya nggak tahan lagi..!”
“Lho, kok baru bilang sekarang.. Ayo naik..”, sambil berkata demikian tangan kanannya melambai, mempersilakanku menaiki perutnya..

Seperti kucing kelaparan, aku segera mengangkangi perut Nyai, aku mau mencium pipinya, lehernya, mau melumat bibirnya. Tetapi gerakanku membungkuk terganjal burungku yang keras dan sakit waktu tertekuk. Malah ketika kupaksakan dan terus tertindih perutku, pertahanan katupnya jebol. Karena tiba-tiba.., crut.. crut.. crut.. Dari burungku tersembur, memancar air mani, yang disertai rasa nikmat. Ejakulasi!! Semburan air maniku mengenai dada Nyai, leher dan perutnya.

Setelah menyembur, burungku sedikit kendur, aku peluk leher Nyai, aku kulum dengan berapi-api bibirnya. Rupanya Nyai merespons dengan penuh gairah juga. Aku gigit dengan lembut bibirnya, sesekali aku sedot lidahnya. Lima menit lamanya, baru aku tersadar.

“Maaf Nyai, air mani saya tadi..”
“Ah, nggak apa-apa, itu tandanya Mas Agus masih “jejaka ting-ting”, nanti sebentar juga bangun lagi.”, sambil berkata demikian, Nyai mencium lagi bibirku. Tentu saja aku membalasnya dengan lebih bernafsu.

Kecuali bibirku melumat bibir Nyai, tanganku juga meraba buah dada Nyai. Memang sudah tidak gempal, tapi masih “berisi” 80 persen. Kedua tanganku masing-masing meraba, memeras-meras, memilin-milin puting Nyai. Kadang saking gemasnya cengkeraman tanganku ke buah dadanya agak keras, menyebabkan Nyai meringis menggeliat. Begitu juga bila puting Nyai aku pilin agak kuat, nyai bereaksi..

“Enak, enak.. Tapi sakit Mas.. Jangan keras-keras.. Yang (maksudnya Sayang)..”

Tanpa terasa saat aku menggulati tubuh Nyai, mendekami dada, perut, menekan vagina Nyai dengan penisku, terasa burungku mulai menggelia
t lagi. Makin lama makin keras.

“Nyai.. Burung saya.. Nyai mau.. Lagi..?”
“Nah, apa khan.. saya bilang, ayo.. lagi, tapi ‘ntar.. Yang, aku bersihkan badanku dulu ya.. ya..”

Nyai masuk ke kamar mandi dalam di ruang tidur. Keluar dari kamar rambutnya terlihat sedikit basah, sebagian terjurai di lengan. Ya.. Tuhan.. Cantik sekali dewi ini..

Aku pun juga masuk juga ke kamar mandi, membersihkan bagian badan yang terkena air mani. Keluar dari kamar mandi dalam keadaan telanjang bulat, terlihat burungku tegak, keras mendongak ke atas membentuk sudut 45 derajat dengan garis horizontal. Batangnya besar, warna kehitaman dengan tonjolan pembuluh darah membujur, sebagian melintang. Seperti tongkat ukiran. Ujungnya, gland penis, besar, kemerahan, membentuk topi baja yang mengkilat. Antara gland penis dan batang terlihat leher penis yang dangkal. Rasanya aku mau berkelahi dengan membawa senjata golok.

Waktu Nyai melihat aku dan memperhatikan penisku..

“Hei.. Gede buanget.. Hebat buanget.. Pasti nikmat buanget..” Aku menyahuti tiruan iklan itu, dengan meletakkan ibu jari tangan kananku di depan bibirku..
“Sssstt..” Tentu saja Nyai senyum atas jawaban spontanku.

Langsung akau naiki perut Nyai. Dengan lutut menahan badan, aku sedikit menunduk, memegang penisku. Segera kumasukkan ke liang vagina Nyai. Aku takut kalau nanti terlambat masuk ke vagina, maninya tersembur lagi keluar. Nyai maklum juga kelihatannya. Kupegang penisku, kepalanya kuhadapkan di depan vagina Nyai, lalu kudorong masuk. Bless.. Lega sekali rasanya. Kalau nanti muncrat, ada di dalam liang vagina Nyai..

Lalu aku rebahkan tubuhku ke depan dengan bertumpu pada kedua sikuku. Bertemulah dadaku dengan buah dada Nyai, bibirku dengan bibir Nyai. Kedua tanganku memegang pipi Nyai, Nyai kucium mesra, lalu kucucuk-cucukkan bibirku pada bibirnya, eh.. menirukan burung yang bercumbu. Sesekali tanganku meremas buah dadanya, memilin putingnya, terkadang mulutku turun ke bawah, menghisap puting buah dada Nyai, bergantian kanan dan kiri

Akan halnya penisku waktu kumasukkan ke liang vaginanya, rasanya memasuki ruang kosong, berongga. Tetapi setelah itu rasanya ada kantong yang menyelimuti. Permukaan kantong itu bergerigi melintang, pelan-pelan kantong itu “meremas “penisku. Tak ingin cepat berejakulasi maka kutarik penisku, kantong vagina itu tidak “mengejar”nya. Kumasukkan lagi seperti tadi, terasa masuk ruang kosong, sebentar liang vagina mulai meremas, kutarik lagi. Begitu beberapa kali. Terkadang penisku agak lama kutarik keluar, sampai tinggal “topi bajanya” yang ada di antara ‘labia mayora’-nya. Terus begini Nyai mencubitku..

“Masukkan lagi Yang..”

Gerakkan in-out ini makin cepat, “pengejaran” penis oleh sekapan kantong vagina juga makin cepat. Di samping itu di pintu masuk, bibir luar (labia mayora) dan bibir dalam (labia minora) juga ikut “mencegat” penisku. Makin cepat aku keluar-masukkan penisku, Nyai terlihat makin menikmati, demikian juga aku sendiri. Ibarat mendaki gunung hampir tiba di puncaknya. Kecepatan penisku memompa vaginanya semakin bertambah cepat, denyut nadiku semakin bertambah, nafas juga semakin cepat. Terlihat juga wajah Nyai semakin tegang menanti puncak orgasme, nafasnya terlihat juga semakin kencang. Cairan di liang vagina Nyai juga terasa semakin banyak, ibarat oli untuk melicinkan gesekan penisku. Peluhku mulai menetes, jatuh bercampur peluh Nyai yang tercium sedap dan wangi.

Makin cepat, makin tinggi.., tiba-tiba penisku terasa disekap rongga vaginanya dengan kuat.. Kuat sekali dengan denyutan yang cepat tetapi dengan amplitudo yang rendah. Orgasme! Nyai mencapai orgasme. Di saat itu lengan Nyai memeluk leherku kuat sekali, sedang tungkainya memeluk pantatku dengan kencang.

“Aihh..”, terdengar desah kepuasan keluar dari bibir Nyai.

Beberapa menit kemudian lubang penisku terasa jebol, cairan menyemprot keluar entah berapa cc. Nikmat.., nikmat sekali.. Nikmat luar biasa. Orgasme Nyai terjadi lebih dulu dari ejakulasiku. Kalau saja Nyai masih bisa hamil, kata dokter anak yang lahir nanti adalah pria.

Saya masih tetap memeluk Nyai sambil mengendurkan nafas. Pelan-pelan penisku mulai mengendur, mengkerut. Tapi rupanya Nyai merespons. Paha dan tungkainya diselonjorkan (diluruskan). Maksudnya memberi jalan agar penisku keluar.

“Terima kasih Yang, terima kasih Mas Agus.. Mas hebat sekali..”, bisiknya.
“Kau cantik sekali Nyai, secantik bidadari..”, balasku

Badanku kurebahkan di samping badan Nyai, memeluk Nyai yang tidur telentang. Kami tidur dalam keadaan telanjang, hanya ditutupi selimut.

Nikmatnya Nyai, nikmatnya wanita, nikmatnya dunia.

Tamat

arti sebuah keperawanan

Ahh.., saya menjatuhkan tubuh saya di sofa baru di apartmen yang berlokasi di pusat kota Amsterdam. Jam menunjukkan pukul 17.00, dari jendela saya memperhatikan pohon yang di tumbuh di depan apartemen, di tepi kanal yang banyak dilalui turis asing. Terlihat hanya sehelai daun yang masih tersisa di batang pohon tersebut yang menandakan musim dingin telah tiba.

Dengan perasaan malas saya bangun dan menyalakan radio. Dari channel Sky Radio (Radio terbaik di negeri Kincir Angin) terdengar lagu “I turn to you” dari Melanie C. Karena lapar, saya mencari snack di dapur dan saya menemukan potato chips kesukaan saya.

Sambil mengunyah chips tersebut, melanjutkan lamunan saya dengan memperhatikan lalu lalang perahu di kanal depan. Sedang asyik-asyiknya melamun dari radio terdengar lagu, “All my bags are pack, I am ready to go, I’m standing here outside your door, I hate to wake you up to say goodbye. But the dawn is breaking, it’s early morning. The taxi’s waiting, he’s blowing his horn, Already I’m so lonesome I could cry. So kiss me and smile for me, Tell me that you’ll wait for me hold me like you’ll never let me go. ‘Cause i’m leavin’ on a jet plane, Don’t know when I’ll be back again. Oh, babe, I hate to go. There’s so many time I’ve let you down, So many times I’ve played around. I tell you now, they don’t mean a thing”

Lagu dari John Denver yang berjudul Leaving on the Jet Plane membuat mata saya berkaca-kaca dan bibir saya terasa kelu, dengan tatapan hampa pikiran saya melayang jauh.

Jakarta, Mei 1999
Dengan lunglai saya meletakkan HP saya di meja. Saya baru saja menerima telepon dari pacar saya yang bernama Yenny. Dia akan datang minggu depan! Biasanya saya akan berbahagia sekali kalau dia datang. Tetapi kali ini berbeda, semuanya sudah berubah.

Krisis ekonomi menghancurkan masa depan saya. Di awal tahun 2000, saya bermain saham yang memberikan keuntungan luar biasa. Dengan modal sekitar 200 juta dan pinjaman dari bank (margin trading) sekitar 400 juta, saya bisa mendapatkan sekitar 20 juta perbulan. Semuanya terasa indah, saat itu makan di hotel berbintang terbaik di Jakarta dan nongkrong di mana saja bukanlah masalah bagi saya.

Ketika harga saham terpuruk karena krisis, kemewahan yang saya nikmati berakhir. Dengan nilai saham uang terpuruk hingga 10%, bisa dibayangkan kerugian yang saya alami. Saya memerlukan sekitar 15 juta perbulan hanya untuk membayar bunga pinjaman tersebut. Akhirnya saya menjual rumah dan mobil saya untuk menutup kerugian tersebut. Semua jerih payah dan tabungan saya sejak tahun 1995 habis tanpa sisa.

Hidup saya hanya mengandalkan gaji dari pekerjaan saya yang tidak terlalu besar. Tetapi minggu lalu saya menerima kabar bahwa bank tempat saya bekerja termasuk salah satu bank yang akan dilikuidasi. Dunia terasa begitu gelap dan kejam.

Dengan kondisi tersebut bagaimana saya mempunyai muka untuk bertemu Yenny? Sebagai informasi saat itu saya berumur 26 tahun dan Yenny berumur 23 tahun. Kita sudah pacaran sekitar 3 tahun. Saya bekerja di Jakarta dan Yenny yang lulusan diploma Australia membantu papanya di Medan. Mereka adalah keluarga yang cukup terkemuka di kota Medan. Sebelumnya saya merasa minder dengan kondisi saya, apalagi sekarang saat saya sudah tidak mempunyai apa-apa lagi.

Saya ingat kalau kita jadian di tahun 1996 dan sehari sebelum keberangkatan saya ke Jakarta, kita bernyanyi berdua di karaoke di kota Medan. Kita mengulang lagu Leaving on the Jet Plane berkali-kali. Saya bilang kepadanya: “Every place I go, I’ll think of you Every song i sing, i’ll sing for you when I come back, I’ll bring your wedding ring..”

Saat itu saya berjanji kepadanya bahwa saya akan setia, akan membangun karir dan tiba saatnya saya akan meminangnya.

Akhirnya di hari Jumat, Yenny tiba di Jakarta. Dengan mobil pinjaman, saya menjemput dia di bandara Soekarno Hatta. Dia terlihat begitu anggun saat keluar dari bandara. Dengan jeans warna hitam dan kaos ketat berwarna biru tua, dia terlihat sangat cantik. Tinggi badan Yenny sekitar 170 cm dengan berat 55 kg, sangat proporsional. Saya sendiri setinggi 175 cm dan berat 65 kg. Sering dia bercanda bahwa dia tidak bisa memakai sepatu hak tinggi karena akan lebih tinggi dari saya.

Saya mengantarkan dia ke rumah kakeknya di kompleks Pantai Mutiara. Berhubung di rumah kakeknya sedang ramai, saya cuma duduk sebentar kemudian saya pamit. Sebelumnya kita sudah janjian bahwa besoknya kita akan ke Bandung. Saya sendiri kuliah di Bandung, jadi sudah mengenal kota Bandung dengan segala seluk-beluknya.

Hari Sabtu pagi, jam 10 pagi saya sudah nongol di rumah kakek Yenny. Setelah basa-basi, berangkatlah kita menuju kota Bandung. Pagi itu Yenny memakai jeans berwarna biru dan kaos ketat berwarna putih. Cetakan buah dadanya begitu menantang, memang Yenny dikarunia buah dada yang montok, sekitar 34C. Tetapi saya sendiri lagi murung. Saya sedang memikirkan bagaimana caranya untuk menceritakan kondisi saya pada Yenny.

Perjalanan ke Bandung memakan waktu sekitar 3 jam, dalam perjalanan Yenny bercerita bahwa papanya sudah menginginkannya untuk married dan dia menanyakan rencana saya. Saya cuma terdiam, tanpa apa-apa bisakah saya married? Tetapi untuk mengaku, bibir saya terasa berat.

Sekitar jam 2 siang, kita check in di hotel Chedi yang berlokasi di Jalan Cimbuleuit (melewati kampus Unpar). Bagi yang tahu hotel ini pasti sependapat dengan saya kalau saya bilang ini merupakan salah satu hotel yang paling romantis di Indonesia, betul khan? Kita hanya memesan satu kamar, sebelumnya memang kami sering tidur sekamar. Cuma sampai saat ini kita belum pernah berhubungan seks, cuma saling berciuman dan saling meremas apa saja yang bisa diremas. Saya berasal dari keluarga yang cukup kolot, dan walaupun sering bertualang saya mengharapkan keperawanan di malam pernikahan saya (egois ya?).

Siang itu kita jalan-jalan ke Cihampelas dan BIP. Malam jam 10 saya mengarahkan mobil saya menuju Calista yang berlokasi di Dago Atas. Setelah melalui jalanan yang gelap dan melewati kompleks perumahan, tibalah kita di café Calista dengan pemandangannya yang menakjubkan. Dari sini kita bisa melihat kota Bandung dengan keindahan lampunya. Luar biasa.., saya sulit menemukan kata-kata yang tepat untuk menceritakan perasaan saya. Di depan café, terdapat beberapa mahasiswi dari Unpar yang mengumpulkan dana dengan berjualan bunga ros. Saya membeli 12 ros dan memberikannya ke Yenny. Dia tersenyum senang.

Kita memilih tempat duduk di ujung, yang bisa melihat langsung ke indahnya lampu di kota Bandung. Kami makan sambil ngobrol, saya membelai tangan dan meremas jarinya. Dia banyak menceritakan kesuksesan bisnis keluarganya, sedangkan saya cuma mendengarkan.

Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan jam 12 malam, dan kita sepakat untuk pulang. Saya merangkul dia karena dia sedikit menggigil oleh dinginnya angin malam. Badannya terasa hangat.

Tiba di kamar hotel, saya langsung melemparkan tubuh saya ke kasur. Capek juga setelah seharian mutar-mutar kota Bandung. Yenny juga membaringkan tubuhnya di sebelah saya. Saya merangkulnya, entah siapa yang memulai, bibir kami sudah bertautan. Kita bergantian menjulurkan dan mengisap lidah. Cukup lama kita berciuman, kemudian ciuman saya beralih ke hidungnya, matanya, keningnya dan lehernya yang jenjang. Yenny memeluk saya dengan erat.

Tangan saya sudah beralih ke buah dadanya yang saya remas secara lembut. Terdengar dia mendesah. Ciuman saya terus berlanjut sambil tangan saya mencari-cari puting susunya. Dada saya berdegup kencang dan tangan saya terasa dingin. Akhirnya saya memberanikan diri untuk memasukkan tangan saya ke dalam kaosnya. Terasa oleh tangan saya kulit di perutnya yang halus. Dengan menarik branya ke bawah, jari tangan saya beralih ke buah dadanya yang montok. Terasa lembut dan saya elus buah dadanya dengan gerakan melingkar. Semakin lama semakin ke puncak, akhirnya tiba di puting susunya yang saya putar secara perlahan dengan jari saya.

“Ahh..”, Terdengar nafas Yenny yang kian memburu. Kemudian kaosnya saya tarik ke atas. Terlihat buah dadanya yang sangat putih dan montok. Di ujungnya terlihat puting susunya yang berwarna merah muda. Saya menelan ludah, kemudian mengarahkan ciuman saya ke perutnya lalu naik ke puting susunya. Saat itu Yenny meronta-ronta seperti cacing kepanasan. Dia merangkul leher saya dan rangkulannya semakin erat. Tiba-tiba dia melepaskan rangkulannya dan tangannya beralih ke celana saya. Dia mengelus kemaluan saya yang sudah tegang sejak tadi.

Sementara waktu terus beranjak, dinginnya udara kota Bandung tidak kita hiraukan lagi. Dengan cepat saya membuka kaos dan celana saya berikut celana dalam saya. Saat saya sudah bertelanjang bulat, Yenny tidak berani memandang ke arah kemaluan saya.

Kemudian saya membantu dia membuka kaos dan celananya. Dalam sekejap dua insan manusia sudah berada dalam kondisi polos tanpa tertutup apapun. Saya melirik pangkal pahanya, terlihat bulu-bulunya yang lebat. Saya melanjutkan ciuman dan hisapan pada buah dadanya. Kemudian turun ke arah perutnya dan semakin ke bawah. Jilatan saya tidak langsung saya tujukan ke pangkal kemaluannya, melainkan berlanjut ke pahanya. Lalu ke lututnya yang saya gigit perlahan. Nafas kita berdua semakin memburu.

Sekarang ciuman saya diarahkan ke atas, ke arah kemaluannya. Saya membuka pahanya, terlihat bibir kemaluannya yang berwarna merah dan terlihat basah. Dengan dua jari, saya membuka bibir kemaluannya dan mencari-cari klitorisnya. Setelah menemukan, klitorisnya saya tempatkan di antara jari tangan saya dan lidah saya diarahkan ke sana.

“Ahh..”, Terdengar teriakan tertahan Yenny saat lidah saya menyentuh klitorisnya. Terasa asin dengan bau harum yang sangat merangsang. Cukup lama lidah saya bermain di sana, kadang saya hisap pelan, kadang saya menjilat dengan cepat. Dalam sekejap, carian di kemaluannya bertambah banyak. Saya bisa melihat lubang kewanitaannya yang sangat sempit, jilatan saya kadang-kadang diarahkan ke sana.

Sementara itu jari tangan Yenny mengelus dan membelai batang kemaluan saya yang sudah keras dan berukuran 14 cm.
“Guss.. masukkin yaa”, pinta Yenny.
Saat itu otak saya masih jalan. “Jangan Yen.. ingat malam pengantin kita.., ok?” jawab saya.
Dengan tatapan mata sayu, Yenny memohon, “Tolong Guss, saya nggak tahan lagi.. tolong dong..”
Saya merasa iba dan serba salah. Saya sudah bertahan selama tiga tahun, masakah saya harus menyerah hari ini?

Entah dari mana asalnya, tiba-tiba saya memutuskan untuk jalan terus. Kakinya saya buka dan saya mengarahkan torpedo saya ke liang senggamanya. Terasa begitu sempit, dengan sedikit memaksa.., akhirnya.., “Aaahh..” Yenny berseru, “Ahh.. sakit.. Gus..”
Saat itu saya merasa sedikit heran karena menembus perawan itu tidak susah, tidak seperti yang diceritakan teman saya.
Pelan-pelan hujaman torpedo saya semakin dalam. Rangkulan Yenny pada leher saya semakin erat, terasa kukunya di kulit punggung saya. Saya memulai gerakan memompa. Pelan namun mesra. Jepitan otot kemaluannya sangat terasa. Begitu nikmat, sensasi yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.

Saat itu lidah kita bertemu dan saling memelintir. Goyangan saya dipercepat dan sekali-kali saya mengganti goyangan keluar masuk dengan goyang memutar. “Eeennaakk Gus..”

Terasa goyangan pinggul Yenny yang semakin cepat, tiba-tiba dia berseru, “saya datangg Guss..”
Saya memperdalam hujaman torpedo saya karena saya merasa bahwa saya juga hampir ejakulasi.
“Ahh..” tubuh Yenny mengejang, dalam beberapa detik saya mengalami hal yang sama. Kita ejakulasi pada waktu yang hampir sama.

Setelah itu kita berbaring dan ketika sudah tenang, Yenny mengakui bahwa sebelumnya dia sudah pernah melakukan hubungan seks. Sewaktu dia kuliah di Australia, dia pernah pacaran dan berhubungan seks, walaupun cuma sekitar 10 kali.

Saat itu pikiran saya begitu kalap. Saya menjaga dan menghargainya selama tiga tahun dan apa yang saya dapatkan? Ampas dari orang lain? Amarah saya begitu memuncak.
“Yen, kenapa nggak berterus terang? Kenapa?” Tanpa terasa air mata saya mengalir. Di sebelah Yenny dengan menangis terisak-isak meminta maaf kepada saya. Saat itu saya cuma berdiam diri dan berbaring menghadap ke arah lain. Saya merasa dia begitu kotor. Saat itu saya sendiri tidak berpikir betapa banyak cewek yang pernah saya tiduri.

Paginya kita langsung balik ke Jakarta tanpa banyak bicara. Di mobil, saya menceritakan kondisi keuangan saya dan saya bilang bahwa saya tidak sepadan dengannya. Saya tidak mempunyai apa-apa lagi. Dan saya merasa nggak bakalan bisa kawin dalam waktu tiga empat tahun ke depan.

Dia cuma menangis. Setelah itu, Yenny balik ke Medan dan kita tidak pernah berhubungan lagi. Di bulan Juni 1999, perusahaan saya bangkrut dan dengan sisa uang yang saya miliki, saya mengikuti ujian TOEFL dan GMAT dan melamar beasiswa ke Inggris.

Badai pasti berlalu, Seperti lirik lagu lama, demikian juga nasib saya. Saya berhasil mendapatkan beasiswa untuk mengambil MBA di Inggris selama dua tahun. Walaupun tidak mempunyai materi, setidaknya saya mempunyai otak dan ilmu.

Di bulan September 1999, saat pulang ke Medan untuk pamitan kepada orang tua saya, saya bertemu Yenny. Saat itu dia sudah mendapatkan cowok lain, yang walaupun lebih tua (umur 35 tahun), namun sangat matang dan memanjakan dia. Saya sebenarnya masih mereka-reka, kita putus karena dia merasa terhina dengan perlakuan saya atau karena kondisi materi saya?

Di Inggris saya berpacaran dengan seorang cewek dari Jakarta. Umur pacaran kita cuma tiga bulan, saya merasa tidak cocok dalam pembicaraan dan sifatnya.

Saat ini saya melakukan kerja praktek di Amsterdam. Bulan lalu saya mendengar bahwa Yenny sudah menikah. Dan saya begitu menyesal. Apakah cinta bisa di nilai dengan keperawanan atau harta benda? Saya sadar sekarang (tetapi sudah terlambat), keperawanan itu tiada artinya dibandingkan kecocokan, sifat, dan kecantikan spiritual.

Yen, kalau kamu membaca cerita ini, saya mau minta maaf. Saya begitu naif, bodoh, dan egois. Seandainya saya bisa kembali ke masa lalu, saya tidak akan mempersoalkan masalah keperawanan itu dan akan mencintai kamu dengan tulus. Saya cuma bisa mendoakan kamu agar selalu berbahagia.

Di luar angin membawa daun terakhir jatuh ke bumi membawa misteri alam dan percintaan manusia bersamanya.

Komentar, kritik dan saran harap ditujukan melalui email saya.

Tamat

selingkuh itu indah

Hubunganku dengan Yayan, cewek gampangan itu berada di titik perhentian. Masalahnya, setelah jadian denganku ia masih tetap gampangan, terutama kalau lagi bercanda sama cowok-cowok lain. Dan bahkan, kudengar rumor dari teman dekatnya sekaligus teman curhatku, Ranti, bahwa ia selingkuh dan pernah ML sama cowok lain. Awalnya aku tidak percaya. Tetapi, setelah Ranti cerita dengan segala sumpah, aku langsung berbalik mempercayainya. Di depanku Yayan tuh yang sok-sok baik dan merasa tidak ada apa-apa. Kupikir, biarkan sajalah, kutahan saja niatku untuk membalasnya untuk beberapa waktu lagi.

Di samping itu, hubunganku dengan Ranti malah tambah dekat. Aku sering jalan bareng, curhat, dan lain-lain. Sekitar beberapa lama aku jadi dengan Yayan memang aku agak menaruh perhatian terhadap Ranti. Wajahnya memang lebih cantik dan anggun dibanding si cewek gampangan itu. Nada dan intonasi bicaranya lembut. Meski pinggulnya nampak agak besar, terimbangi oleh bentuk pantatnya yang bahenol dan kencang. Awalnya, pikiranku belum tertuju untuk selingkuh dengannya atau lebih mendekatinya karena aku takut dia hanya menganggapku sebagai teman. Tapi Ranti sering menasehatiku untuk segera menindak tegas Yayan supaya dia tidak seenaknya. Setelah beberapa kali sering jalan, makan, dan merasa lebih dekat dengan Ranti, aku mulai berpikir masa bodoh. Aku tidak mempedulikan bagaimana reaksinya nanti.

Mulai saja hari-hari kemudian kujalankan niat balas dendamku itu. Setiap kali pulang kuliah, kuajak Ranti untuk pulang bareng (karena memang rumahku hampir dekat dan searah dengan Ranti). Nada ajakanku ke Ranti kupertegas dan bernada menyindir, “Ran, gue anter yuk.. daripada loe pulang sendirian.” Mungkin kalau di Microsoft Word itu memakai underline, bold dan berwarna merah. Selalu sepintas kulihat wajah Yayan seperti bingung dan salah tingkah. Belakangan, saat makan bareng Ranti, kudengar dari Ranti kalau Yayan sepertinya mulai mengetahui kalau aku tuh tahu dia selingkuh. Langsung saja aku tertawa sepuasnya. “Hahaha.. biar tau deh gimana rasanya diselingkuhin,” Ranti hanya tersenyum dengan ciri khas lembutnya itu. Sejenak pandangan kami bertemu. Hehe.. aku mulai merasa ada rasa dari Ranti juga nih. Memang asyik rasanya membalas dendam. Pernah waktu aku jalan bareng Ranti, Yayan menelepon HP-ku dan kubilang saja dengan nada jutex, “Oohh.. lagi nganterin Ranti nih, tau tiba-tiba ngajakin aja.” Haha.. puas rasanya. Mungkin saja dia cuma formalitas menelepon sedangkan di sebelah dia menelepon adalah cowok selingkuhannya.

Sekitar beberapa hari kemudian, pas malam Minggu ada acara ultah teman. Saat bubaran mau pulang, Yayan nampak bingung, salting (salah tingkah), takut, ragu-ragu, (dan sebagainya) untuk memintaku mengantar dia pulang. Sejenak kupikir-pikir alasan yang tepat, nyindir dan tajam untuk dijawab. Kujawab saja, “Mmm.. loe pulang sama si Hendra deh, atau si Leni.. kan searah tuh. Gue mau nganterin Ranti nih, kasian dia nggak ada yang searah lagi selain sama gue.” Setan di dalam tubuhku sepertinya menari kegirangan. Yayan hanya menjawab, “Ooohh.. ya.. udah deh.. nggak apa-apa..” dan memasang muka “salting” kembali. Langsung saja kuajak Ranti pulang di depan Yayan supaya dia dengar, “Ran.. yuk.. daripada kemaleman!” Akhirnya kuantar dia pulang. Saat itu, aku bermaksud untuk “nembak” Ranti, cuma aku masih sedikit ragu. Sudah sampai rumahnya pun aku masih belum ngomong hal itu. Tapi, sebelum turun ada suatu kejadian. Setelah aku bilang “Ran, ati-ati yah besok pagi gue telfon.” Ranti berkata, “Oh.. iya, thanks ya, Di..” Setelah kata “Di” itu, Ranti mencium mesra pipi kiriku. Jantungku langsung berdegup cepat. Suhu badanku langsung naik. Dan, yang paling penting adalah rasa takut dan ragu-raguku tadi sudah hilang tak berbekas sedikitpun. Kupanggil dia, “Ehh.. Ran..” sambil kutarik lengan kanannya, dan kucium bibir manisnya itu.

Untuk kedua kalinya aku berhasil membuat wanita tidak berdaya dengan ciuman dan pelukanku. Tubuh Ranti lemas dalam pelukanku. Tak beberapa lama setelah adegan main lidah, Ranti berkata dengan sedikit ngos-ngosan, “Di.. hh.. hh.. ke dalem dulu yuk!” Betapa kebetulan sekali rumah Ranti hanya ada pembantunya saja. Orang tuanya sedang ke luar kota, dan kakaknya sedang menginap di puncak. Setelah mengunci pintu kamar dengan terburu-buru, Ranti langsung memelukku lagi dan menabrakkan tubuhku ke tembok kamarnya. Anehnya, punggungku tidak sakit sedikitpun (^_^). Awalnya aku merasakan atmosfir sexual yang cepat. Namun, tak beberapa lama temponya agak menurun. Kemudian, dengan perlahan-lahan, kurebahkan tubuh Ranti di ranjangnya. Kuteruskan ciuman sambil membuka kancing kemejanya. Ia pun tidak mau kalah. Kaos Polo Shirt-ku dibukanya juga. Begitupun dengan celana panjangku ia pelorotkan sehingga batang penisku yang ereksi itu sesekali menggesek celananya.

Begitu kulihat tubuhnya, wuihh.. ternyata lebih bagus, lebih berbentuk, berisi daripada Yayan. Kubuka branya, kubuang lalu kulumat-lumat puting buah dadanya itu. Ranti nampak lebih ngos-ngosan. Desahannya juga banyak ia keluarkan. “Hhghh.. Di.. eughh.. Di..” Sambil tidak memperdulikan jambakannya, kupelorotkan celananya serta CD-nya. Belahan lubang vaginanya kuelus dengan jari tengahku. Saat kulakukan itu, Ranti mencengkeram punggungku dengan jari-jarinya yang berkuku agak panjang sehingga aku sedikit merintih, “Ughh..” teriaknya, “Eldii.. aahh..” mengiringi cengkeramannya. Tak sabar dan tak tahan lagi, segera kutusukkan “menara pencakar langitku” ke vaginanya. Dan ternyata, untuk kedua kalinya lagi aku menembus selaput perawan. Teriakan Ranti kembali kudengar, tapi kali ini lebih keras. “Eldii.. Eldii.. aahh.. ehh.. ghh..” Kulihat di matanya yang sedang terpejam, ada sedikit air mata menetes. Dari situ, aku tahu kalau Ranti menahan sakit yang sangat sakit. Oleh karena itu, aku menurunkan tempo maju-mundurku lebih pelan. Lagipula pasti ejakulasiku tidak akan lama.

Setelah beberapa lama, Ranti mulai terbiasa. Dia sesekali mencium dan melumat bibirku. Kemudian, kuambil penis kencangku itu, dan posisi kuganti jadi doggy style namun bukan melalui anal. Sambil terus kugoyang badanku, kupegangi pinggul Ranti yang kubilang besar itu. Tidak salah deskripsiku. Bagian tubuhnya memang lebih berisi, sekel, kenceng, dan sebagainya. Batinku berkata, “Hahah, nggak percuma nih gue selingkuh..” Dalam posisi ini tidak begitu lama. Tapi, antara sengaja dan tidak sengaja, kukeluarkan air mani derasku di dalam liang Ranti. Berbarengan dengan rintihanku, “Egghh..” Ranti juga merintih, “Aghh.. aahh.. Uhh..” Aku tak tahu apakah Ranti akan hamil atau tidak. Bodo amat, pikirku. Mau dikawinin juga ayo-ayo aja (^_^). Lalu kupeluk erat tubuh sekel Ranti. Tak tahunya, ia membisikkanku dengan lirih, “Di.. ehh.. hh.. sakiitt..” Lalu kuelus rambut ikalnya sambil terus kupeluk erat. Sekilas di ranjangnya, ada bercak darah. Begitu juga di beberapa bagian dan ujung penisku.

Beberapa saat setelah “nyawa” telah terkumpul kembali, jadi pengen iseng nelepon ke rumah Yayan. Aku kompakan dengan Ranti untuk ngerjain Yayan. Begitu diangkat, ternyata pas si Yayan yang ngangkat. Yayan duluan yang bertanya, “Di?! Dimana loe?” Langsung saja kujawab, “Lagi di rumah Ranti, gue lagi di kamarnya nih nemenin, kasian dia sendirian, cuma sama pembokat doang. Mungkin gue nginep kali?!” Dia kembali salting dan berbicara terbata-bata, “Ee.. ee.. di kamar? Ngapain??” Kubalas jawab lagi, “Gimana sih loe.. tau lah kalo udah di kamar lagi ngapain??” Kututup saja teleponnya dan kucium lagi bibir indah Ranti. Setelah Ranti melakukan blowjob, akhirnya aku jadi nginep di rumahnya, tidur seranjang bersama cewek untuk pertama kali.

Tamat

nikmatnya perawan

waktu itu saya masuk sebuah sekolah akademik diploma 1 tahun di Bandung, dan ternyata semua mahasiswi-mahasiswinya di sini lumayan cakep-cakep juga. Setelah 2 minggu lewat saya mulai akrab dengan semua mahasiswa-mahasiwa sekampus, dan terus terang di jurusan saya (Manajemen Informatika), perempuannya hanya sedikit sekali, dan kampus ini juga baru berdiri jadi belum begitu terkenal.

Setelah tiga minggu belajar di kampus ini, ternyata ada mahasiswi baru yang cantik, putih dan bercahaya, pakaiannya juga biasa-biasa saja tetapi semua laki-laki di kelasku, melongok melihat dia. Yaa ampun, cantik benar nih. Jam mata kuliah pertama selesai dan anak-anak laki-laki di kelasku banyak yang kenalan tapi terus terang hanya saya dan temanku berdua bisa dibilang cool, kami hanya keluar dan makan di kantin. Saya benar-benar belum punya nyali untuk dekat dengan wanita-wanita di kampus waktu itu. Dan dengan si mahasiswi baru itu pun kenalnya sangat lama sekali. Sebut saja nama panggilannya Ani. Saya yang baru memasuki dunia baru di perkuliahan, dan melihat cewek-cewek di kampus pun begitu menggebu-gebu nafsu birahiku. Tapi saya hanya punya pikiran dan perasaan sama si Ani ini, mungkin banyak cowok lainnya berpikiran dan berperasaan begitu juga, tapi saya tidak PD, dan saya itu bisa dibilang pendiam dan rata-rata menurut teman-teman, saya ini punya wajah lumayan ganteng. Yaa.. itu sih menurut teman-temanku.

Waktu perkuliahan pun terus berjalan, dan setelah 3 bulan lebih saya mulai akrab dengan Ani ini dan mulai sering ngobrol (sebelumnya hanya kenal senyum saja, ataupun hanya menanyakan tugas mata kuliah). Dan ternyata Dia ini lagi cuti kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta hukum terkenal di Bandung, tapi saya lupa waktu itu dia semester berapa, yang saya ingat waktu itu saya berumur 19 tahun dan dia berumur 22 tahun. Dan ternyata dia sudah punya pacar. Waduh hatiku lemas, walaupun sudah jarang ketemu tetapi statusnya masih resmi pacaran.

Saat kami berdua ngobrol, dia suka curhat tetapi saya suka mencuri pandangan ke arah buah dadanya yang indah menawan itu. Waduh pokoknya bulat tegap dan sedikit runcing, begitu juga kulitnya tidak satupun bekas goresan luka, hanya putih mulus dan pantatnya bulat menantang. Kalau dilihat dari belakang, waduh.. membuat kemaluan saya berdiri tegap dan ingin kuremas-remas dan ditancap dari belakang. Bayangkan kalau berjalan dia berlenggang-lenggok. Dia memiliki rambut yang indah, hitam dan panjang, berhidung mancung, berbibir tipis, alis dan bulu mata yang lentik (tapi seperti cewek bule). Dan memang cewek ini anak seorang yang kaya raya. Dan kami pun menjadi dekat dan akrab, tapi tidak tahu dia itu sukanya bareng dan jalan sama saya saja. Padahal kan banyak teman cewek di kampus itu ataupun cowok yang lain. Yaa.. tapi saya pun sangat senang sekali bisa jalan bareng sama Ani, Dia pun sering mengajak saya main ke rumahnya. Namun itu tidak pernah terjadi, mungkin saya tidak biasa main ke rumah cewek. Dan akhirnya dia ingin main ke rumah saya, waduh saya juga bingung karena saya juga belum pernah kedatangan teman cewek apalagi seperti dia, tapi dia terus memaksa saya.

Suatu hari di kampus, mata kuliah satu sudah selesai dan harus masuk lagi untuk mata kuliah yang kedua, tapi waktunya sore hari, dan ketika sudah selesai mata kuliah satu, kami pun merasa BT kalau di kampus saja, dan Ani memaksa saya untuk main ke rumah saya, katanya ingin tahu tempat tinggal saya dan sekaligus ingin curhat. Ya untungnya rumah saya itu hanya ada saudara saya (karena saya tidak tinggal bersama orang tua) dan rumah itu milik nenek saya. Oleh karena itu kehidupan saya bebas dan saling cuek sama anggota keluarga lainnya di rumah itu. Tidak ada saling curiga atau hal apapun, yang penting tidak saling merugikan satu sama lain.

Kami pun berdua pergi ke rumah saya. Siang bolong, ketika sudah sampai di rumah, Ani saya persilakan masuk ke kamar saya dan ternyata saya tidak grogi atas kedatangan cewek cantik ini. Dan ketika baru mengobrol sebentar lalu dia bicara, “Ted panas yaah hawa di Bandung sekarang ini.”
“Iya nih!” sambil kubawakan minuman dingin yang sangat sejuk sekali.
“Ted.. boleh nggak saya buka baju, kamu jangan malu Ted, saya masih pake pakaian dalam kok, habis panass siihh..”
Waduh memang saya merasa malu waktu itu dan sedikit deg-degan jantungku.
“Aduuh gimana kamu ini, emang kamu nggak malu sama aku?” bantahku.

Tapi kan dia sudah ngomong kalau dia masih memakai pakaian dalam. Kemudian saya keluar kamar sebentar untuk mengambil makanan ringan di lemari es, dan ketika saya memasuki kamar lagi, ya ampun.. pakaian dalam sih pakaian dalam tapi kalau ternyata kalau itu BH yang super tipis dan kelihatan puting susunya. Waduh, saya sangat grogi waktu itu dan saya pun sering memalingkan wajah, tapi tidak dapat dipungkiri, kemaluan saya pun berereksi dan aliran darah saya pun mengalir tidak karuan, apalagi hawa sedang panas-panasnya.
“Ayo sekarang kamu mau curhat lagi?” kataku.
“Nggak sih Ted, saya udah minta putus sama dia (pacarnya-red) dan dia setuju untuk resmi putus.”
“Ya udah.. abis gimana lagi”, katanya.

Dalam hatiku, asyik dia sudah putus, dan saya pun berpura-pura bersedih, karena memang kasihan melihat wajahnya sedikit pucat dan sedikit menangis. Dia memelukku sambil sedikit bicara kepadaku, tapi itu lho anuku tidak bisa diam dan semakin panas saja suhu tubuhku. Ketika kuelus rambut dan punggungnya, eh dia menciumku dan kubalas ciumannya dan dia membalas lagi, semakin lama kami berciuman dan dia memasukkan lidahnya ke mulutku. Waduh, ini benar-benar mengasyikan dan terus terang ini adalah pertama kali bagiku. Dan dia pun mengeluarkan suara desahan yang sangat lembut dan sensual, dan dituntunnya tanganku ke buah dadanya, langsung saja kuremas-remas dan BH-nya pun kubuka. Wow, buah dada yang sangat indah, putih, bulat berisi dan mancung serta puting yang bagus, sedikit warna merah di seputar putingnya dan berwarna coklat di puncaknya, sekali-kali kupelentir putingnya dan dia pun mendesah kuat, “Ssstthh ha.. hah.. aahh.. okhs Ted, bagus Ted, eenakk”, suaranya yang kecil dan merdu. Dia membuka bajuku dan aku kini dibuatnya telanjang, tapi aku hanya pasrah saja, tidak ada rasa malu lagi.

“Apa kamu sering melakukan ini sama pacar kamu?” kataku.
“Iya Ted, tapi nggak sering.. aaksshh..” kata dia sambil mendesah, tanganku diarahkannya ke liang kemaluannya, dan langsung kuelus-elus sambil lidahku menjilat putingnya yang indah itu. Sedikit-sedikit kuselingi dengan gigitan ringan tepat di puncaknya, dan dia menggeliat keenakan. Dan kemaluannya pun basah. Kubuka celananya dan celana dalamnya secara perlahan.

Oh iya, kami melakukannya di sofa kamarku tepat di depan TV dan stereo-set. Dan kami lagi sedang mendengarkan lagu-lagu rock barat tahun 70-an, ketika kubuka CD-nya, yes.. dia memiliki kemaluan yang bagus, bulu sedikit, dan memang dia masih perawan, dengan pacarnya juga hanya melakukan oral sex. Tetapi saya belum berani untuk menjilat kemaluannya, saya hanya mengesekkan tangan saya ke bibir kemaluannya. Eh ternyata dia turun dari sofa dan menghisap batang kemaluanku, “Aaakshh.. hsstt oks!” dia menjilati biji pelerku dan dia mengisap kemaluanku lagi sambil dipegang dan dikocoknya. “Waduuhh.. enak sekalii akkhhss..” aliran-aliran darahku mengalir dengan serentak dan ingin kumasukkan kemaluanku ke liang kemaluannya, tapi apa dia mau? Beberapa menit kemudian.. “Ted, kamu punya barang gede enggak, kecil enggak, panjang enggak and pendek enggak, tapi bener Ted, saya sangat suka kamu punya barang”, katanya sambil berdiri dan lubang kemaluannya dihadapkannya ke wajahku aku semakin tidak kuat saja.

Langsung saja kujilat liang kemaluannya. Wah agak bau juga nih, tapi bau yang enak. Semakin lama semakin asyik dan sangat enak, dan dia pun merintih-rintih kecil, “Uwuuhh oo.. sstt akhs.. akhs.. akhs.. oohh aahh.. sstth”, sambil tubuhnya agak bergerak nggak karuan, mungkin jilatanku belum pintar tapi kulihat dia sedang keasyikan menikmati jilatanku. Lalu dia berdiri dan menarik tubuhku ke lantai. Di situ kami berciuman lagi, entah kenapa aku merasakan sesuatu yang hangat di sekitar liang kemaluannya, kuingin batang kemaluanku dimasukkannya ke lubang kemaluannya. Soalnya aku masih ragu. Tapi saya memberanikan untuk bicara.

“An, kamu masih perawan nggak?”
“Iya.. aksshh.. sstt.. sstt aakhs”, katanya. Ternyata dugaanku benar.
“Tapi sama pacar kamu itu?”
“Iya tapi kalau aku sama dia hanya oral aja”, kata Ani.
“Tapi Ted, gimana kalau kita ini sekarang..” dia tidak melanjutkan pembicaraannya.

“Okh.. ookh.. okh.. sstt..” dia mencoba untuk memasukan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya dengan bantuan tangannya. Dengan begitu, aku pun berusaha untuk memasukkan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya, dan secara perlahan kugesekkan batang kemaluanku ke liang kemaluannya dan sedikit demi sedikit kumasukkan kemaluanku, tapi ini hanya sampai kepala aja, dan.. “Ooohh aakksshh.. ahh.. ah.. aahh.. oohh.. sset”, dia merintih- rintih. Aku terus menggenjot dia.
“Ted, ternyata pedih juga, aahh!” katanya.
“Tapi teruskan saja Ted..”.
Kulihat wajahnya memang mengkhawatirkan juga, tapi yang kurasakan adalah kenikmatan, meskipun itu masih tersendat-sendat dan sedikit kehangatan, “Ookkhhss.. sstt, aduh nikmatnya”, kataku. Dan memang ada sedikit darah di batang kemaluanku dan yes.. semua batang kemaluanku masuk, dan benar-benar nikmat tiada tara, dan hilanglah perawannya dan perjakaku.

“Ssstt.. sstt..” desahannya yang merdu dan menggairahkan apalagi didukung oleh kecantikannya dan mulus kulitnya. Dan kami masih melakukan gaya konvensional dan terus kugenjot naik turun, naik turun dan tumben, aku masih kuat dan menahan kenikmatan ini, karena kalau aku sedang onani, tidak selama ini. Di lantai itu kami melakukannya serasa di surga. “Assh.. asshh.. aakss.. oohh.. aksh.. sstt”, dia menjerit-jerit tapi biarlah kedengaran oleh saudaraku, yang lagi nonton TV di ruang keluarga. Karena pasti suara jeritan Ani ini kedengaran. “Terus Ted, aduhh Ted kok enak sih.. aakss ssttss..” katanya sambil merem melek matanya dan bibirnya yang aduhai melongo ke langit dan langsung kujilat lidahnya. “Duuhh aahss sstt duh An, aku mau keluar nih!” kataku. “Uuhhss sstt jangan dulu dong Ted.. bentar lagi aja”, katanya. Tapi memang saya waktu itu sudah nggak kuat, ehh ternyata.. “Sss oohh akkhhss.. oohh, duh Ted boleh deh sekarang, kamu dikeluarinnya di sini aja”, sambil ditunjukanya ke arah payudaranya. Dan.. “Creett.. cret.. cret.. crret” dan air maniku yang banyak itu menyemprot ke payudaranya dan sekitar lehernya. Selesailah main-main sama Ani, dan waktu pun menunjukan arah jam 5 lebih dan memang kami sudah telat untuk pergi lagi ke kampus memasuki pelajaran Mata Kuliah kedua.

Kami berdua terkulai dan ketiduran di lantai itu dalam keadaan masih telanjang, dan lagu di stereo tape-ku pun sudah lama habis. Bangun-bangun sudah hampir jam 19.00, kami pun bergegas berpakaian dan aku pergi ke kamar mandi untuk mandi, sesudah saya selesai mandi dia juga mandi, dan akhirnya kami pergi jalan-jalan sekalian mencari makan. Kami pergi ke daerah Merdeka dan makan. Sesudah itu kami nonton di Bioskop. Di Bandung Indah Plaza (BIP), lupa lagi waktu itu kami nonton apa. Sesudah selesai nonton Ani tidak mau pulang dia ingin menginap di rumah saya. Waduh celaka juga nih anak, ketagihan atau dia lagi ada masalah dengan keluarga di rumahnya. Setelah kami berbincang-bincang, ternyata dia tinggal tidak bersama orang tuanya, sama seperti saya. Dia tinggal bersama bibinya, dan memang tidak ada perhatian bibinya kepada Ani. Dan kami berdua pulang ke rumah saya dengan membawa makanan ringan, minuman (beer dan Fanta). Sesampainya di rumahku, kami berdua mengobrol lagi sambil menonton TV, dan kusuruh dia tidur duluan, kamipun tidur sambil berpelukan terbuai terbawa oleh mimpi indah kami berdua.

sejak saat itulah kami resmi berpacaran, dengan begitu makin sering juga kami melakukan perbuatan “nikmat” seperti yang telah kami lakukan sebelumnya.

Tamat

Popular Posts