Thursday, December 9, 2010

pengalaman seks dengan nyai

Terus terang, semuanya terjadi secara tidak sengaja. Pada waktu itu aku membeli buku tentang indera ke-enam atau “bawah sadar”, tadinya sekedar iseng waktu berada di suatu toko buku. Inti buku itu mengajarkan begini. Kalau kita menginginkan sesuatu maka kita harus mencoba menvisualisasikannya.. Suatu saat apa yang kita visualisasikan itu akan terjadi, akan terlaksana. Mimpi? Bukan. Sebab untuk mencapai indera ke-enam seseorang justru tidak boleh tertidur, tetapi perlu menurunkan gelombang listrik di-otaknya dari gelombang beta menjadi alfa. Caranya? Gampang sekali.. Kita cukup memejamkan mata, membayangkan menuruni tangga spiral dengan minimal 10 gigi. Saat anda membayangkan ini, gelombang listrik di otak anda akan menurun frekuensinga dari 13 cycle atau lebih perdetik, menjadi 8-13 cycle per detik. Kelihatannya mudah tetapi butuh latihan, jadinya ya sukar.. He. He.. Nah di saat itulah kita memasuki bawah sadar (unconsciousness)

Apa keinginnan saya? Lha ini yang kurang ajar. Aku ingin nangkring di tubuh Nyai Elis (waktu muda panggilannya Neng Elis). Nyai Elis adalah ibu kostku. Kenapa Nyai? Pertama, kemungkinan hamil nol persen. Pada usia 48 tahun biasanya wanita sudah masuk masa menopause. Yang kedua, ditanggung bersih, sehat tak mungkin kena penyakit “kotor” seperti gonorrhoe, syphilis, HIV dsb. Yang ketiga, gratis tidak perlu bayar, karena sama-sama menikmati. Untuk wanita, bersebadan dengan orang usia lebih muda akan menambah hormon estrogen, hormon khas wanita. Kalau wanita kekurangan hormon ini akan menderita osteoporosis, yaitu tulang menjadi rapuh, mudah patah.

Meskipun sudah kepala empat, tapi jangan meremehkan kecantikannya. Wajah Nyai masih terlihat ayu. Kulit kuning langsat, tubuh langsing semampai. Secara legendaris, wanita sunda sangat rajin memelihara wajah dan tubuhnya. Mandi lulur sudah seperti prosedur tetap mingguan. Membedaki wajah dengan berbagai ramuan menjadi rutinitas harian. Itu sebabnya tidak hanya wajah dan tubuhnya yang mengesankan. Bau badannya juga sedap dengan aroma lembut. Lalu kalau mau tahu seperti siapa? Seperti siapa ya..? Nah kira-kira seperti itu.. Diana Lorenza, janda beranak satu dari Heru Kusuma.

Sudah tiga tahun aku tinggal di kost milik keluarga Padmadireja (suami Nyai Elis), pensiunan wedana di salah satu kabupaten di Jawa Barat. Keluarga Pak Padma-Nyai Elis ini mempunyai putera dua orang, semua sudah berkeluarga dan tinggal di Jakarta. Tinggalah Bapak–Ibu semang kostku ini dibantu seorang PRT dan seorang supir. Semua karyawan ini pulang sore.

Sudah seminggu aku latihan meditasi, belum ada hasil. Tambah tiga hari lagi, meskipun hampir putus asa. Tiba-tiba.., pada hari ke sebelas..

Malam itu sudah pukul 10, pintu kamarku diketuk orang.

“Mas Agus.. Mas Agus”
“Ya.. Nyai”
“Tolong kerokin ibu sebentar ya..”

Pucuk dicinta, ulam tiba, burung dahaga, apem menganga.., hatiku berjingkrak bukan main.

“Sebentar Bu, saya ganti pakaian dulu”

Kamar-kamar yang dipakai kost letaknya di belakang rumah utama, dipisahkan oleh satu kebun kecil. Ada enam kamar, membentuk huruf U mengelilingi kebun. Masing-masing kamar berpenghuni satu orang. Kebetulan waktu itu masa liburan, namun karena aku harus mengejar “deadline” penyelesaian skripsi, terpaksa aku tidak dapat mudik. Hiya khan, masak sudah jadi mahasiswa PTN terkenal seantero dunia rela di-DO.

Singkat cerita aku sudah duduk di tepi tempat tidur di kamar Nyai. Duduk dengan bersimpuh, ya.. seperti “pengerok” professional itu. Badan Nyai dalam posisi tengkurap di depan saya. Punggungnya yang putih, mulus tanpa penutup apapun. Hanya tali BH sudah dilepas, tetapi buah dadanya masih sedikit terlihat, tergencet di bawahnya.. Leher Nyai terlihat jenjang, putih, dengan rambut yang panjang sampai ke pinggang, disibakkan ke samping. Punggung ke bawah ada sejenis kain sarung yang diikatkan sekenanya secara longgar. Ke bawah, kain itu hanya menutupi sampai lipatan lutut. Di bawahnya betis yang halus, kencang.

Wajah Nyai menghadap ke samping di mana saya duduk. Sesekali meraba lutut saya, entah apa maksudnya. Pemandangan ini mampu dan makin mengeraskan burungku yang sejak dari kamar tidurku mulai melongok, eh.. bangun menggeliat (Jawa: ngaceng). Dalam waktu 15 menit seluruh punggung Nyai sudah aku keroki. Suasana sekitar kamar hening, hanya degub jantungku yang makin mengeras.

Burungku, pelan tapi pasti makin menegang juga. Aku diam, Nyai juga demikian. Mau ngomong apa aku? Bicara tentang Pak Padma..? Ah sama aja bicara tentang kompetitor. Toh malam ini aku yang akan menjadi “Mas Padma”, akan menumbuk padi di lumbung Nyai. Mau ngomong anak-anak Nyai? Yang akan ditengok Pak Padma yang sore tadi berangkat? Ngapain toh sebentar lagi aku akan menganggap Nyai ini ibarat pacarku.

“Pinggangnya juga ya Mas..”
“Ya.. Ya.. Bu..”, jawabku seperti terbangun dari lamunan berahi.

Aku tarik kain yang menutupi pinggang Nyai. Ya ampun.. Rupanya Nyai sudah melepas celana dalamnya. Kini di depan mataku ada pemandangan yang.. Waduh.. Ada gambaran parit sempit di tengah tulang pinggang memanjang ke bawah.. Terus.. Ke bawah, berujung di satu celah sempit di antara dua bukit pantat yang putih padat.. Menggemaskan.. Aku bayangkan.. Apa yang ada di depan pantat itu..

Tiba-tiba Nyai membalikkan badannya..

“Depan ya Mas..”

Dengan mata terbelalak kaget, kini aku melihat pemandangan yang luar biasa, yang belum pernah kulihat selama 24 tahun berada di kolong langit. Seorang wanita dengan kulit langsat telanjang bulat, dengan lingkaran perut pinggang ramping, buah dada masih lumayan besar, meskipun sudah rebah ke samping. Di tengan buah dada yang ber “pola” tempurung, terlihat puting besar warna hitam dikelilingi area hitam kecoklatan.. Di bawah pusar ada rambut yang mula-mula jarang tetapi semakin ke bawah semakin lebat, sepeti gambaran menara “Eiffel” dengan ujung runcingnya menuju pusar.. Di pangkal tumbuhnya rambut terdapat gundukan vagina yang pinggir kiri dan kanannya tumbuh rambut, bak gambaran hutan kecil.. Ampun mana tahan.. Mau pecah rasanya penisku menahan tekanan akumulasi cairan di pembuluh darah penisku.

“Nyai Aku nggak tahan lihat begini..?”
“Maksudnya, Mas Agus sudah capai..?”
“Enggak Nyai.. Burung saya sudah.. Nggak bisa.. Nggak bisa.. Saya nggak tahan lagi..!”
“Lho, kok baru bilang sekarang.. Ayo naik..”, sambil berkata demikian tangan kanannya melambai, mempersilakanku menaiki perutnya..

Seperti kucing kelaparan, aku segera mengangkangi perut Nyai, aku mau mencium pipinya, lehernya, mau melumat bibirnya. Tetapi gerakanku membungkuk terganjal burungku yang keras dan sakit waktu tertekuk. Malah ketika kupaksakan dan terus tertindih perutku, pertahanan katupnya jebol. Karena tiba-tiba.., crut.. crut.. crut.. Dari burungku tersembur, memancar air mani, yang disertai rasa nikmat. Ejakulasi!! Semburan air maniku mengenai dada Nyai, leher dan perutnya.

Setelah menyembur, burungku sedikit kendur, aku peluk leher Nyai, aku kulum dengan berapi-api bibirnya. Rupanya Nyai merespons dengan penuh gairah juga. Aku gigit dengan lembut bibirnya, sesekali aku sedot lidahnya. Lima menit lamanya, baru aku tersadar.

“Maaf Nyai, air mani saya tadi..”
“Ah, nggak apa-apa, itu tandanya Mas Agus masih “jejaka ting-ting”, nanti sebentar juga bangun lagi.”, sambil berkata demikian, Nyai mencium lagi bibirku. Tentu saja aku membalasnya dengan lebih bernafsu.

Kecuali bibirku melumat bibir Nyai, tanganku juga meraba buah dada Nyai. Memang sudah tidak gempal, tapi masih “berisi” 80 persen. Kedua tanganku masing-masing meraba, memeras-meras, memilin-milin puting Nyai. Kadang saking gemasnya cengkeraman tanganku ke buah dadanya agak keras, menyebabkan Nyai meringis menggeliat. Begitu juga bila puting Nyai aku pilin agak kuat, nyai bereaksi..

“Enak, enak.. Tapi sakit Mas.. Jangan keras-keras.. Yang (maksudnya Sayang)..”

Tanpa terasa saat aku menggulati tubuh Nyai, mendekami dada, perut, menekan vagina Nyai dengan penisku, terasa burungku mulai menggelia
t lagi. Makin lama makin keras.

“Nyai.. Burung saya.. Nyai mau.. Lagi..?”
“Nah, apa khan.. saya bilang, ayo.. lagi, tapi ‘ntar.. Yang, aku bersihkan badanku dulu ya.. ya..”

Nyai masuk ke kamar mandi dalam di ruang tidur. Keluar dari kamar rambutnya terlihat sedikit basah, sebagian terjurai di lengan. Ya.. Tuhan.. Cantik sekali dewi ini..

Aku pun juga masuk juga ke kamar mandi, membersihkan bagian badan yang terkena air mani. Keluar dari kamar mandi dalam keadaan telanjang bulat, terlihat burungku tegak, keras mendongak ke atas membentuk sudut 45 derajat dengan garis horizontal. Batangnya besar, warna kehitaman dengan tonjolan pembuluh darah membujur, sebagian melintang. Seperti tongkat ukiran. Ujungnya, gland penis, besar, kemerahan, membentuk topi baja yang mengkilat. Antara gland penis dan batang terlihat leher penis yang dangkal. Rasanya aku mau berkelahi dengan membawa senjata golok.

Waktu Nyai melihat aku dan memperhatikan penisku..

“Hei.. Gede buanget.. Hebat buanget.. Pasti nikmat buanget..” Aku menyahuti tiruan iklan itu, dengan meletakkan ibu jari tangan kananku di depan bibirku..
“Sssstt..” Tentu saja Nyai senyum atas jawaban spontanku.

Langsung akau naiki perut Nyai. Dengan lutut menahan badan, aku sedikit menunduk, memegang penisku. Segera kumasukkan ke liang vagina Nyai. Aku takut kalau nanti terlambat masuk ke vagina, maninya tersembur lagi keluar. Nyai maklum juga kelihatannya. Kupegang penisku, kepalanya kuhadapkan di depan vagina Nyai, lalu kudorong masuk. Bless.. Lega sekali rasanya. Kalau nanti muncrat, ada di dalam liang vagina Nyai..

Lalu aku rebahkan tubuhku ke depan dengan bertumpu pada kedua sikuku. Bertemulah dadaku dengan buah dada Nyai, bibirku dengan bibir Nyai. Kedua tanganku memegang pipi Nyai, Nyai kucium mesra, lalu kucucuk-cucukkan bibirku pada bibirnya, eh.. menirukan burung yang bercumbu. Sesekali tanganku meremas buah dadanya, memilin putingnya, terkadang mulutku turun ke bawah, menghisap puting buah dada Nyai, bergantian kanan dan kiri

Akan halnya penisku waktu kumasukkan ke liang vaginanya, rasanya memasuki ruang kosong, berongga. Tetapi setelah itu rasanya ada kantong yang menyelimuti. Permukaan kantong itu bergerigi melintang, pelan-pelan kantong itu “meremas “penisku. Tak ingin cepat berejakulasi maka kutarik penisku, kantong vagina itu tidak “mengejar”nya. Kumasukkan lagi seperti tadi, terasa masuk ruang kosong, sebentar liang vagina mulai meremas, kutarik lagi. Begitu beberapa kali. Terkadang penisku agak lama kutarik keluar, sampai tinggal “topi bajanya” yang ada di antara ‘labia mayora’-nya. Terus begini Nyai mencubitku..

“Masukkan lagi Yang..”

Gerakkan in-out ini makin cepat, “pengejaran” penis oleh sekapan kantong vagina juga makin cepat. Di samping itu di pintu masuk, bibir luar (labia mayora) dan bibir dalam (labia minora) juga ikut “mencegat” penisku. Makin cepat aku keluar-masukkan penisku, Nyai terlihat makin menikmati, demikian juga aku sendiri. Ibarat mendaki gunung hampir tiba di puncaknya. Kecepatan penisku memompa vaginanya semakin bertambah cepat, denyut nadiku semakin bertambah, nafas juga semakin cepat. Terlihat juga wajah Nyai semakin tegang menanti puncak orgasme, nafasnya terlihat juga semakin kencang. Cairan di liang vagina Nyai juga terasa semakin banyak, ibarat oli untuk melicinkan gesekan penisku. Peluhku mulai menetes, jatuh bercampur peluh Nyai yang tercium sedap dan wangi.

Makin cepat, makin tinggi.., tiba-tiba penisku terasa disekap rongga vaginanya dengan kuat.. Kuat sekali dengan denyutan yang cepat tetapi dengan amplitudo yang rendah. Orgasme! Nyai mencapai orgasme. Di saat itu lengan Nyai memeluk leherku kuat sekali, sedang tungkainya memeluk pantatku dengan kencang.

“Aihh..”, terdengar desah kepuasan keluar dari bibir Nyai.

Beberapa menit kemudian lubang penisku terasa jebol, cairan menyemprot keluar entah berapa cc. Nikmat.., nikmat sekali.. Nikmat luar biasa. Orgasme Nyai terjadi lebih dulu dari ejakulasiku. Kalau saja Nyai masih bisa hamil, kata dokter anak yang lahir nanti adalah pria.

Saya masih tetap memeluk Nyai sambil mengendurkan nafas. Pelan-pelan penisku mulai mengendur, mengkerut. Tapi rupanya Nyai merespons. Paha dan tungkainya diselonjorkan (diluruskan). Maksudnya memberi jalan agar penisku keluar.

“Terima kasih Yang, terima kasih Mas Agus.. Mas hebat sekali..”, bisiknya.
“Kau cantik sekali Nyai, secantik bidadari..”, balasku

Badanku kurebahkan di samping badan Nyai, memeluk Nyai yang tidur telentang. Kami tidur dalam keadaan telanjang, hanya ditutupi selimut.

Nikmatnya Nyai, nikmatnya wanita, nikmatnya dunia.

Tamat

arti sebuah keperawanan

Ahh.., saya menjatuhkan tubuh saya di sofa baru di apartmen yang berlokasi di pusat kota Amsterdam. Jam menunjukkan pukul 17.00, dari jendela saya memperhatikan pohon yang di tumbuh di depan apartemen, di tepi kanal yang banyak dilalui turis asing. Terlihat hanya sehelai daun yang masih tersisa di batang pohon tersebut yang menandakan musim dingin telah tiba.

Dengan perasaan malas saya bangun dan menyalakan radio. Dari channel Sky Radio (Radio terbaik di negeri Kincir Angin) terdengar lagu “I turn to you” dari Melanie C. Karena lapar, saya mencari snack di dapur dan saya menemukan potato chips kesukaan saya.

Sambil mengunyah chips tersebut, melanjutkan lamunan saya dengan memperhatikan lalu lalang perahu di kanal depan. Sedang asyik-asyiknya melamun dari radio terdengar lagu, “All my bags are pack, I am ready to go, I’m standing here outside your door, I hate to wake you up to say goodbye. But the dawn is breaking, it’s early morning. The taxi’s waiting, he’s blowing his horn, Already I’m so lonesome I could cry. So kiss me and smile for me, Tell me that you’ll wait for me hold me like you’ll never let me go. ‘Cause i’m leavin’ on a jet plane, Don’t know when I’ll be back again. Oh, babe, I hate to go. There’s so many time I’ve let you down, So many times I’ve played around. I tell you now, they don’t mean a thing”

Lagu dari John Denver yang berjudul Leaving on the Jet Plane membuat mata saya berkaca-kaca dan bibir saya terasa kelu, dengan tatapan hampa pikiran saya melayang jauh.

Jakarta, Mei 1999
Dengan lunglai saya meletakkan HP saya di meja. Saya baru saja menerima telepon dari pacar saya yang bernama Yenny. Dia akan datang minggu depan! Biasanya saya akan berbahagia sekali kalau dia datang. Tetapi kali ini berbeda, semuanya sudah berubah.

Krisis ekonomi menghancurkan masa depan saya. Di awal tahun 2000, saya bermain saham yang memberikan keuntungan luar biasa. Dengan modal sekitar 200 juta dan pinjaman dari bank (margin trading) sekitar 400 juta, saya bisa mendapatkan sekitar 20 juta perbulan. Semuanya terasa indah, saat itu makan di hotel berbintang terbaik di Jakarta dan nongkrong di mana saja bukanlah masalah bagi saya.

Ketika harga saham terpuruk karena krisis, kemewahan yang saya nikmati berakhir. Dengan nilai saham uang terpuruk hingga 10%, bisa dibayangkan kerugian yang saya alami. Saya memerlukan sekitar 15 juta perbulan hanya untuk membayar bunga pinjaman tersebut. Akhirnya saya menjual rumah dan mobil saya untuk menutup kerugian tersebut. Semua jerih payah dan tabungan saya sejak tahun 1995 habis tanpa sisa.

Hidup saya hanya mengandalkan gaji dari pekerjaan saya yang tidak terlalu besar. Tetapi minggu lalu saya menerima kabar bahwa bank tempat saya bekerja termasuk salah satu bank yang akan dilikuidasi. Dunia terasa begitu gelap dan kejam.

Dengan kondisi tersebut bagaimana saya mempunyai muka untuk bertemu Yenny? Sebagai informasi saat itu saya berumur 26 tahun dan Yenny berumur 23 tahun. Kita sudah pacaran sekitar 3 tahun. Saya bekerja di Jakarta dan Yenny yang lulusan diploma Australia membantu papanya di Medan. Mereka adalah keluarga yang cukup terkemuka di kota Medan. Sebelumnya saya merasa minder dengan kondisi saya, apalagi sekarang saat saya sudah tidak mempunyai apa-apa lagi.

Saya ingat kalau kita jadian di tahun 1996 dan sehari sebelum keberangkatan saya ke Jakarta, kita bernyanyi berdua di karaoke di kota Medan. Kita mengulang lagu Leaving on the Jet Plane berkali-kali. Saya bilang kepadanya: “Every place I go, I’ll think of you Every song i sing, i’ll sing for you when I come back, I’ll bring your wedding ring..”

Saat itu saya berjanji kepadanya bahwa saya akan setia, akan membangun karir dan tiba saatnya saya akan meminangnya.

Akhirnya di hari Jumat, Yenny tiba di Jakarta. Dengan mobil pinjaman, saya menjemput dia di bandara Soekarno Hatta. Dia terlihat begitu anggun saat keluar dari bandara. Dengan jeans warna hitam dan kaos ketat berwarna biru tua, dia terlihat sangat cantik. Tinggi badan Yenny sekitar 170 cm dengan berat 55 kg, sangat proporsional. Saya sendiri setinggi 175 cm dan berat 65 kg. Sering dia bercanda bahwa dia tidak bisa memakai sepatu hak tinggi karena akan lebih tinggi dari saya.

Saya mengantarkan dia ke rumah kakeknya di kompleks Pantai Mutiara. Berhubung di rumah kakeknya sedang ramai, saya cuma duduk sebentar kemudian saya pamit. Sebelumnya kita sudah janjian bahwa besoknya kita akan ke Bandung. Saya sendiri kuliah di Bandung, jadi sudah mengenal kota Bandung dengan segala seluk-beluknya.

Hari Sabtu pagi, jam 10 pagi saya sudah nongol di rumah kakek Yenny. Setelah basa-basi, berangkatlah kita menuju kota Bandung. Pagi itu Yenny memakai jeans berwarna biru dan kaos ketat berwarna putih. Cetakan buah dadanya begitu menantang, memang Yenny dikarunia buah dada yang montok, sekitar 34C. Tetapi saya sendiri lagi murung. Saya sedang memikirkan bagaimana caranya untuk menceritakan kondisi saya pada Yenny.

Perjalanan ke Bandung memakan waktu sekitar 3 jam, dalam perjalanan Yenny bercerita bahwa papanya sudah menginginkannya untuk married dan dia menanyakan rencana saya. Saya cuma terdiam, tanpa apa-apa bisakah saya married? Tetapi untuk mengaku, bibir saya terasa berat.

Sekitar jam 2 siang, kita check in di hotel Chedi yang berlokasi di Jalan Cimbuleuit (melewati kampus Unpar). Bagi yang tahu hotel ini pasti sependapat dengan saya kalau saya bilang ini merupakan salah satu hotel yang paling romantis di Indonesia, betul khan? Kita hanya memesan satu kamar, sebelumnya memang kami sering tidur sekamar. Cuma sampai saat ini kita belum pernah berhubungan seks, cuma saling berciuman dan saling meremas apa saja yang bisa diremas. Saya berasal dari keluarga yang cukup kolot, dan walaupun sering bertualang saya mengharapkan keperawanan di malam pernikahan saya (egois ya?).

Siang itu kita jalan-jalan ke Cihampelas dan BIP. Malam jam 10 saya mengarahkan mobil saya menuju Calista yang berlokasi di Dago Atas. Setelah melalui jalanan yang gelap dan melewati kompleks perumahan, tibalah kita di café Calista dengan pemandangannya yang menakjubkan. Dari sini kita bisa melihat kota Bandung dengan keindahan lampunya. Luar biasa.., saya sulit menemukan kata-kata yang tepat untuk menceritakan perasaan saya. Di depan café, terdapat beberapa mahasiswi dari Unpar yang mengumpulkan dana dengan berjualan bunga ros. Saya membeli 12 ros dan memberikannya ke Yenny. Dia tersenyum senang.

Kita memilih tempat duduk di ujung, yang bisa melihat langsung ke indahnya lampu di kota Bandung. Kami makan sambil ngobrol, saya membelai tangan dan meremas jarinya. Dia banyak menceritakan kesuksesan bisnis keluarganya, sedangkan saya cuma mendengarkan.

Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan jam 12 malam, dan kita sepakat untuk pulang. Saya merangkul dia karena dia sedikit menggigil oleh dinginnya angin malam. Badannya terasa hangat.

Tiba di kamar hotel, saya langsung melemparkan tubuh saya ke kasur. Capek juga setelah seharian mutar-mutar kota Bandung. Yenny juga membaringkan tubuhnya di sebelah saya. Saya merangkulnya, entah siapa yang memulai, bibir kami sudah bertautan. Kita bergantian menjulurkan dan mengisap lidah. Cukup lama kita berciuman, kemudian ciuman saya beralih ke hidungnya, matanya, keningnya dan lehernya yang jenjang. Yenny memeluk saya dengan erat.

Tangan saya sudah beralih ke buah dadanya yang saya remas secara lembut. Terdengar dia mendesah. Ciuman saya terus berlanjut sambil tangan saya mencari-cari puting susunya. Dada saya berdegup kencang dan tangan saya terasa dingin. Akhirnya saya memberanikan diri untuk memasukkan tangan saya ke dalam kaosnya. Terasa oleh tangan saya kulit di perutnya yang halus. Dengan menarik branya ke bawah, jari tangan saya beralih ke buah dadanya yang montok. Terasa lembut dan saya elus buah dadanya dengan gerakan melingkar. Semakin lama semakin ke puncak, akhirnya tiba di puting susunya yang saya putar secara perlahan dengan jari saya.

“Ahh..”, Terdengar nafas Yenny yang kian memburu. Kemudian kaosnya saya tarik ke atas. Terlihat buah dadanya yang sangat putih dan montok. Di ujungnya terlihat puting susunya yang berwarna merah muda. Saya menelan ludah, kemudian mengarahkan ciuman saya ke perutnya lalu naik ke puting susunya. Saat itu Yenny meronta-ronta seperti cacing kepanasan. Dia merangkul leher saya dan rangkulannya semakin erat. Tiba-tiba dia melepaskan rangkulannya dan tangannya beralih ke celana saya. Dia mengelus kemaluan saya yang sudah tegang sejak tadi.

Sementara waktu terus beranjak, dinginnya udara kota Bandung tidak kita hiraukan lagi. Dengan cepat saya membuka kaos dan celana saya berikut celana dalam saya. Saat saya sudah bertelanjang bulat, Yenny tidak berani memandang ke arah kemaluan saya.

Kemudian saya membantu dia membuka kaos dan celananya. Dalam sekejap dua insan manusia sudah berada dalam kondisi polos tanpa tertutup apapun. Saya melirik pangkal pahanya, terlihat bulu-bulunya yang lebat. Saya melanjutkan ciuman dan hisapan pada buah dadanya. Kemudian turun ke arah perutnya dan semakin ke bawah. Jilatan saya tidak langsung saya tujukan ke pangkal kemaluannya, melainkan berlanjut ke pahanya. Lalu ke lututnya yang saya gigit perlahan. Nafas kita berdua semakin memburu.

Sekarang ciuman saya diarahkan ke atas, ke arah kemaluannya. Saya membuka pahanya, terlihat bibir kemaluannya yang berwarna merah dan terlihat basah. Dengan dua jari, saya membuka bibir kemaluannya dan mencari-cari klitorisnya. Setelah menemukan, klitorisnya saya tempatkan di antara jari tangan saya dan lidah saya diarahkan ke sana.

“Ahh..”, Terdengar teriakan tertahan Yenny saat lidah saya menyentuh klitorisnya. Terasa asin dengan bau harum yang sangat merangsang. Cukup lama lidah saya bermain di sana, kadang saya hisap pelan, kadang saya menjilat dengan cepat. Dalam sekejap, carian di kemaluannya bertambah banyak. Saya bisa melihat lubang kewanitaannya yang sangat sempit, jilatan saya kadang-kadang diarahkan ke sana.

Sementara itu jari tangan Yenny mengelus dan membelai batang kemaluan saya yang sudah keras dan berukuran 14 cm.
“Guss.. masukkin yaa”, pinta Yenny.
Saat itu otak saya masih jalan. “Jangan Yen.. ingat malam pengantin kita.., ok?” jawab saya.
Dengan tatapan mata sayu, Yenny memohon, “Tolong Guss, saya nggak tahan lagi.. tolong dong..”
Saya merasa iba dan serba salah. Saya sudah bertahan selama tiga tahun, masakah saya harus menyerah hari ini?

Entah dari mana asalnya, tiba-tiba saya memutuskan untuk jalan terus. Kakinya saya buka dan saya mengarahkan torpedo saya ke liang senggamanya. Terasa begitu sempit, dengan sedikit memaksa.., akhirnya.., “Aaahh..” Yenny berseru, “Ahh.. sakit.. Gus..”
Saat itu saya merasa sedikit heran karena menembus perawan itu tidak susah, tidak seperti yang diceritakan teman saya.
Pelan-pelan hujaman torpedo saya semakin dalam. Rangkulan Yenny pada leher saya semakin erat, terasa kukunya di kulit punggung saya. Saya memulai gerakan memompa. Pelan namun mesra. Jepitan otot kemaluannya sangat terasa. Begitu nikmat, sensasi yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.

Saat itu lidah kita bertemu dan saling memelintir. Goyangan saya dipercepat dan sekali-kali saya mengganti goyangan keluar masuk dengan goyang memutar. “Eeennaakk Gus..”

Terasa goyangan pinggul Yenny yang semakin cepat, tiba-tiba dia berseru, “saya datangg Guss..”
Saya memperdalam hujaman torpedo saya karena saya merasa bahwa saya juga hampir ejakulasi.
“Ahh..” tubuh Yenny mengejang, dalam beberapa detik saya mengalami hal yang sama. Kita ejakulasi pada waktu yang hampir sama.

Setelah itu kita berbaring dan ketika sudah tenang, Yenny mengakui bahwa sebelumnya dia sudah pernah melakukan hubungan seks. Sewaktu dia kuliah di Australia, dia pernah pacaran dan berhubungan seks, walaupun cuma sekitar 10 kali.

Saat itu pikiran saya begitu kalap. Saya menjaga dan menghargainya selama tiga tahun dan apa yang saya dapatkan? Ampas dari orang lain? Amarah saya begitu memuncak.
“Yen, kenapa nggak berterus terang? Kenapa?” Tanpa terasa air mata saya mengalir. Di sebelah Yenny dengan menangis terisak-isak meminta maaf kepada saya. Saat itu saya cuma berdiam diri dan berbaring menghadap ke arah lain. Saya merasa dia begitu kotor. Saat itu saya sendiri tidak berpikir betapa banyak cewek yang pernah saya tiduri.

Paginya kita langsung balik ke Jakarta tanpa banyak bicara. Di mobil, saya menceritakan kondisi keuangan saya dan saya bilang bahwa saya tidak sepadan dengannya. Saya tidak mempunyai apa-apa lagi. Dan saya merasa nggak bakalan bisa kawin dalam waktu tiga empat tahun ke depan.

Dia cuma menangis. Setelah itu, Yenny balik ke Medan dan kita tidak pernah berhubungan lagi. Di bulan Juni 1999, perusahaan saya bangkrut dan dengan sisa uang yang saya miliki, saya mengikuti ujian TOEFL dan GMAT dan melamar beasiswa ke Inggris.

Badai pasti berlalu, Seperti lirik lagu lama, demikian juga nasib saya. Saya berhasil mendapatkan beasiswa untuk mengambil MBA di Inggris selama dua tahun. Walaupun tidak mempunyai materi, setidaknya saya mempunyai otak dan ilmu.

Di bulan September 1999, saat pulang ke Medan untuk pamitan kepada orang tua saya, saya bertemu Yenny. Saat itu dia sudah mendapatkan cowok lain, yang walaupun lebih tua (umur 35 tahun), namun sangat matang dan memanjakan dia. Saya sebenarnya masih mereka-reka, kita putus karena dia merasa terhina dengan perlakuan saya atau karena kondisi materi saya?

Di Inggris saya berpacaran dengan seorang cewek dari Jakarta. Umur pacaran kita cuma tiga bulan, saya merasa tidak cocok dalam pembicaraan dan sifatnya.

Saat ini saya melakukan kerja praktek di Amsterdam. Bulan lalu saya mendengar bahwa Yenny sudah menikah. Dan saya begitu menyesal. Apakah cinta bisa di nilai dengan keperawanan atau harta benda? Saya sadar sekarang (tetapi sudah terlambat), keperawanan itu tiada artinya dibandingkan kecocokan, sifat, dan kecantikan spiritual.

Yen, kalau kamu membaca cerita ini, saya mau minta maaf. Saya begitu naif, bodoh, dan egois. Seandainya saya bisa kembali ke masa lalu, saya tidak akan mempersoalkan masalah keperawanan itu dan akan mencintai kamu dengan tulus. Saya cuma bisa mendoakan kamu agar selalu berbahagia.

Di luar angin membawa daun terakhir jatuh ke bumi membawa misteri alam dan percintaan manusia bersamanya.

Komentar, kritik dan saran harap ditujukan melalui email saya.

Tamat

selingkuh itu indah

Hubunganku dengan Yayan, cewek gampangan itu berada di titik perhentian. Masalahnya, setelah jadian denganku ia masih tetap gampangan, terutama kalau lagi bercanda sama cowok-cowok lain. Dan bahkan, kudengar rumor dari teman dekatnya sekaligus teman curhatku, Ranti, bahwa ia selingkuh dan pernah ML sama cowok lain. Awalnya aku tidak percaya. Tetapi, setelah Ranti cerita dengan segala sumpah, aku langsung berbalik mempercayainya. Di depanku Yayan tuh yang sok-sok baik dan merasa tidak ada apa-apa. Kupikir, biarkan sajalah, kutahan saja niatku untuk membalasnya untuk beberapa waktu lagi.

Di samping itu, hubunganku dengan Ranti malah tambah dekat. Aku sering jalan bareng, curhat, dan lain-lain. Sekitar beberapa lama aku jadi dengan Yayan memang aku agak menaruh perhatian terhadap Ranti. Wajahnya memang lebih cantik dan anggun dibanding si cewek gampangan itu. Nada dan intonasi bicaranya lembut. Meski pinggulnya nampak agak besar, terimbangi oleh bentuk pantatnya yang bahenol dan kencang. Awalnya, pikiranku belum tertuju untuk selingkuh dengannya atau lebih mendekatinya karena aku takut dia hanya menganggapku sebagai teman. Tapi Ranti sering menasehatiku untuk segera menindak tegas Yayan supaya dia tidak seenaknya. Setelah beberapa kali sering jalan, makan, dan merasa lebih dekat dengan Ranti, aku mulai berpikir masa bodoh. Aku tidak mempedulikan bagaimana reaksinya nanti.

Mulai saja hari-hari kemudian kujalankan niat balas dendamku itu. Setiap kali pulang kuliah, kuajak Ranti untuk pulang bareng (karena memang rumahku hampir dekat dan searah dengan Ranti). Nada ajakanku ke Ranti kupertegas dan bernada menyindir, “Ran, gue anter yuk.. daripada loe pulang sendirian.” Mungkin kalau di Microsoft Word itu memakai underline, bold dan berwarna merah. Selalu sepintas kulihat wajah Yayan seperti bingung dan salah tingkah. Belakangan, saat makan bareng Ranti, kudengar dari Ranti kalau Yayan sepertinya mulai mengetahui kalau aku tuh tahu dia selingkuh. Langsung saja aku tertawa sepuasnya. “Hahaha.. biar tau deh gimana rasanya diselingkuhin,” Ranti hanya tersenyum dengan ciri khas lembutnya itu. Sejenak pandangan kami bertemu. Hehe.. aku mulai merasa ada rasa dari Ranti juga nih. Memang asyik rasanya membalas dendam. Pernah waktu aku jalan bareng Ranti, Yayan menelepon HP-ku dan kubilang saja dengan nada jutex, “Oohh.. lagi nganterin Ranti nih, tau tiba-tiba ngajakin aja.” Haha.. puas rasanya. Mungkin saja dia cuma formalitas menelepon sedangkan di sebelah dia menelepon adalah cowok selingkuhannya.

Sekitar beberapa hari kemudian, pas malam Minggu ada acara ultah teman. Saat bubaran mau pulang, Yayan nampak bingung, salting (salah tingkah), takut, ragu-ragu, (dan sebagainya) untuk memintaku mengantar dia pulang. Sejenak kupikir-pikir alasan yang tepat, nyindir dan tajam untuk dijawab. Kujawab saja, “Mmm.. loe pulang sama si Hendra deh, atau si Leni.. kan searah tuh. Gue mau nganterin Ranti nih, kasian dia nggak ada yang searah lagi selain sama gue.” Setan di dalam tubuhku sepertinya menari kegirangan. Yayan hanya menjawab, “Ooohh.. ya.. udah deh.. nggak apa-apa..” dan memasang muka “salting” kembali. Langsung saja kuajak Ranti pulang di depan Yayan supaya dia dengar, “Ran.. yuk.. daripada kemaleman!” Akhirnya kuantar dia pulang. Saat itu, aku bermaksud untuk “nembak” Ranti, cuma aku masih sedikit ragu. Sudah sampai rumahnya pun aku masih belum ngomong hal itu. Tapi, sebelum turun ada suatu kejadian. Setelah aku bilang “Ran, ati-ati yah besok pagi gue telfon.” Ranti berkata, “Oh.. iya, thanks ya, Di..” Setelah kata “Di” itu, Ranti mencium mesra pipi kiriku. Jantungku langsung berdegup cepat. Suhu badanku langsung naik. Dan, yang paling penting adalah rasa takut dan ragu-raguku tadi sudah hilang tak berbekas sedikitpun. Kupanggil dia, “Ehh.. Ran..” sambil kutarik lengan kanannya, dan kucium bibir manisnya itu.

Untuk kedua kalinya aku berhasil membuat wanita tidak berdaya dengan ciuman dan pelukanku. Tubuh Ranti lemas dalam pelukanku. Tak beberapa lama setelah adegan main lidah, Ranti berkata dengan sedikit ngos-ngosan, “Di.. hh.. hh.. ke dalem dulu yuk!” Betapa kebetulan sekali rumah Ranti hanya ada pembantunya saja. Orang tuanya sedang ke luar kota, dan kakaknya sedang menginap di puncak. Setelah mengunci pintu kamar dengan terburu-buru, Ranti langsung memelukku lagi dan menabrakkan tubuhku ke tembok kamarnya. Anehnya, punggungku tidak sakit sedikitpun (^_^). Awalnya aku merasakan atmosfir sexual yang cepat. Namun, tak beberapa lama temponya agak menurun. Kemudian, dengan perlahan-lahan, kurebahkan tubuh Ranti di ranjangnya. Kuteruskan ciuman sambil membuka kancing kemejanya. Ia pun tidak mau kalah. Kaos Polo Shirt-ku dibukanya juga. Begitupun dengan celana panjangku ia pelorotkan sehingga batang penisku yang ereksi itu sesekali menggesek celananya.

Begitu kulihat tubuhnya, wuihh.. ternyata lebih bagus, lebih berbentuk, berisi daripada Yayan. Kubuka branya, kubuang lalu kulumat-lumat puting buah dadanya itu. Ranti nampak lebih ngos-ngosan. Desahannya juga banyak ia keluarkan. “Hhghh.. Di.. eughh.. Di..” Sambil tidak memperdulikan jambakannya, kupelorotkan celananya serta CD-nya. Belahan lubang vaginanya kuelus dengan jari tengahku. Saat kulakukan itu, Ranti mencengkeram punggungku dengan jari-jarinya yang berkuku agak panjang sehingga aku sedikit merintih, “Ughh..” teriaknya, “Eldii.. aahh..” mengiringi cengkeramannya. Tak sabar dan tak tahan lagi, segera kutusukkan “menara pencakar langitku” ke vaginanya. Dan ternyata, untuk kedua kalinya lagi aku menembus selaput perawan. Teriakan Ranti kembali kudengar, tapi kali ini lebih keras. “Eldii.. Eldii.. aahh.. ehh.. ghh..” Kulihat di matanya yang sedang terpejam, ada sedikit air mata menetes. Dari situ, aku tahu kalau Ranti menahan sakit yang sangat sakit. Oleh karena itu, aku menurunkan tempo maju-mundurku lebih pelan. Lagipula pasti ejakulasiku tidak akan lama.

Setelah beberapa lama, Ranti mulai terbiasa. Dia sesekali mencium dan melumat bibirku. Kemudian, kuambil penis kencangku itu, dan posisi kuganti jadi doggy style namun bukan melalui anal. Sambil terus kugoyang badanku, kupegangi pinggul Ranti yang kubilang besar itu. Tidak salah deskripsiku. Bagian tubuhnya memang lebih berisi, sekel, kenceng, dan sebagainya. Batinku berkata, “Hahah, nggak percuma nih gue selingkuh..” Dalam posisi ini tidak begitu lama. Tapi, antara sengaja dan tidak sengaja, kukeluarkan air mani derasku di dalam liang Ranti. Berbarengan dengan rintihanku, “Egghh..” Ranti juga merintih, “Aghh.. aahh.. Uhh..” Aku tak tahu apakah Ranti akan hamil atau tidak. Bodo amat, pikirku. Mau dikawinin juga ayo-ayo aja (^_^). Lalu kupeluk erat tubuh sekel Ranti. Tak tahunya, ia membisikkanku dengan lirih, “Di.. ehh.. hh.. sakiitt..” Lalu kuelus rambut ikalnya sambil terus kupeluk erat. Sekilas di ranjangnya, ada bercak darah. Begitu juga di beberapa bagian dan ujung penisku.

Beberapa saat setelah “nyawa” telah terkumpul kembali, jadi pengen iseng nelepon ke rumah Yayan. Aku kompakan dengan Ranti untuk ngerjain Yayan. Begitu diangkat, ternyata pas si Yayan yang ngangkat. Yayan duluan yang bertanya, “Di?! Dimana loe?” Langsung saja kujawab, “Lagi di rumah Ranti, gue lagi di kamarnya nih nemenin, kasian dia sendirian, cuma sama pembokat doang. Mungkin gue nginep kali?!” Dia kembali salting dan berbicara terbata-bata, “Ee.. ee.. di kamar? Ngapain??” Kubalas jawab lagi, “Gimana sih loe.. tau lah kalo udah di kamar lagi ngapain??” Kututup saja teleponnya dan kucium lagi bibir indah Ranti. Setelah Ranti melakukan blowjob, akhirnya aku jadi nginep di rumahnya, tidur seranjang bersama cewek untuk pertama kali.

Tamat

nikmatnya perawan

waktu itu saya masuk sebuah sekolah akademik diploma 1 tahun di Bandung, dan ternyata semua mahasiswi-mahasiswinya di sini lumayan cakep-cakep juga. Setelah 2 minggu lewat saya mulai akrab dengan semua mahasiswa-mahasiwa sekampus, dan terus terang di jurusan saya (Manajemen Informatika), perempuannya hanya sedikit sekali, dan kampus ini juga baru berdiri jadi belum begitu terkenal.

Setelah tiga minggu belajar di kampus ini, ternyata ada mahasiswi baru yang cantik, putih dan bercahaya, pakaiannya juga biasa-biasa saja tetapi semua laki-laki di kelasku, melongok melihat dia. Yaa ampun, cantik benar nih. Jam mata kuliah pertama selesai dan anak-anak laki-laki di kelasku banyak yang kenalan tapi terus terang hanya saya dan temanku berdua bisa dibilang cool, kami hanya keluar dan makan di kantin. Saya benar-benar belum punya nyali untuk dekat dengan wanita-wanita di kampus waktu itu. Dan dengan si mahasiswi baru itu pun kenalnya sangat lama sekali. Sebut saja nama panggilannya Ani. Saya yang baru memasuki dunia baru di perkuliahan, dan melihat cewek-cewek di kampus pun begitu menggebu-gebu nafsu birahiku. Tapi saya hanya punya pikiran dan perasaan sama si Ani ini, mungkin banyak cowok lainnya berpikiran dan berperasaan begitu juga, tapi saya tidak PD, dan saya itu bisa dibilang pendiam dan rata-rata menurut teman-teman, saya ini punya wajah lumayan ganteng. Yaa.. itu sih menurut teman-temanku.

Waktu perkuliahan pun terus berjalan, dan setelah 3 bulan lebih saya mulai akrab dengan Ani ini dan mulai sering ngobrol (sebelumnya hanya kenal senyum saja, ataupun hanya menanyakan tugas mata kuliah). Dan ternyata Dia ini lagi cuti kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta hukum terkenal di Bandung, tapi saya lupa waktu itu dia semester berapa, yang saya ingat waktu itu saya berumur 19 tahun dan dia berumur 22 tahun. Dan ternyata dia sudah punya pacar. Waduh hatiku lemas, walaupun sudah jarang ketemu tetapi statusnya masih resmi pacaran.

Saat kami berdua ngobrol, dia suka curhat tetapi saya suka mencuri pandangan ke arah buah dadanya yang indah menawan itu. Waduh pokoknya bulat tegap dan sedikit runcing, begitu juga kulitnya tidak satupun bekas goresan luka, hanya putih mulus dan pantatnya bulat menantang. Kalau dilihat dari belakang, waduh.. membuat kemaluan saya berdiri tegap dan ingin kuremas-remas dan ditancap dari belakang. Bayangkan kalau berjalan dia berlenggang-lenggok. Dia memiliki rambut yang indah, hitam dan panjang, berhidung mancung, berbibir tipis, alis dan bulu mata yang lentik (tapi seperti cewek bule). Dan memang cewek ini anak seorang yang kaya raya. Dan kami pun menjadi dekat dan akrab, tapi tidak tahu dia itu sukanya bareng dan jalan sama saya saja. Padahal kan banyak teman cewek di kampus itu ataupun cowok yang lain. Yaa.. tapi saya pun sangat senang sekali bisa jalan bareng sama Ani, Dia pun sering mengajak saya main ke rumahnya. Namun itu tidak pernah terjadi, mungkin saya tidak biasa main ke rumah cewek. Dan akhirnya dia ingin main ke rumah saya, waduh saya juga bingung karena saya juga belum pernah kedatangan teman cewek apalagi seperti dia, tapi dia terus memaksa saya.

Suatu hari di kampus, mata kuliah satu sudah selesai dan harus masuk lagi untuk mata kuliah yang kedua, tapi waktunya sore hari, dan ketika sudah selesai mata kuliah satu, kami pun merasa BT kalau di kampus saja, dan Ani memaksa saya untuk main ke rumah saya, katanya ingin tahu tempat tinggal saya dan sekaligus ingin curhat. Ya untungnya rumah saya itu hanya ada saudara saya (karena saya tidak tinggal bersama orang tua) dan rumah itu milik nenek saya. Oleh karena itu kehidupan saya bebas dan saling cuek sama anggota keluarga lainnya di rumah itu. Tidak ada saling curiga atau hal apapun, yang penting tidak saling merugikan satu sama lain.

Kami pun berdua pergi ke rumah saya. Siang bolong, ketika sudah sampai di rumah, Ani saya persilakan masuk ke kamar saya dan ternyata saya tidak grogi atas kedatangan cewek cantik ini. Dan ketika baru mengobrol sebentar lalu dia bicara, “Ted panas yaah hawa di Bandung sekarang ini.”
“Iya nih!” sambil kubawakan minuman dingin yang sangat sejuk sekali.
“Ted.. boleh nggak saya buka baju, kamu jangan malu Ted, saya masih pake pakaian dalam kok, habis panass siihh..”
Waduh memang saya merasa malu waktu itu dan sedikit deg-degan jantungku.
“Aduuh gimana kamu ini, emang kamu nggak malu sama aku?” bantahku.

Tapi kan dia sudah ngomong kalau dia masih memakai pakaian dalam. Kemudian saya keluar kamar sebentar untuk mengambil makanan ringan di lemari es, dan ketika saya memasuki kamar lagi, ya ampun.. pakaian dalam sih pakaian dalam tapi kalau ternyata kalau itu BH yang super tipis dan kelihatan puting susunya. Waduh, saya sangat grogi waktu itu dan saya pun sering memalingkan wajah, tapi tidak dapat dipungkiri, kemaluan saya pun berereksi dan aliran darah saya pun mengalir tidak karuan, apalagi hawa sedang panas-panasnya.
“Ayo sekarang kamu mau curhat lagi?” kataku.
“Nggak sih Ted, saya udah minta putus sama dia (pacarnya-red) dan dia setuju untuk resmi putus.”
“Ya udah.. abis gimana lagi”, katanya.

Dalam hatiku, asyik dia sudah putus, dan saya pun berpura-pura bersedih, karena memang kasihan melihat wajahnya sedikit pucat dan sedikit menangis. Dia memelukku sambil sedikit bicara kepadaku, tapi itu lho anuku tidak bisa diam dan semakin panas saja suhu tubuhku. Ketika kuelus rambut dan punggungnya, eh dia menciumku dan kubalas ciumannya dan dia membalas lagi, semakin lama kami berciuman dan dia memasukkan lidahnya ke mulutku. Waduh, ini benar-benar mengasyikan dan terus terang ini adalah pertama kali bagiku. Dan dia pun mengeluarkan suara desahan yang sangat lembut dan sensual, dan dituntunnya tanganku ke buah dadanya, langsung saja kuremas-remas dan BH-nya pun kubuka. Wow, buah dada yang sangat indah, putih, bulat berisi dan mancung serta puting yang bagus, sedikit warna merah di seputar putingnya dan berwarna coklat di puncaknya, sekali-kali kupelentir putingnya dan dia pun mendesah kuat, “Ssstthh ha.. hah.. aahh.. okhs Ted, bagus Ted, eenakk”, suaranya yang kecil dan merdu. Dia membuka bajuku dan aku kini dibuatnya telanjang, tapi aku hanya pasrah saja, tidak ada rasa malu lagi.

“Apa kamu sering melakukan ini sama pacar kamu?” kataku.
“Iya Ted, tapi nggak sering.. aaksshh..” kata dia sambil mendesah, tanganku diarahkannya ke liang kemaluannya, dan langsung kuelus-elus sambil lidahku menjilat putingnya yang indah itu. Sedikit-sedikit kuselingi dengan gigitan ringan tepat di puncaknya, dan dia menggeliat keenakan. Dan kemaluannya pun basah. Kubuka celananya dan celana dalamnya secara perlahan.

Oh iya, kami melakukannya di sofa kamarku tepat di depan TV dan stereo-set. Dan kami lagi sedang mendengarkan lagu-lagu rock barat tahun 70-an, ketika kubuka CD-nya, yes.. dia memiliki kemaluan yang bagus, bulu sedikit, dan memang dia masih perawan, dengan pacarnya juga hanya melakukan oral sex. Tetapi saya belum berani untuk menjilat kemaluannya, saya hanya mengesekkan tangan saya ke bibir kemaluannya. Eh ternyata dia turun dari sofa dan menghisap batang kemaluanku, “Aaakshh.. hsstt oks!” dia menjilati biji pelerku dan dia mengisap kemaluanku lagi sambil dipegang dan dikocoknya. “Waduuhh.. enak sekalii akkhhss..” aliran-aliran darahku mengalir dengan serentak dan ingin kumasukkan kemaluanku ke liang kemaluannya, tapi apa dia mau? Beberapa menit kemudian.. “Ted, kamu punya barang gede enggak, kecil enggak, panjang enggak and pendek enggak, tapi bener Ted, saya sangat suka kamu punya barang”, katanya sambil berdiri dan lubang kemaluannya dihadapkannya ke wajahku aku semakin tidak kuat saja.

Langsung saja kujilat liang kemaluannya. Wah agak bau juga nih, tapi bau yang enak. Semakin lama semakin asyik dan sangat enak, dan dia pun merintih-rintih kecil, “Uwuuhh oo.. sstt akhs.. akhs.. akhs.. oohh aahh.. sstth”, sambil tubuhnya agak bergerak nggak karuan, mungkin jilatanku belum pintar tapi kulihat dia sedang keasyikan menikmati jilatanku. Lalu dia berdiri dan menarik tubuhku ke lantai. Di situ kami berciuman lagi, entah kenapa aku merasakan sesuatu yang hangat di sekitar liang kemaluannya, kuingin batang kemaluanku dimasukkannya ke lubang kemaluannya. Soalnya aku masih ragu. Tapi saya memberanikan untuk bicara.

“An, kamu masih perawan nggak?”
“Iya.. aksshh.. sstt.. sstt aakhs”, katanya. Ternyata dugaanku benar.
“Tapi sama pacar kamu itu?”
“Iya tapi kalau aku sama dia hanya oral aja”, kata Ani.
“Tapi Ted, gimana kalau kita ini sekarang..” dia tidak melanjutkan pembicaraannya.

“Okh.. ookh.. okh.. sstt..” dia mencoba untuk memasukan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya dengan bantuan tangannya. Dengan begitu, aku pun berusaha untuk memasukkan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya, dan secara perlahan kugesekkan batang kemaluanku ke liang kemaluannya dan sedikit demi sedikit kumasukkan kemaluanku, tapi ini hanya sampai kepala aja, dan.. “Ooohh aakksshh.. ahh.. ah.. aahh.. oohh.. sset”, dia merintih- rintih. Aku terus menggenjot dia.
“Ted, ternyata pedih juga, aahh!” katanya.
“Tapi teruskan saja Ted..”.
Kulihat wajahnya memang mengkhawatirkan juga, tapi yang kurasakan adalah kenikmatan, meskipun itu masih tersendat-sendat dan sedikit kehangatan, “Ookkhhss.. sstt, aduh nikmatnya”, kataku. Dan memang ada sedikit darah di batang kemaluanku dan yes.. semua batang kemaluanku masuk, dan benar-benar nikmat tiada tara, dan hilanglah perawannya dan perjakaku.

“Ssstt.. sstt..” desahannya yang merdu dan menggairahkan apalagi didukung oleh kecantikannya dan mulus kulitnya. Dan kami masih melakukan gaya konvensional dan terus kugenjot naik turun, naik turun dan tumben, aku masih kuat dan menahan kenikmatan ini, karena kalau aku sedang onani, tidak selama ini. Di lantai itu kami melakukannya serasa di surga. “Assh.. asshh.. aakss.. oohh.. aksh.. sstt”, dia menjerit-jerit tapi biarlah kedengaran oleh saudaraku, yang lagi nonton TV di ruang keluarga. Karena pasti suara jeritan Ani ini kedengaran. “Terus Ted, aduhh Ted kok enak sih.. aakss ssttss..” katanya sambil merem melek matanya dan bibirnya yang aduhai melongo ke langit dan langsung kujilat lidahnya. “Duuhh aahss sstt duh An, aku mau keluar nih!” kataku. “Uuhhss sstt jangan dulu dong Ted.. bentar lagi aja”, katanya. Tapi memang saya waktu itu sudah nggak kuat, ehh ternyata.. “Sss oohh akkhhss.. oohh, duh Ted boleh deh sekarang, kamu dikeluarinnya di sini aja”, sambil ditunjukanya ke arah payudaranya. Dan.. “Creett.. cret.. cret.. crret” dan air maniku yang banyak itu menyemprot ke payudaranya dan sekitar lehernya. Selesailah main-main sama Ani, dan waktu pun menunjukan arah jam 5 lebih dan memang kami sudah telat untuk pergi lagi ke kampus memasuki pelajaran Mata Kuliah kedua.

Kami berdua terkulai dan ketiduran di lantai itu dalam keadaan masih telanjang, dan lagu di stereo tape-ku pun sudah lama habis. Bangun-bangun sudah hampir jam 19.00, kami pun bergegas berpakaian dan aku pergi ke kamar mandi untuk mandi, sesudah saya selesai mandi dia juga mandi, dan akhirnya kami pergi jalan-jalan sekalian mencari makan. Kami pergi ke daerah Merdeka dan makan. Sesudah itu kami nonton di Bioskop. Di Bandung Indah Plaza (BIP), lupa lagi waktu itu kami nonton apa. Sesudah selesai nonton Ani tidak mau pulang dia ingin menginap di rumah saya. Waduh celaka juga nih anak, ketagihan atau dia lagi ada masalah dengan keluarga di rumahnya. Setelah kami berbincang-bincang, ternyata dia tinggal tidak bersama orang tuanya, sama seperti saya. Dia tinggal bersama bibinya, dan memang tidak ada perhatian bibinya kepada Ani. Dan kami berdua pulang ke rumah saya dengan membawa makanan ringan, minuman (beer dan Fanta). Sesampainya di rumahku, kami berdua mengobrol lagi sambil menonton TV, dan kusuruh dia tidur duluan, kamipun tidur sambil berpelukan terbuai terbawa oleh mimpi indah kami berdua.

sejak saat itulah kami resmi berpacaran, dengan begitu makin sering juga kami melakukan perbuatan “nikmat” seperti yang telah kami lakukan sebelumnya.

Tamat

Sunday, November 21, 2010

Persembahan Spesial

<<< gerakan bisnis eksekskutif kreatif indonesia >>>

Juni 1991 saya pergi ke Lombok Timur untuk suatu tugas dari bos tempat saya bekerja untuk menagih hutang bisnis, pada salah satu kolega bisnisnya. Dari kota Malang yang ada di Jawa aku menggunakan perjalanan darat sampai ke Banyuwangi lalu menyeberang ke Bali dan dilanjutkan perjalanan darat lagi hingga ke Padang Bai yang ada di pantai timur bali, kemudian menyeberang lagi hingga ke Lembar di pulau Lombok, setelah itu aku masih harus menggunakan jalan darat lagi hingga ke Desa Mamben Kecamatan Aikmel di ujung Timur pulau Lombok. Setelah kurang lebih 40 jam dalam perjalanan aku tiba di rumah Haji Mochtar, kolega bosku yang berhutang tersebut.

Setelah berbasa-basi sejenak dengan Haji Mochtar, beliau mempersilahkan aku untuk beristirahat terlebih dahulu. Karena memang capek akupun berterima kasih sekali. Untukku disediakan kamar yang cukup besar bersebelahan dengan kamar tidur utama tempat tidur Haji Mochtar. Cukup mewah untuk ukuran rumah desa, selain cukup luas bersih dan nyaman. Siang itu aku tidur cukup nyenyak setelah dua hari diguncang kendaraan dalam perjalanan dari Jawa hingga ke Lombok.

Sore harinya aku bangun dalam keadaan segar, keluar dari kamar kulihat duduk di beranda sambil menghisap rokok. Melihat aku keluar dari kamar, Haji Mochtar menyambutku lalu memperkenalkan aku dengan anggota keluarganya ; Masmah istrinya, Yati janda almarhum kakak Haji Mochtar yang juga kolegaku di Malang serta lima anak Haji Mochtar dan empat anak Yati. Setelah berbasa-basi sejenak Haji Mochtar menawarkan aku untuk mandi di sungai. Walaupun di rumah Haji Mochtar ada kamar mandi, namun keluarga itu masih senang mandi di sungai, lebih segar katanya. Karena belum pernah mandi di sungai, aku jadi tertarik juga.

Ternyata sungai tempat mandi yang tidak begitu jauh dari rumah Haji Mochtar itu tidak seperti sungai yang aku bayangkan, lebih tepatnya telaga menurutku bukan sungai. Air telaga itu jernih sekali hingga batu dan ikan yang ada di dasarpun tampak. Karena hari belum terlalu sore, belum tampak orang mandi di sana. Telaga itu di sekat menjadi tiga bagian dengan mempergunakan anyaman daun kelapa diatas air dan tumpukan batu dari pemukaan air hingga dasar sungai. Di sebelah paling hulu tempat mandi dewasa, demikian juga yang di tengah sedangkan di hilir yang airnya lebih dangkal untuk mandi anak-anak.

Melihat air telaga yang jernih aku jadi ingin segera mandi, karena masih sepi tanpa canggung aku melepas seluruh pakaianku dan segera masuk ke air. Segar juga rasanya mandi di sungai, ingin rasanya aku berlama-lama berendam. Haji Mochtarpun tampaknya juga mempunyai perasaan sepertiku.

Kurang lebih seperempat jam kami berendam aku mendengar ada suara beberapa perempuan datang ke tempat mandi kami, aku pikir tentunya bilik yang di tengah adalah untuk bilik pempuan karena tampak lebih rapat dan aku juga tidak tahu jalan masuknya. Aku tidak ambil pusing dengan suara perempuan yang datang, sambil berenang agak ke tengah aku memeriksa batu pembatas bilik, sebab aku penasaran kenapa batu yang di tengah nampak terputus kurang lebih satu meter panjangnya.

Sesekali aku menyelam agar tahu apakah batas tersebut memang tidak sampai ke dasar, setelah tahu batas tersebut memang terputus sampai ke dasar, aku segera kembali ke tepi karena ingin bertanya pada Haji Mochtar kenapa batas itu terputus. Sewaktu aku menyembul ke permukaan untuk mengambil nafas, aku mendapati pemandangan yang sangat mengejutkan ; ternyata di tepian di dekat aku meletakan bajuku, aku melihat beberapa perempuan sedang melepas baju, hendak mandi. Lebih terkejut lagi mereka nampak tidak terkejut sama sekali dan nampak biasa-biasa saja. Diantara perempuan-perempuan itu aku melihat Yati dan Masmah istri Haji Mochtar, sambil melepas celana dalam Masmah menyapaku yang masih di dalam air, “Segarkan pak, mandi di sungai?”

“I i i ya bu,” jawabku tergagap, sambil mataku tidak lepas dari bukit kecil di belahan pahanya yang ditumbuhi bulu yang lumayan lebat dan kasar. Melihat pemandangan seperti itu aku jadi belingsatan sendiri, penisku mulai mengembang karena pemandangan tersebut. Bagaimana tidak jika dalam jarak kurang dari 4 meter di depanku ada enam orang perempuan yang semuanya telanjang bulat.

Aku jadi berpikir apakah aku tadi terbawa arus waktu di bawah air hingga aku terseret ke bilik tengah ? namun anehnya kenapa para perempuan itu tidak terkejut? Dalam kegalauan seperti itu aku melihat Yati yang juga telah telanjang bulat segera menceburkan diri ke air dan berenang mendekatiku.

Nampaknya dia tahu apa yang tengah aku pikirkan. Setelah mencapai jarak kurang dari 1 meter dariku Yati berbicara pelan padaku, “Ndak usah bingung pak, disini kami mandi barengan, campur laki-laki dan perempuan. Kalau bapak mau lihat, lihat aja mereka juga ndak marah kok kalau diperhatikan.”
“Kalau suami mereka tahu bagaimana ?” tanyaku.
“Santai saja, sebab di sini wanita adalah konsumsi. Mereka tidak berhak marah. Itu yang disebelah kiri itu kan suaminya yang itu,” kata Yati sambil menunjuk seorang wanita yang tengah menggosok betisnya dengan batu.

Di tepian aku memperhatikan Masmah masih belum menceburkan diri ke air, dia asyik berbincang dengan seorang wanita. Nampaknya mereka berdua merasa kalau sedang aku perhatikan. Merasa diperhatikan seperti itu mereka sama sekali tidak merasa risih, bahkan mereka duduk pada sebuah batu yang letaknya lebih dekat denganku.

“Tidak usah ditutupi pak, kita semua di sini telanjang kok jadi ndak usah malu,” kata Yati sambil tangannya berusaha untuk menyingkirkan tanganku yang menutupi penisku.
“Kalau baru pertama mandi di sini pasti ngaceng,” kata Yati yang entah sengaja atau tidak menyentuh penisku.
“Pak Haji mana tanyaku ?” sambil berbisik.
“Mungkin di sebelah,” jawab Yati.
“Kalau begitu aku menyusul ke sebelah saja,” jawabku sambil berbalik.
“Jangan pak, nanti bisa dapat masalah, kalau masuk ke sana harus berpasangan,” jawab Yati pelan.
“Memang kenapa ?” tanyaku.
“Nanti aja ceriteranya di rumah, sekarang kita ke tepi saja, kalau masih malu keluar dari air duduk saja di batu itu,” jawab Yati, sambil menunjuk sebuah batu yang letaknya di dalam air kurang lebih satu meter dari tempat Masmah duduk. Aku masih bengong dan belum ada respon. Tiba-tiba Yati melakukan gerakan yang cukup mengejutkan aku, digenggamnya penisku lalu ditarik sambil berkata, “Ayo duduk di situ, capek nih berdiri terus.”
“I i iya,” jawabku tergagap karena masih asyik memperhatikan Masmah dan kawannya.
“Duduk situ saja pak, kalau malu keluar dari air,” kata Masmah sambil membetulkan duduknya lebih masuk ke air hingga pantatnya masuk ke air.

“Sudah duduk sini dulu saya mandi dulu,” kata Yati setelah sampai di batu yang dimaksud.
“Pak Theo kalau mau lihat jangan sungkan sebab disini bebas untuk melihat tapi haram untuk memegang,” kata Masmah sambil membenahi duduknya lebih mengangkang karena akan membersihkan selangkangannya, dalam posisi duduk seperti itu begitu nampak jelas belahan vagina Masmah yang berada kurang lebih satu meter di hadapanku. Melihat pemandangan seperti itu makin bertambah tegang saja penisku.

Tanpa kusadari ketiga wanita di depanku juga tengah asyik memperhatikan batang penisku yang makin mengembang, dan nampak mata mereka begitu horny memandang batang penisku di air yang jernih itu. Karena merasa tidak tahan lagi kulihat ketiga wanita dihadapanku itu mulai menggosok-gosok bibir vagina mereka dengan tangan, aku segera keluar dari air dan langsung meraih handukku yang tadi kuletakan diatas batu, lalu dengan cepat aku memakai celana dalam dan celana pendekku dengan tergesa-gesa.

“Saya duluan bu Yati, tolong pamitkan pak Haji. Mari bu Masmah saya udah kedinginan nih,” kata ku berbohong. sebenarnya aku ingin segera pulang untuk onani karena aku ingin segera menyalurkan hasratku dan tidak ada lawan untuk menyalurkan hasrat tersebut. Lagian aku belum terbiasa dengan pemandangan seperti tadi.
“Ya pak, segera kami menyusul”, jawab Masmah dan Yati hampir bersamaan.

Setibanya di rumah aku lansung masuk kamar dan melepaskan celana pendekku untuk segera melakukan onani, namun baru aku mengelus batang penisku sendiri, aku mendengar suara dari kamar Haji Mochtar, aku tak ambil pusing. baru aku mau melanjutkan aksiku, aku mendengar pintu tembusan yang menghubungkan kamarku dan kamar Haji Mochtar terbuka, tentu saja aku terkejut dan berusaha menutupi bagian bawah tubuhku yang tidak bercelana. Namun sekali lagi aku dibuat terkejut, dari arah pintu itu aku melihat Haji Mochtar bersama Masmah istrinya dan dua perempuan yang salah satunya tadi bertemu aku di sungai memasuki kamarku, lebih mengejutkan lagi mereka berlima dalam keadaan telanjang bulat.
Sambil tersenyum Haji Mochtar berkata,

“Maaf lho pak tadi di sungai saya tinggal sebab saya bertemu dia.” sambil menunjuk wanita di sebelahnya yang belum aku kenal sama sekali.
“Oh ndak apa-apa pak, toh saya bisa pulang sendiri,” jawabku.
Lalu Haji Mochtar berkata lagi, “Begini pak, bapak kan tamu saya.Disini ada adat tidak tertulis yang mewajibkan kami untuk menjamu bapak sepenuhnya termasuk meminjamkan istri kami sebagai teman tidur jika bapak menghendaki, seperti bapak menjamu kami kalau kami ke Jawa. Bedanya kalau di Jawa bapak tidak meminjamkan istri tapi bisa membelikan perempuan untuk kami, yang seperti itu disini tidak boleh karena itu zinah.”
“Jadi saya boleh nih pinjam bu Masmah untuk teman tidur saya malam ini,” tanyaku sembrono.
“O boleh pak, bukan hanya Masmah tapi juga kedelapan istri saya yang lain. Nanti mereka akan saya panggil ke sini semua dengan suami-suami mereka jika mau. O ya hampir lupa, kenalkan ini Hindun istri saya yang ke tiga,” kata Haji Mochtar sambil menunjuk wanita yang tadi bertemu aku di sungai. Perempuan itu lalu mendekatiku dan menjabat tanganku sambil berkata ;
“Hindun, tadi kita sudah bertemu di sungai kan.”
“Theo, ya tadi kita sudah ketemu,” jawabku.
“Dan ini Mukti, istri saya yang ke sembilan. Sementara ini istri termuda saya,” kata Haji Mochtar.
“Mukti,” Kata perempuan yang berusia kurang lebih 20 tahun itu menjabat tanganku sambil tersenyum.
“Theo,” sambil menyambut uluran tangannya.
“Nah sekarang pak Theo mau pilih siapa untuk menyalurkan hasrat pak Theo. Silahkan pilih, atau mau pakai ketiganya juga boleh. Tapi kalau bapak mau pakai kak Yati silahkan nego sendiri karena dia-kan bukan istri saya jadi saya tidak berhak untuk menawarkan, tapi karena kak Yati juga merupakan tuan rumah di rumah ini, kak yati juga wajib untuk menjamu pak Theo,” terang Haji Mochtar lagi.

“Sudah karena aku juga wajib untuk menjamu, maka sekarang aku putuskan aku yang akan menemani pak Theo tidur, lagian selama dua tahun aku ditinggal suamiku baru kali ini aku merasa terangsang melihat laki-laki telanjang. Masmah dan Hindun sekarang juga harus melayani pak Theo, karena tadi di sungai sudah bikin pak Theo ngaceng, jadi kalian berdua harus tanggung jawab. Haji Mochtar sekarang harus menunggui kami bermain supaya bisa belajar bagaimana seharusnya orang bersetubuh, jangan seperti laki-laki disini yang bisanya hanya bisa main diatas dan perempuan dibawah terlentang tanpa perlawanan. Mari kita mulai,” potong yati sambil langsung mendekatiku, seraya melepaskan selimut yang kubelitkan di pinggang karena aku tidak bercelana.

Setelah berhasil melepaskan selimut itu Yati memagut bibirku sambil berusaha melepaskan kaosku, setelah kaosku juga terlepas, Yati menoleh sambil berkata ;
“Kalian berempat perhatikan kami, biar bisa main lebih bagus.”
Setelah itu Yati lansung berjongkok dan memasukan penisku ke mulutnya, kulihat keempat orang di depanku terbeliak karena baru kali itu mereka melihat orang melakukan oral sex. Pada saat Yati melakukan oral sex padaku, kulambaikan tanganku memberi tanda agar Masmah mendekat. Setelah dekat denganku, lansung kutarik tangan Masmah agar lebih dekat denganku. Setelah itu kupeluk Masmah dan kupagut bibirnya, nampaknya Masmah belum pernah ciuman dengan cara seperti itu. Terpaksa aku ajarkan dia bagaimana harus memberikan perlawanan. Tak lama kemudian Masmah mulai bisa mengimbangi permainan mulutku di mulutnya. Pada saat Masmah mulai lancar memagut bibir, kulambai Hindun untuk mendekat, lalu aku berkata pada Masmah,

“Sekarang ibu coba berciuman dengan bu Hindun.”
Nampak canggung sekali Masmah dan Hindun melakukan perintahku, karena mereka belum pernah berciuman sesama wanita. Melihat hal itu, lalu kudorong tubuh masmah agar tidur terlentang di tepi Kasur dengan kaki menjuntai ke lantai. Kemudian akusuruh Hindun untuk tengkurap diatasnya untuk kembali mencumbui Masmah. Dalam posisi seperti itu, kurentangkan kaki Masmah agar selangkanganya membuka, lalu kujambak rambut Yati untuk melepaskan mulutnya dari penisku. Kemudian aku mmerangkak di lantai seraya mendekati selangkangan Masmah dan Hindun yang terbuka lebar. Dengan rakus lalu kubuka belahan vagina Masmah seraya memasukan ujung lidahku kedalam liang vaginanya.
“Ouuuugh, teeeerrrrrrrus phak Theoh,” Masmah menlenguh panjang sambil tangannya berusaha untuk meraih belakang kepalaku.

Sementara itu dari bawahku Yati telentang dan masih berusaha untuk mengoral penisku kembali. Tidak sampai sepuluh menit kemudian, aku merasa kedua perempuan di depanku mengenjang dan nampak cairan bening meleleh dari liang vagina mereka berdua, sambil mulut mereka menceracau ;
“Aaaaaduh kak, aku keluuuuuuuuuuuaaaaaaar,” racau Hindun.
“Aaaaaaaaaaku juuuuuughaaaaa,” timpal Masmah.
Aku menjilati seluruh cairan yang keluar dari kedua vagina itu hingga bersih, lalu berdiri dan kujambak rambut Yati untuk berdiri juga. Aku menoleh untuk melihat reaksi Haji Mochtar melihat itu.
“Lho kok berdiri terus, duduk situ kan nyaman pak,” kataku sambil menunjuk sofa yang terletak di seberang tempat tidur. Setelah Haji Mochtar dan Mukti duduk berdampingan di sofa itu, kusuruh Yati untuk meng-oral Haji Mochtar. Yati lalu membungkukkan badannya ke depan, sementara dari arah belakang aku berusaha untuk memasukan penisku kedalam vaginanya. Walaupun Yati seorang janda dengan empat anak, namun vaginanya masih terasa sangat sempit, apalagi dalam dua tahun menjanda tidak ada satu bendapun yang menerobosnya, agak sulit juga aku berusaha memasukkan penisku pada vagina yati yang sudah lumayan basah itu. Setelah menempel pada bibir vagina Yati yang kubuka dengan dua jariku, kutekan kuat-kuat pinggulku ke depan.

“Ouuuuuuuugh, ssssssssshh, aaaaaaaaah,” mulut Yati melenguh dan mendesis seperti orang kepedasan.
“Hhhhhhhh, hhhhhhhh, yeesssss,” timpalku saat batang penisku berhasil menerobos liang vagina Yati.
“Ouuuuuuugh aaaaaaah, eeeeeenaaaaak kaaak,” sambung Haji Mochtar, yang baru pertamakali itu merasakan oral sex.
Setelah kutahan beberapa saat, kutarik pinggulku ke belakang hingga penisku terlepas dari vagina Yati. Setelah penisku terlepas lalu kumasukkan lagi pada liang vagina Yati, demikian kuulangi hingga tiga kali.
“Ouuuuuuuugh, Ouuuuuuuugh,” desah Yati setiap kali penisku menembus bibir vaginanya.
Setelah aku merasa mantap posisiku, kupegang pinggul Yati yang cukup besar itu dengan kedua tanganku lalu kuayun maju mundur.

“Ouuuuuuuuuuughhhhh aaaaaaaah,” desah Yati dengan mulut penuh karena sedang mengulum penis Haji Mochtar.
“Aaaaaaaaah teeeeeeerus phak Theeo, eeeeeeenaaaaaakk,” lenguh Yati lagi.
“Auuuuuuuuuh aaawaass kaaak, aku hampir keluar !!!!!!!” pekik Haji Mochtar tertahan.
Mendengar itu Yati bukannya melepas penis Haji Mochtar, tapi malah mempergencar serangannya pada penis Haji Mochtar. Dikulumnya seluruh batang penis Haji Mochtar yang tidak begitu besar itu hingga sampai kepangkalnya, lalu Yati menggeleng kekiri dan kekanan dengan cepat sambil menghisap batang penis itu. Diperlakukan seperti itu Haji Mochtar semakin tak tahan, tubuhnya mulai mengejang dan mulutnya melenguh ;
“Aaaaaaawaaaaas kaaaaaaaak, aku keluarhhhhh !!!!”
“Sseerrrrrrrrrt, ssssssseeeeert,” penis Haji Mochtar memuntahkan lahar panasnya.
“Gllk, glek, aaaaaaah,” Yati menelan seluruh sperma Haji Mochtar yang tertumpah di mulutnya.
Tigapuluh detik kemudian kulihat Haji Mochtar lunglai tak berdaya, sementara Yati masih sibuk menjilati ujung penis Haji Mochtar.

“Ouuuuuugh sudah kak aku sudah tak tahan lagi, aakku suudaah taaak kuuuat,” erang Haji Mochtar, sambil menjambak rambut Yati, dan berusaha menjauhkan mulut Yati dari penisnya.
Melihat itu aku jadi kasihan juga dengan Haji Mochtar, lalu kutarik pinggul Yati yang dari tadi kupegang sambil berkata,
“Ganti posisi hhhhhh!”

Tanpa melepas penisku dari vagina Yati kutarik dia kebelakang lalu aku berjalan mundur berputar hingga kearah sofa, lalu aku duduk di sofa di sebelah mukti yang sedari tadi kulihat sibuk menggosok-gosok vaginanya dengan telapak tangannya sambil memperhatikan kami bertiga. Dengan posisi aku terduduk di sofa dan Yati berada diatasku dalam posisi membelakangiku, yati mulai beraksi dengan cara bergerak naik turun diatasku hingga penisku bergerak keluar-masuk dalam vaginanya. Tanganku tidak lagi memegangi pinggulnya tetapi kumainkan clitoris Yati dengan kedua tanganku. Kuperlakukan seperti itu Yati semakin tak tahan. Gerakannya makin cepat dan mulutnya menceracau dengan suara aneh yang cukup keras. Hingga dalam kamar terdengar gaduh oleh ceracau Yati, mungkin dari luar kamarpun terdengar cukup kuat.

“Ouuuuuugh, aaahh, sssssssh, aaaaku maaauu kheeluaaarh phaak Theooooooo !!!! pekik Yati sambil mempercepat gerakannya.
Tiba-tiba kurasakan tubuh Yati mengejang lalu menekan kuat-kuat pinggulnya ke bawah hingga seluruh batang penisku tertancap seluruhnya kedalam liang vagina Yati hingga terasa kepala penisku meenyentuh dinding rahim Yati.
“Oooooouuuuuuh aaaaaaah aaaaaahhhh,” pekik Yati.
“Ssreeeeeet, ssssseeeeeeeeerrrrrr, ssesseerrrrr,”aku merasa ada cairan kental hangat dari dalam vagina Yati mengguyur batang penisku. Cukup banyak juga cairan yang keluar dari dalam vagina Yati hingga berleleran membasahi pangkal pahaku.
“Hhhhhhhhh belum apa-apa sudah mbonjrot, nggak tanggung jawab kataku,” sambil berusaha mengintip Masmah dari bawah ketiak Yati. Masmah dan Hindun yang berada di tempat tidur dihadapan Yati nampak terbeliak melihat itu.
“ayo tanggung jawab!” kataku sambil mendorong tubuh Yati kesamping. Kemudian aku berdiri dan menyodorkan batang penisku kemulut Yati untuk dibersihkan. Dengan tubuh lunglai, Yati menerima sodoran penisku lalu dengan sisa tenaganya mulai menjilati batang penisku hingga bersih. Setelah bersih, aku lalu berjalan menuju tempat tidur untuk menuntaskan haratku dengan Masmah. Melihat itu Hindun lalu bangun dan hendak turun dari tempat tidur, tapi aku mencegahnya.
“Eit mau kemana ? kamu juga kan sudah dipinjamkan padaku oleh suamimu ?” tanyaku pada Hindun.
“Bukannya pak Theo mau main dengan kak Masmah ?” tanya Hindun bingung.
“Denganmu juga mari kita bermain bertiga,” jawabku.
“Iya pak saya juga pingin merasakan seperti Kak Yati tadi, memangnya bapak masih mampu ? lagipula giliran saya kan setelah Kak Masmah,” tanya Hindun bingung.

“Ngapain pakai ngantri kayak mau beli karcis bioskop saja, mari sini kuajari kalian main bertiga,” jawabku sambil memeluk belakang kepala Hindun agar tak lari dia. Kuberi Hindun ciuman di bibir, nampaknya Hindun sudah mulai tanggap dan memagut bibirku.

“Hebat baru belajar langsung bisa,” kataku memuji Hindun sambil melepaskan pagutan Hindun di bibirku.
Masmah masih terlentang di kasur, aku lalu tengkurap diatasnya lalu aku memagut bibirnya. Seperti Hindun, Masmah juga sudah cukup tanggap. Tiba-tiba aku merasakan tangan Masmah memegang batang penisku dan berusaha untuk membimbing penisku kearah selangkangannya.

“Eeeit, belum waktunya,” kataku sambil melepaskan pagutanku pada bibirnya.
“Kalian berdua duduk berdampingan di sini” kataku sambil berdiri ditengah-tengah tempat tidur. Setelah mereka berdua menuruti perintahku, kusodorkan penisku kearah mulut Masmah. Karena tadi Masmah sudah melihat apa yang telah dilakukan Yati, diapun mengerti yang kumau. Segera Masmah memegang batang penisku lalu mulai menjilatinya. Kujambak rambut ubun-ubun Masmah agar mulutnya terbuka, setelah Masmah membuka mulutnya, kumasukkan batang penisku kedalam mulutnya. Karena mulut Masmah agak, kecil terasa sesak penisku dalam mulutnya. Masmah hanya bisa mengakses penisku hingga sebatas helmnya saja.

Kutarik batang penisku dari mulut Masmah, lalu kusodorkan ke mulut Hindun yang nampak sudah tak sabar untuk menikmati batang penisku juga. Karena mulut Hindun lebih besar, terasa lebih longgar dan lebih panjang batang penisku yang bisa diaksesnya, meskipun tidak sampai setengah dari batang penisku yang bisa diaksesnya. Setelah merasa cukup menikmati mulut mereka berdua yang bergantian mengulum penisku, kudorong kepala Hindun kebelakang agar melepaskan batang penisku. Setelah itu kusuruh Hindun untuk terlentang dan Masmah menungging diatasnya dalam posisi 69. Mereka berdua nampak belum paham dengan perintahku.

Setelah kuajari Masmah dan Hindun untuk saling menjilati clitoris lawan mainnya, aku segara turun dari tempat tidur dan mendekati Mukti yang sudah belingsatan dari tadi.
“Ayo kamu juga harus belajar jadi penyiar !” kataku sambi berdiri diatas sofa, agar posisi penisku tepat didepan mulut Mukti.
“Mari pak, saya juga pingin merasakan jadi penyiar seperti kak Masmah dan kak Hindun,” kata Mukti. Mukti lalu memegang batang penisku dan mulai memainkan dengan ujung lidahnya, tiba tiba kudengar Yati berkata pada Haji Mochtar, katanya :
“Heh kamu tadi baru main dengan Mukti kan ?”
“Iya kak, memangnya kenapa ?” jawab Haji Mochtar.
“Sudah kamu bersihin belum ?” tanya Yati lagi.
“Belum kak, biasanya kan dia bersihin sendiri,” jawab Haji Mochtar lagi.
“Nggak tanggung jawab, maunya makai aja ndak mau membersihin. Ayo bersihin, nanti biar kalau dipakai pak Theo sudah bersih”, perintah Yati.
“Baik kak,” kat Haji Mochtar sambil bangkit berdiri lalu hendak melangkah pergi.
“Eeeee mau kemana kamu ?” Yati bertanya pada Haji Mochtar.
“Gimana sih, katanya suruh bersihin. ya mau ambil lap sama air,” jawab Haji Mochtar jengkel.
“Bodoh, tadi kan sudah diberi contoh sama pak theo, juga sama aku kan sudah kuberi contoh masak masih mau ambil lap ?” kata Yati.

“Sini lihat cara bersihinnya!” kata Yati sambil bangkit dari sofa lalu berlutut di lantai tepat dihadapan Mukti. Yati lalu membuka kedua kaki Mukti yang duduk dengan kaki rapat agar megangkang, setelah kedua kaki Mukti mengangkan lebar, Yati lalu menyerang pangkal paha Mukti dengan mempergunakan lidahnya. Diperlakukan seperti itu Mukti mulai mengerang,
“Aaaaarrggh,” suara Mukti tertahankarena mulutnya penuh dengan batang penisku.

Nampak Haji Mochtar mulai bangkit lagi gairahnya, batang penisnya nampak mulai bergerak untuk bangkit lagi. Dia lalu bergerak menuju belakang Yati untuk menirukan gerakan kakak iparnya itu pada vagina Yati. Dalam posisi setengah merangkak seperti itu tentulah pantat Yati yang cukup besar itu begitu mengundang nafsu untuk disetubuhi. Apalagi Haji Mochtar sudah memendam rasa untuk merasasakan vagina kakak iparnya itu sejak bertahun-tahun yang lalu. Sejak almarhum kakaknya masih hidup, tapi sayang Haji Mochtar tidak pernah berani untuk mengatakan keinginannya itu pada almarhum kakaknya. Padahal apabila dia berani untuk mengatakan pada almarhum pasti dipinjamkannya. Perlahan Haji Mochtar bangkit dari sofa lalu merangkak ke belakang Yati. Setelah wajahnya tepat di belakang pantat Yati, Haji Mochtar mulai menirukan gerakan lidah Yati pada vagina kakak iparnya itu. Mendapat serangan secara tiba-tiba tentu Yati terkejut, dia mulai mengerang ;
“Aaaaaaaah, baaaaaagusssssssss kamu beelajaar duuluu di puuunyakuuuuuuuuu.”
“Sluuurp, ya kak, begini khann ? sluuuuuuuuuurp,” jawab Haji Mochtar.
“Baaguuss, sesekarang kamu beersihiin punya Mukthii,” jawab Yati sambil menahan nikmat seraya berdiri. Yati lalu ikutan Mukti menjilati penisku.
“Sssssudaaah, rudal ku mauu tak khandangin dhuluu aaaaaaaah,” kataku sambil melompat turun dari sofa menuju ke tempat tidur.
“Kalian berdua selesaikan Haji Mochtar!!” perintahku pada Yati dan Mukti.
Sesampainya diatas tempat tidur, aku lalu mendekati Masmah dari arah belakang. Kuraih rambut Masmah yang panjang sepantat itu lalu kugulung agar tidak menggangu serangan yang telah kurencanakan pada Masmah. Tahu aku dekati Masmah dan Hindun berhenti bermain.
“Eee terus ndak boleh berhenti!” kataku pada mereka berdua.
Aku lalu meraih pantat Masmah yang sedang nungging diatas Hindun, kuarahkan batang penisku pada vaginanya yang tampak sempit diantara dua pantatnya yang tidak begitu besar itu.
“Bu Hindun ganti sasaran pada buah pelirku ya, sekalian tolong arahin rudal ini ke lubang bu Maasmah !” kataku memerintah Hindun sambil berdiri pada kedua lututku tepat dibelakang Masmah.
“Baaaaaik phaak,” jawab Hindun sambil meraih batang penisku.
“Auuuuuuuh, ssssssaakiit paaak,” erang Masmah karena baru sekali ini dia merasakan penis sebesar punyaku.
“Aaaaaaaaah, buukaaaaiiin bbbibirnya deengan jajarii bbu nDun”, sahutku sambil menarik pinggang Masmah agar penisku dapat masuk lebih dalam pada vaginanya.
“Auuuuuuuh, ssssssaakiit paaak susuudah paakk ndaaak kuuuat,” erang Masmah lebih lanjut.
Mendengar itu aku jadi lebih bernafsu untuk menghajar Masmah lebih lanjut, kutekan penisku kuat-kuat agar bisa masuk seluruhnya dalam vagina Masmah, lalu aku berhenti untuk memberikan kesempatan pada Masmah agar bisa beradaptasi dengan penis besarku. Sementara itu aku menoleh untuk melihat reaksi Haji Mochtar melihat istrinya kesakitan. Aku tidak melihat reaksi Haji Mochtar, karena dia sudah berganti posisi terlentang di lantai dan dua perempuan diatasnya berjongkok sambil berhadapan, Yati pada bagian bawah dan Mukti berjongkok di wajah Haji Mochtar yang tampak asyik menikmati vagina Mukti dengan lidahnya. Kurang lebih satu menit kubiarkan batang penisku diam dalam vagina Masmah, sementara kantung pelirku sesekali dihisap oleh hindun, lalu aku bertanya,
“Masih saakit bu Masmah ?”
“Ssssedikiiiit tataappppi eeeeenaaak phak,” jawab Masmah.
Mendapat jawaban seperti itu aku mulai menarik pantatku kebelakang perlahan lalu mendorongnya kedepan lagi.
“Auuuh, aaaaaah, aaaaaaaaaaa, aaaaaah,” erang Masmah setiap kali aku menekan batang penisku karena menabrak dinding rahimnya.
Semakin lama semakin licin lubang vagina Masmah semakin cepat pula gerakanku. Tak lama kemudian aku merasakan lobang vagina Masmah berdenyut, lalu kutekan penisku dalam-dalam pada vagina itu.
“Mmmmmmhhhhhh,mmmmaaaaaahhhhhh”, tiba-tiba Masmah mengerang tertahan karena mulutnya tersumbat vagina Hindun. Bersamaan dengan itu aku merasa ada cairan hangat yang menyembur penisku dari dalam vagina Masmah.
Bersamaan dengan itu Hindun mengejang sambil men jepit kepala Masmah dengan kedua pahanya. Mereka berdua orgasme hampir bersamaan. Setelah tubuh Masmah melemas, kucabut batang penisku, lalu kubalik posisi mereka berdua agar Hindun berada diatas Masmah. Sekarang Hindun dalam posisi nungging berada diatas Masmah. Aku lalu berpindah ke belakang Hindun dan mulai melakukan serangan yang sama seperti pada Masmah tadi. Vagina Hindun memang tidak sesempit Masmah jadi agak lebih mudah aku memasukan batang penisku pada vaginanya, apalagi ditunjang cairan yang begitu banyak dari dalam vagina memudahkan aku untuk menggoyang maju mundur. Namun demikian aku merasa vagina Hindun masih cukup sempit.
“Aaaaaaaaaah,aaaaaaah,” erang Hindun setiap kali aku menggerakkan pantatku kedepan dan kebelakang.
“Aaah hhhh uuuuuuuh aaaaaaaaaaaaah,” suara Yati yang sedang bermain di lantai dengan Haji Mochtar.
“Aaaaaaadddduuhh ppaaaaaak aaku keelluar laghiiiiii,” rintih Hindun sambil bandannya mengejang.
Tanpa memperdulikan rintihan Hindun kuayun pantatku lebih cepat, begitu nikmat rasanya vagina yang menyempit karena tubuh yang mengejang. Ditambah lagi dengan denyutan yang cukup kuat dalam lobang nikmat Hindun yang sedang orgasme. Kurang lebih satu menit kemudian tubuh Hindum melemas tak berdaya. Karena sudah tidak ada perlawanan dari kedua perempuan di bawahku, aku segera beranjak turun dari tempat tidur lalu menghampiri Mukti dari arah belakang.
Setiba di belakang Mukti, lalu kuangkat pantat perempuan itu hingga mencapai posisi merangkak. Dalam posisi seperti itu segera kutusukan batang penisku kedalam liang senggama Mukti yang sudah basah tersebut. Walaupun liang senggama Mukti sudah sangat basah sekali karena cairan nikmatnya sendiri yang bercampur dengan ludah Haji Mochtar. Meskipun lubang vagina Mukti sudah sangat basah dan licin, namun masih begitu terasa menggigit, karena walaupun Mukti sudah 5 tahun menikah dengan 5 laki-laki, namun Mukti belum pernah hamil apalagi melahirkan.
“Uuuuuugh, aaaahh, ssssss,” desah Mukti begitu merasakan batang penisku yang cukup besar menembus bibir vaginanya.
“Aaaaah,aaaaah,aaaaaaaaaaaah,” desah Mukti setiap kali aku mengayunkan pantatku maju mundur.
Kurang dari 5 menit kemudian aku merasakan tubuh Mukti mengejang dan mulutnya melenguh panjang,
“Uuuuuuughh ahhh !!!!” Mukti melenguh dan kurasakan ada cairan hangat yang menyembur penisku di dalam vagina Mukti. Beberapa detik kemudian aku merasakan tubuh Mukti melemas bagaikan kain basah. Merasa tidak akan ada perlawanan lagi dari Mukti, segera kucabut batang penisku yang masih tegak berdiri. Setelah kusingkirkan tubuh Mukti yang lemas, aku memandang ke sekeliling mencari lawan yang masih mampu untuk melayaniku melepaskan dorongan dari dalam tubuhku yang serasa mau meledak.
Dari empat perempuan yang ada, kulihat hanya Yati yang masih bertahan. Yati masih asyik naik turun diatas Haji Mochtar. Nampak gerakan Yati sudah sangat liar, menandakan dia sudah hampir orgasme untuk yang kesekian kalinya. Di bawah Yati kulihat Haji Mochtar dengan tubuh mengejang dan mulutnya mendengus seperti sapi yang sedang disembelih, nampaknya Haji Mochtar juga hampir ejakulasi. Segera kuhampiri Yati dari belakang, kutekan punggung Yati agar dia lebih mendekat ke tubuh Haji Mochtar. Yati yang sudah begitu berpengalaman melayani lebih dari satu laki-laki segera tanggap maksudku. Segera Yati menghentikan gerakannya dan memberikan kesempatan buatku untuk memasukkan batang penisku ke lubang anusnya. Tanpa membuang waktu segera kuarahkan batang penisku ke lubang anus Yati setelah kuludahi terlebih dahulu, lalu kutempelkan topi baja penisku pada bibir anus Yati. Dengan kedua tangan kubuka belahan pantat Yati agar lubang anusnya ikut terbuka. Perlahan tapi pasti aku mulai menekan batang penisku untuk menembus lubang anus Yati yang sudah tidak sempit lagi itu, namun karena sudah lebih dari dua tahun Yati tidak melakukan anal seks, lubang anusnya terasa sangat sempit sekali.
“Aaaaaauuuuuuuuuuuuh ssssssssaaakit, pepepelan phaaak,” rintih Yati menahan sakit dan nikmat.
Setelah berhasil masuk, kutahan sebentar batang penisku dalam lubang anus Yati, agar Yati dapat beradaptasi. Selang beberapa saat kemudian Yati mendesis seperti orang kepedasan,
“sssssh,sssssssssh,sssssssssssssh,” begitulah tanda Yati jika siap untuk penetrasi setiap kali main dengan dua lawan atau lebih. Dulu waktu Yati masih tinggal di Malang dan suaminya masih hidup, kami sering sekali main bersama bertiga bersama dengan almarhum suaminya dan pak Hendra bos kami. Mendapat serangan ganda seperti itu tak lama kemudian Yati mulai liar gerakannya, Yati menghentak maju mundur tak beraturan pertanda sudah hampir orgasme. Kulihat haji Mochtar yang berada di bawah juga semakin liar pertanda sudah hampir klimax, sementara akupun sudah hampir meledak. Pada kondisi seperti itu segera aku ambil komando ;
“Cabuuuuuuuuuut,” kataku sambil terengah.
“Uuuuuaaaaaaaaaaaaaaah,” sahut Yati sambil merangkak maju hingga kedua batang penis yang menusuknya terlepas.
segera setelah itu Yati bergeser dan merubah posisi duduk di sofa dengan kedua paha yang mengangkang, sehingga belahan vaginanya nampak merah merekah. Aku segera berdiri sambil mencekik batang penisku agar tidak memuntahkan spermaku yang serasa hampir meledak, kutengok Haji mochtar bingung dan batang penisnya nampak berkedut-kedut hendak menumpahkan sperma. Segera aku memberi komando ;
“Tahan pak Haji, cekik, jangan sampai muntah dulu. Berdiri pak,” kataku pada Haji Mochtar.
Meski bingung Haji Mochtar menurut saja pada perintahku, segera dia berdiri sambil mencekik batang penisnya sepertiku. Kutengok ketiga perempuan yang lain yang berada di kasur, apakah mereka masih menonton atau sudah terkapar. Ternyata ketiganya masih terkagum dengan permainan kami bertiga, melihat itu segera kulambaikan tanganku meminta mereka untuk mendekat, segera mereka bertiga beringsut dari tempat tidur lalu mendekati kami bertiga. Setelah dekat segera kucium Masmah di depan suaminya dan kubisikan di telinganya ; “Jilatin vagina Yati, biar dia orgasme lagi,” kataku di telinga Masmah.
“Ya pak, beres”‘ jawab Masmah.
Segera setelah itu aku melangkah maju dan menyodorkan batang penisku ke wajah Yati. Segera Yati menyambut batang penisku dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya telah menggenggam penis Haji Mochtar, lalu dibimbingnya kedua batang penis yang digenggamnya itu mengarah ke mulutnya. Setelah dekat dijilatnya topi baja penisku dan penis Haji Mochtar bergantian sambil diurut lembut pada batangnya. Pada saat tangan Yati bergerak untuk memberikan kocokan yang kedua batang penis Haji Mochtar berdenyut kuat, segera Yati menarik batang penis tersebut untuk memasuki rongga mulutnya yang telah terbuka lebar. Segera setelah topi baja Haji Mochtar menyentuh bibir Yati, menyemburlah cairan kental dari batang penis itu. Nampaknya Yati tidak mau menyia-nyiakan cairan Haji Mochtar itu, segera dikulumnya batang penis Haji Mochtar lalu dihisapnya kuat-kuat hingga tidak setetespun sperma yang tertumpah, semua ditelan oleh Yati sebagai obat awet muda, sementara itu tangan kanan Yati masih terus aktif mengocok batang penisku. Tak lama kemudian aku mulai merasakan kedutan pada batang penisku ;
“Uaaaaaaaah, aaku mau kkeluar nichhhhh,” racauku.
“Aaaku jughaaaaaa,” sahut Yati sambil mendorong tubuh Haji Mochtar ke belakang, lalu ganti memasukan batang penisku dalam mulutnya lalu Yati mulai menghisap batang penisku kuat-kuat,sambil mengocok batang penisku dengan tangannya, tak lebih dari sepuluh kocokan kemudian, batang penisku mengejang serta menyemburkan lahar panas yang sejak tadi kutahan,
“Uuuuaaaaaaaaaaahhhhh,hhhhhh,hhhhh,hhhhhh”,lenguhku saat lahar itu menyembur.
Pada saat yang sama dengan tangkas Yati menghisap batang penisku dengan kuat, hingga terasa Yati hampir menelan batang penisku kedalam kerongkongannya. Nampaknya serangan yang dilakukan Masmah dari bawah telah pula berhasil membuat Yati orgasme untuk yang kesekian kalinya.

Pada menit berikutnya kami berenam sudah terkapar kecapaian, Yati dan Masmah tidur memelukku dari kiri dan kananku, Sementara Mukti da Hindun memeluk Haji Mochtar. Kurang lebih dua jam kami tertidur kecapaian, hingga ada suara asing membangunkan kami sambil menggoyang-goyangkan tubuh kami.
“Inaq, Bapak, uras sembayang subuh julu,” (Ibu, bapak, bangun Sembahyang Subuh dulu) suara Umi anak Sulung Yati membangunkan kami.
Meski mata terasa berat dan aku juga tidak sembayang karena bukan muslim akupun terbangun oleh suara itu. Perlahan kubuka mataku, dan kulihat Umi yang baru kelas dua SMA itu mengguncang tubuh ibunya dalam keaadaan telanjang bulat juga. Belum habis keterkejutanku, aku berusaha membuka mata lebih lebar kulhat Rahma anak kedua Haji Mochtar yang baru kelas dua SMP dan bulu jembutnya baru mulai tumbuh itu juga telanjang bulat mengguncang tubuh Haji Mochtar membangunkan bapaknya. Sementara itu Husnul, anak Sulung Masmah tengah membangunkan Mukti, ibu tirinya, dengan cara menusukan jarinya pada vagina ibu tirinya itu. Belum habis keterkejutanku, terasa ada kain basah mengusap lembut pada batang penisku yang lemas dan mengecil karena hawa dingin. Kubuka mata lebih lebar, dan akupun terbeliak karena dihadapanku kulihat Umi tengah asik membersihkan batang penisku dengan kain basah. Aku bangun dan duduk sambil mengucek-ucek mataku berusaha memperhatikan sekelilingku lebih seksama. Kumelihat disana Husnul dan Fendi serta Zamrah (ketiganya anak Haji Mochtar dari Masmah) juga Umi dan Rahma (anak Yati) semuanya telanjang bulat sambil membawa ember dan handuk kecil hendak membersihkan kelamin kami yang baru saja kami pakai bersetubuh. Dengan bingung aku perhatikan Yati, Hindun dan Mukti beranjak bangun Lalu duduk mengangkang di sofa, sementaran Husnul berjongkok di depan Yati sambil mengusap vagina Yati yang masih berlepotan cairan itu dengan menggunakan handuk basah yang dipegangnya. Demikian juga dengan Fendi, dia tengah asik mengelap vagina Mukti, ibu tirinya. Mataku berputar mencari Masmah, dalam hati aku heran kenapa Masmah tidak ikut antrian untuk membersihkan vaginanya. Kumelihat Masmah tengah duduk mengangkang disudut tempat tidur besar itu sambil membersihkan vaginanya sendiri. Dalam hati aku heran kenapa Masmah justru membersihkan vaginanya sendiri tidak ikut antrian untuk dibersihkan oleh anaknya. Sementara itu dibarisan anak perempuan, setelah selesai membersihkan penisku Umi beranjak untuk membersihkan penis Haji Mochtar, sementara Zamrah dan Rahma masih asik mengelus penisku dengan lembut. Pada menit berikutnya kembali Umi mendekati penisku dengan mulut terbuka lalu mulai menjilati batang penisku. Lalu kemana Haji mochtar ? ternyata Haji Mochtar tengah asik membersihkan vagina Masmah. Setelah acara bersih-bersih selesai, mereka semua beriringan menuju ke kolam di samping rumah di kolam yang disebut telaga itu mereka semua mandi keramas bersama-sama. Usai mandi mereka semua lalu naik ke gazebo yang berada di dekat kolam itu lalu sembahyang bersama dipimpin Haji Mochtar. Setelah selesai sembahyang berjamaah, mereka lalu melepas seluruh pakainnya dan beriringan kembali ke dalam kamar dimana aku sedari tadi menunggu sambil memperhatikan mereka dari jendela kamar yang dibuka oleh Umi. Sesampainya dalam kamarku, Haji Mochtar bertanya padaku,
“Bagaimana pak Theo, masih mampu melanjutkan permainan kita ?”
“Boleh, tapi apa kalian semua tidak pergi kerja ?” jawabku sambil bertanya.
“Baiklah kalau begitu kita lanjutkan permainan kita. Masalah kerjaan kan banyak pembantu yang mengerjakan. Tapi sebaiknya sebelum kita lanjutkan permainan kita ada baiknya kita ngopi dulu sambil sarapan,” kata Haji Mochtar.
“Betul juga itu, sambil ada beberapa beberapa hal yang perlu saya tanyakan,” jawabku.
“Kalau begitu mari kita ngopi dulu di ruang tengah atau di santrean (gazebo di halaman samping rumah) pak ?” jawab Haji Mochtar sambil beranjak berdiri.
“Nampaknya di luar masih dingin, sebaiknya kita di ruang tengah saja,” jawabku.
Lalu kami berenam berjalan beriringan menuju ke meja makan di ruang tengah rumah itu dalam keadaan telanjang bulat semua. Sesampainya di ruang makan, kami duduk mengelilingi meja makan. Yati dan Masmah duduk disampingku. Sementara Mukti dan hindun mengapit Haji Mochtar diseberang kami. Yati menyilangkan paha kirinya pada paha kananku, sementara Masmah menyilangkan paha kanannya pada kaki kiriku. Demikian pula diseberang meja kulihat Mukti dan hindun juga melakukan posisi yang sama pada Haji Mochtar. Pada menit berikutnya anak-anak Haji Mochtar juga anak-anak Yati beriringan keluar sambil membawa nampan berisi makanan dan kopi serata ada jamu tradisional. Sambil menikmati hidangan pagi itu kami bercakap -cakap.
“Bagaimana pak Theo ? puas dengan penyambutan kami ?” tanya Haji Mochtar membuka percakapan.
“Ya begitulah, sangat puas sekali,” jawabku.
“Ya beginilah cara kami menyambut tamu pak, sebab kalau bapak ingin memilih dan membeli seperti di Jawa disini tidak ada pak. Sebab itu zina dilarang agama pak,” terang Haji Mochtar.
“Tapi kalau saya menyetubuhi istri bapak dan bu Yat dan semua itu kan bukan istri saya. Apa itu bukan zina pak ?” tanyaku.
“Oh itu bukan zina pak, lagian saya kan yang mempersilahkan bapak untuk menyetubuhi istri saya dan saya juga ada serta melihat, apalagi kalau ternyata istri saya bisa memuaskan bapak itu adalah suatu kehormatan bagi saya dan keluarga pak. Kecuali jika bapak bersetubuh dengan istri saya tanpa sepengetahuan saya, bapak dan istri saya bisa dihukum pak. Tapi ini hanya berlaku selama satu minggu. Selebihnya kalau lewat dari satu minggu maka bapak akan dihukum dan wajib untuk menikahi wanita yang sedang bapak setubuhi,” terang Haji Mochtar lagi.
“Lalu hukumannya apa pak ?” tanyaku penasaran
“Hukumannya bapak akan diarak ke halaman masjid yang ada di pusat desa bersama wanita yang bapak setubuhi bersama dengan suaminya dalam keadaan telanjang bulat, lalu bapak harus bersetubuh dengan disaksikan oleh orang sedesa ini. Jika ada dari penonton yang ingin bersetubuh dengan terhukum harus dilayani tanpa syarat. Hukuman ini baru berhenti jika kepala kampung atau tuan guru sudah menyatakan cukup,” Terang Haji Mochtar lagi.
“Lalu waktu kita selesai main tadi kenapa anak-anak dibiarkan masuk ke kamar kita pak ? bukankah itu tidak baik bagi perkembangan jiwa mereka pak ?” tanyaku lagi.
“Oh itu, jangan salah sangka dulu pak, bagi anak-anak yang telah cukup umur wajib untuk melihat orangtuanya bersetubuh, agar mereka nanti kalau menikah tidak canggung dan telah bisa untuk melakukan persetubuhan. Tetapi ada larangan bagi anak-anak untuk menyentuh kelamin orang tua kandungnya, namun wajib untuk menyentuh dan membersihkan kelamin orangtua tirinya. Bagi anak laki-laki wajib untuk melayani atau menikahi ibu tirinya jika si ibu menginginkannya. Demikian pula anak perempuan pada bapak tirinya atau tamu kehormatan yang berada di rumahnya. Jadi kalau bapak menginginkan anak gadis saya maka anak sayapun akan melayani bapak dibawah arahan ibunya agar bapak bisa terpuaskan,” kata Haji Mochtar lagi.
Sementara itu para wanita disamping kami dengan aktif dan atraktif mengelus penis kami agar bangun lagi, nampak mata mereka sangatlah horny sekali. Tak lama berselang Umi, Rahma dan Zamrah masih dalam keadaan telanjang bulat mendekatiku seiring dengan lambaian tangan ibunya untuk mendekat.
“Um, tolong kamu ambil mug besar yang ada di dekat tempat tidur ibu di kamar !” kata Yati menyuruh Umi anaknya.
“Baik bu,” kata Umi sambil melangkah pergi.
Tak lama berselang Umi datang sambil membawa mug besar berisi air teh yang sudah diendapkan selama semalam.
“Ini bu,” kata Umi sambil menyodorkan mug tersebut pada Ibunya.
“Sekarang kamu bantu ibu mencuci penis pak Theo dan punya paman Mochtar,” kata Yati.
“Baik bu,” Kata Umi seraya merangkak ke bawah meja.
Pada menit berikutnya aku merasakan ada tiga pasang tangan yang bergantian mengelus batang penisku dalam mug yang berisi teh itu, perlahan tapi pasti aku merasa mulai ereksi kembali. Aku tidak tahu apa campuran teh dalam mug itu, tapi yang jelas sejak dulu waktu masih di Malang Yati selalu mencuci batang penis kami dengan ramuan tersebut. Efek dari ramuan tersebut memang begitu nyata seperti yang kurasakan sekarang ini.
“Diminum dulu jamunya pak Theo, Setelah itu kita main lagi yah,” kata Yati dengan manja dan mata yang sayu.
“Memangnya bu Yati dan bu Nasmah tidak ke pasar ?” tanyaku sambil menerima gaelas berisis jamu yang disodorkan Yati.
“Sejak kedatangan pak Theo kemarin pagi, di pasar saya sudah mengatakan pada para pembantu bahwa kami berdua tidak ke pasar selama tiga hari ini. Biar mereka yang menjaga toko,” kat Masmah menyahut pertanyaanku.
“Lalu selama tiga hari ini bu Masmah mau kemana ?” tanyaku lagi.
“Kami berdua mau menemani pak Theo, terus terang kemarin kak Yati menceritakan bahwa kontol pak Theo begitu istimewa dibanding dengan semua kontol yang pernah dirasakan oleh kak Yati. Ternyata memang benar, walaupun selama hidup saya baru merasakan kontol bapak dan kontol suami saya. Kalau pak Theo mau, saya ingin menjadi istri bapak, sehingga bapak bisa ngentot saya sampai kapanpun.” kata Masmah polos di hadapan suaminya.
“Sebaiknya memang pak Theo mau menikahi istri saya pak, sebab bapak bebas menggauli istri saya hanya dalam satu minggu ini pak. Bila bapak tdak menikahi salah satu dari perempuan di sini, maka bila minggu depan bapak masih tinggal di sini saya tidak bisa memberikan selimut buat bapak lagi,” sambung Haji Mochtar mendukung keinginan istrinya.
Bagai disambar petir rasanya, heran istri sendiri malah ditawarkan untuk dinikahi laki-laki lain. Pak haji ini sudah pening atau jangan-jangan istrinya mau dipakai bayar hutang ?
“Tapi ini tidak ada hubungan dengan tugas saya untuk menagih hutang kan pak ?” tanyaku ragu.
“O, tidak. Masalah itu jangan khawatir pak, sebenarnya uang untuk membayar hutang itu sudah ada sejak dulu. Cuma saya tidak tahu mengapa kak Yati melarang saya untuk membayarkan,” jawab Haji Mochtar.
“Aku memang melarang Mochtar untuk mengirim uang itu, supaya ada alasan untuk mengundang pak Teo dan pak Hendra untuk datang kemari. Sebab semenjak aku pindah kemari hingga suamiku meninggal aku belum pernah terpuaskan dalam sex. Pak Theo kan tahu waktu di Jawa dulu kan setiap minggu tiga kali kita party, dan terus terang saya hanya terpuaskan oleh kontol pak Theo. Saya kangen ini pak !” kata Yati sambil mengelus penisku dengan lembut.
“Lalu kapan uang itu mau dikirim ?” tanyaku.
“Siang ini pun bisa, asal pak Theo mau menikahi saya dan Masmah. Kalau pak Theo tidak percaya silahkan pegang buku tabungan saya dan nanti kita pergi ke Masbagik, di BRI nanti kita kirim uang itu sekalian seluruh uang saya silahkan untuk pak Theo semuanya,” jawab Yati.
“Kalau begitu permasalahannya kenapa kita musti menikah ? toh bu Yati tetap bisa merasakan kontol saya kapan pun bu Yati mau”,jawabku.
“Tapi saya ingin kita menikah, sebab saya tidak ingin dihukum keliling desa dalam keadaan telanjang bulat. Saya juga tidak mau kita menikah secara negara, saya cuma ingin mas Theo menikahi saya dengan cara kami,” kata Yati lagi.
“Bukan secara negara. Lalu secara kalian, gimana itu ?” tanyaku bingung.
“Begini, dalam tatanan adat kelompok kami ada cara menikah tersendiri yang tidak perlu mengurus segala surat menyurat sebagaimana umumnya. Kita cukup melapor pada kepala adat atau disini kami menyebutnya tuan guru, lalu kita mengundang kerabat dan tetangga. Kemudian kita disumpah didepan orang banyak, resmilah status pernikahan kita. Tinggal mengadakan pestanya,” terang Yati.
“Yah kalau begitu bolehlah, tapi kenapa musti pake pesta segala ?” jawabku.
“Ini wajib. Dan dalam pesta nanti sebagai pengantin kita berhak untuk memilih pasangan dari para tamu untuk kita jadikan selingan selama dalam pesta,” terang Haji Mochtar.
“Pesta sex maksudnya ? Lalu jika kita menginginkan untuk menyetubuhi istri salah satu tamu, apa suaminya tidak marah ?” tanyaku bingung.
“Ya, pesta seperti itulah, dan kalau ada tamu yang istri atau suaminya diinginkan oleh pengantin mereka tidak boleh marah, malah suatu kehormatan bagi yang pasangannya dipilih oleh pengantin. Apalagi jika pengantin itu datang dari luar daerah seperti bapak,” terang haji Mochtar lagi.
“Ya baiklah kalau begitu,” jawabku ringan.
Setelah kami putuskan untuk mengirim uang siang nanti, kami melanjutkan pesta kami. Aku tak tahu ramuan apa yang telah aku minum namun jamu trdisional mereka itu sangatlah manjur sekali. Penisku terasa ngaceng lebih tegang dari biasanya walaupun barusan dipakai. Segera kupeluk Yati dan Masmah untuk kuajak bertempur lagi. Masmah yang tadinya nampak lemas, setelah meminum jamu nampak sangatlah bugar. Melihat aku telah siap untuk bertempur lagi, segera keempat perempuan itu bersiap untuk masuk kembali ke kamar. Sesampainya di kamar segera aku membagi tugas.
“Bu Yat, tolong ajari Mukti dan Hindun tehnik yang lebih baik. Sementara bu Masmah main dengan saya giliran pertama,” kataku pada Yati.
“Baik mas, tapi tolong jangan memanggil kami dengan sebutan ibu. Sebab sekarang ini kami adalah selimut mas Theo”, kata Yati.
“Lalu aku harus panggil apa ?” tanyaku bingung.
“Cukup panggil nama saja. Dan sebelum mulai babak ke dua, kami semua wajib melumasi kontol mas Theo”, jawab yati seraya mengelus lembut batang penisku.
“Maaf pak Theo, kalau tidak keberatan untuk babak ke dua ini saya minta ijin untuk bergabung belakangan. Sebab saya ada urusan sebentar,” sela Haji Mochtar.
“Mau kemana kamu Moch ? Ada tamu kok malah mau pergi!” timpal Yati.
“Aku ingin memanggil semua istriku kak, aku ingin mereka semua belajar permainan seperti orang-orang kota pada kakak dan pak Theo supaya pinter,seperti kakak,” Jawab Haji Mochtar.
“Kalau menurut aku jangan sekarang lebih baik besok saja toh besok masih banyak waktu dan sekarang mas Theo kan sudah capek,” larang Yati.
“Ya kalau begitu terseah kakak saja”, Jawab Haji Mochtar.
“Memang ada berapa istri pak Haji ? dan kemana mereka ?” tanyaku.
“Istri saya ada delapan pak, mereka juga memiliki suami selain saya, jadi mereka ada di rumah suami-suami mereka yang lain,” jawab Haji Mochtar.
“Sudah wawancaranya nanti saja, kita mulai saja babak kedua. Udah nggak tahan nich,” kata Yati.
“Ya kalau begitu ayo pindah ke kamar,” ajakku sambil merangkul Yati dan Masmah.
Kami pun melangkah kembali ke kamar. Sesampainya di kamar Yati memintaku untuk duduk di sofa, Yati dan Masmah lalu duduk di lantai sambil mengulum batang penisku bergantian. Sementara itu Mukti dan Hindun duduk disebelah kiri dan kananku sambil kuremas buah dada mereka masing-masing sebelah, sambil kupagut bibir mereka bergantian. Kira-kira tiga menit kemudian, kedua wanita yang mengerjaiku dari bawah, (Yati dan Masmah) menghentikan kegiatan mereka. Yati lalu berdiri mengangkangiku dengan posisi membelakangi aku, selanjutnya Yati mulai bergerak menurunkan pantatnya. Sementara Masmah duduk bersimpuh di lantai diantara kedua pahaku yang mengangkang. Tangan kanan Masmah menggegam penisku, sementara tangan kiri Masmah membimbing selangkangan Yati mengarah tepat ke penisku. Perlahan tapi pasti kurasakan topi bajaku mulai menyentuh gundukan daging yang empuk dan basah, beberapa detik kemudian kurasakan kepala penisku mulai membelah belahan vagina Yati yang basah, bllleeeessssssssssssss perlahan tapi pasti adik kecilku memasuki liang vagina Yati.
“Aaaaah, mmmmfffhhhhhhhhhh,” lenguh Yati seiring dengan masuknya batang penisku pada Vaginanya.
“Tahan kak!” Kata Masmah ketika seluruh batang penisku telah terbenam seutuhnya dalam vagina Yati
Lalu sambil berlutut diantara kedua pahaku Masmah mulai membungkuk dan mulai menjilati buah zakarku lalu menjilati klitoris Yati.
cape dech....

Tempat Kos Temanku

<<< gerakan bisnis eksekskutif kreatif indonesia >>>
Cerita ini terjadi waktu aku datang ke wisudanya di Manggala Wana Bakti, nah setelah selesai di wisuda ceritanya aku dan dia itu ke tempat kostnya di daerah Palmerah. Nama temanku Tina (sudah disamarkan). Secara garis besar dia adalah seorang gadis yang cantik dengan ukuran dada 36B, lalu dengan tinggi 159 cm dan berat 48 kg, dan rambut hitam legam sepundak, memang 2 tahun lebih tua dari aku, aku kenal sama dia pas waktu dia mengulang salah satu mata kuliah di semester 2 sejak itu aku cukup akrab dengan dia, dan dia adalah satu-satunya orang yang tahu pengalaman misteriusku dengan Vita. Tina adalah anak seorang pengusaha sukses di Bali, tapi karena dia ingin sekali kuliah jurusan komputer di Jakarta, akhirnya dia kost di dekat kampus, karena memang Tina tidak mempunyai keluarga di Jakarta

Sesampainya di tempat kostnya terus terang aku kagum banget karena rumah kost Tina itu bagus banget, memang sih Tina pernah bilang tempat kostnya tuh mahal sekali satu bulan bayarnya sekitar 600.000-an tapi aku tidak menyangka bahwa rumah kostnya sebagus ini, soalnya biasanya dimana-mana tempat kost identik dengan rumah sederhana, tapi kali ini ternyata aku melihat sebuah rumah kost yang megah. Akhirnya terpaksa aku menyudahkan lamunkanku karena aku mendengar teriakan 3 orang wanita, yang ternyata teman kostnya Tina, setelah itu aku dikenalkan Tina dengan ketiga teman kostnya itu. Nama ke tiga anak kost itu ada Silvi, Anna, Sonia. Silvi adalah seorang wanita yang aku perkirakan berusia sekitar 23 tahun, cukup cantik dengan rambut ikal sebahu. Anna seorang wanita berusia 22 tahun, mahasiswi tingkat akhir di kampus yang sama dengan aku dan Tina, walaupun tidak terlalu cantik tapi dada dan pantatnya terlihar padat dan menantang lalu Sonia seorang wanita yang berusia 24 tahun dan terlihat paling cantik diantara Silvi dan Anna.

Singkat cerita akhirnya kami berlima pesta pora merayakan wisuda Tina, memang aku sempat tanya ada berapa anak kost di rumah ini menurut mereka ada 5 orang semuanya wanita tapi yang satu sekarang sedang pulang ke kampung halamannya. Lalu aku juga sempat tanya dimana majikannya, lalu kata mereka majikannya ada di Canada, dan segala keperluan rumah sudah diserahkan kepada seorang pembantu rumah tangga yang sengaja disiapkan disana.

Lalu disela-sela obrolan kami, aku sempat melihat ada seorang gadis yang berusia sekitar 21 tahun keluar dari dalam, aku pikir ini juga anak kost disini karena dia terlihat amat cantik hanya bedanya kecantikan gadis yang baru kulihat ini lebih alami dan natural. Dan rupanya Tina melihatku sedang memperhatikan gadis itu sehingga dia berkata “Hei Tom, sudah donk masa lu ngeliatin si Susi saja”, “Oh, jadi dia namanya Susi toch, apa dia juga anak kost disini?” tanyaku. Eh mereka semua malah pada senyum, lalu Sonia bilang “Tommy…, Tommy…, sudah aku bilang disini cuma ada 5 orang plus 1 pembantu, dan sekarang teman kami yang satu sedang pulang kampung!”. “Jadi artinya Susi itu pembantu kalian donk”, potongku dan mereka semua menjawab serempak “Pinter”, dan setelah itu mereka mengolok-ngolokku, karena menurut mereka aku tuch naksir sama Susi.

Lalu mungkin gara-gara itu kami jadi ngelantur bercerita tentang Susi, dan akhirnya mereka berempat mengajakku taruhan bisa tidak aku mengajak Susi yang masih virgin dan tidak pernah pergi sama laki-laki itu ML denganku. Aku sempat bilang lu orang pada gila yach, tapi karena aku diolok-olok dan dikatain chicken, dll akhirnya aku sanggupin juga dech untuk mencobanya, lalu aku bilang “Tapi dengan syarat lu orang harus membantu rencanaku, dan kalau aku berhasil taruhannya apa donk?” dan akhirnya setelah mikir sejenak Sonia bilang “Kalau kamu berhasil kamu boleh minta apa saja”, “Oke…” jawabku.

Lalu aku bilang, “Aku punya rencana begini, nanti aku pura-pura sakit dan tidur di kamar Tina, terus lu suruh dia tolong kerokin aku, lalu pas lagi di kerokin aku akan suruh dia nyalahin VCD yang tentu saja isinya film bokep”. Dan akhirnya Tina dan Sonia yang menuju ke dalam mencari Susi, sedang aku Anna, dan Silvi menuju ke kamar Tina, disana aku tiduran sambil pura-pura pakai balsem, dan seperti orang masuk angin. Tidak beberapa lama kemudian, aku lihat Susi dan bersama Tina dan Sonia, lalu akhirnya mereka berempat keluar tinggal aku dan Susi berdua di kamar. Lalu aku dengar ada suara yang sangat lembut menyapaku “Ada apa Mas?”, lalu dengan gugup aku menyahut “Nggak nich Mbak, saya sepertinya masuk angin, bisa minta tolong kerokin nggak yach?”. “Boleh Mas”, jawab Susi lagi, lalu dia mengambil minyak kayu putih dan uang logam seratusan, dan dia menyuruh aku membuka baju lalu dia mulai mengeroki badanku. Dan seperti rencanaku akhirnya aku meminta tolong padanya mengambilkan remote, lalu aku menyalakan TV dan VCD.

Dan setelah menyala, langsung dech terlihat adegan syur di TV, dan aku merasakan seketika itu juga uang logam yang dipegang Susi jatuh ke lantai, lalu aku bilang ke Susi. “Sus, maaf yach saya mau nonton film ini soalnya besok pagi sudah harus dikembaliin, kamu nggak ‘pa-’pa kan yach?”. Lalu dengan gugup aku lihat dia bilang “Nggakk pappaa kok, Mas”, lalu aku tanya lagi “Kamu pernah nonton film beginian Sus?”, “Dan dia bilang belum pernah, Mas”, lalu aku lihat dia mengambil duit logam dan kembali mengerokiku dan aku kembali menikmati adegan syur di depan mataku, tapi lama kelamaan aku merasakan kerokan Susi semakin melemah dan nafasnya kian memburu dan lalu aku pikir ini adalah saat terbaik untuk memulainya, lalu akhirnya tanganku mulai menyentuh pahanya, dan karena tidak ada reaksi menolak lalu tangan aku mulai semakin naik dan akhirnya sampai di payudaranya dan lagi-lagi dia diam, lalu aku langsung balik badan dan langsung memeluk dan menciumnya, dan karena dia masih virgin dia agak lama baru membalas ciumanku, dan walaupun tampak kaku, aku merasakan kenikmatan tersendiri, setelah itu aku mulai perlahan-lahan membuka kaos dan roknya, dan lalu aku mulai meremas-remas payudaranya yang hanya dilapisi oleh BH warna krem, dan aku lihat dia tuch meringis kenikmatan, dan setelah puas bermain di payudaranya tanganku segera kebawah dan meraba-raba CD-nya yang sudah basah, lalu aku mulai mengesekkan jariku perlahan-lahan dan aku lihat dia tuch semakin menggelinjang kenikmatan, setelah itu aku membuka CD-nya dan kemudian mulai menjilat-jilat liang kewanitaannya, dan mencari clitnya.

Dan sewaktu lidahku bermain di dalam liang kewanitaannya tanganku kembali bergerak ke atas dan membuka BH-nya dan bermain di atas payudaranya 15 menit kemudian, aku sudahi permainanku di liang kewanitaannya, dan aku-pun mulai mencopot kemeja dan celanaku di depan Susi, dan mungkin karena tidak tahu apa yang harus dilakukannya Susi diam saja, dan pas aku menurunkan CD-ku, Susi berteriak kecil “Ahh..” dan aku jadi kaget, dan aku bilang “Ada apa Sus?”, dan dia bilang “Saya ngeri ngeliat barang Mas”. Dan lalu dengan senyum aku bilang tidak apa-apa, lalu aku bawa tangannya ke penisku, dan lalu dengan malu-malu dia memegang penisku dan mengocoknya pelan-pelan. Dalam hati aku berkata wah nich anak pinter juga, baru sekali nonton BF tahu apa yang harus dilakukannya.

Dan tidak beberapa lama kemudian aku suruh dia mengisap penisku, tapi mula-mula dia bilang nggak mau karena geli tapi karena terus di paksa akhirnya dia lakukan juga. Dan untuk seorang pemula hisapan Susi cukup hebat (walaupun tidak sehebat Vita), setelah puas aku lalu menyuruhnya udahan dan kemudian aku bersiap-siap untuk memasukkan penisku ke liang senggamanya, dan sesampainya di depan liang kenikmatannya dia langsung bangun dan bilang “Nggak boleh donk Mas kan saya masih perawan”. Dalam hati aku berkata sial nich cewek bisa kalah dech aku, tapi akhirnya aku nggak kehabisan akal lalu perlahan-lahan aku bilang kalau dia nggak mau yach sudah saya nggak masukin semua hanya ujungnya saja dan itu nggak merusak selaput daranya. Akhirnya dengan perjuangan keras aku diijinkan untuk memasukkan kepala penisku di liang surganya, dan lalu aku mulai memasukkannya perlahan-lahan. Dan seperti dugaanku liang senggamanya amat sempit sehingga aku agak menemui kesusahan memasukkan kepala penisku.

Dan setelah masuk aku mulai menarik dan memasukkannya perlahan-lahan, dan seperti dugaanku Susi keenakan, dan dia lalu berkata “Mas masukkin semua donk masa kepalanya doank!” lalu dengan pura-pura bodoh aku bilang “Kata kamu kepalanya saja, tapi lalu dia bilang “Nggak ‘pa-’pa dech Mas ayo donk cepat Mas!”. Akhirnya aku memasukkan sisa penisku ke liang kewanitaannya. Setelah masuk aku mulai menggoyangkannya, beberapa menit kemudian aku menarik penisku dan menyuruh dia nungging dan aku melakukannya dengan posisi dog style, sekitar 10 menit kemudian aku dengar Susi bilang “Mas kok saya tiba-tiba mau pipis sich yach?” terus aku bilang “Kalau itu bukan pipis tapi tandanya kamu hampir orgasme”. Dan aku suruh dia tahan sebentar karena aku juga sudah mau keluar dan 3 menit kemudian aku keluar barengan dengan dia.

Setelah itu aku dan dia jatuh ke ranjang, dan aku sempat lihat spermaku yang berceceran di lantai beserta beberapa bercak darah, setelah itu aku bilang terima kasih ke dia, dan dia lalu keluar kamar dan aku pun ke kamar mandi untuk membersihkan badanku yang penuh dengan keringat.

Setelah aku selesai mandi, aku lalu keluar kamar dan aku nggak menemui Tina, dan ketiga kawannya di ruang depan, dan aku sempat clingak-clinguk dech nyariin mereka, dan tiba-tiba aku dengar ada suara yang memanggilku dari arah sebelah kiriku, “Tom, sini donk Tom, kita juga mau ngerasain barang kamu donk”. Spontan aku menghadap ke asal suara tersebut dan aku lihat Silvi yang sudah berada dalam keadaan polos memanggilku di muka pintu kamarnya. Langsung dech adikku yang tadinya sudah kembali tidur tegak lagi, dan segera aku menyamperi Silvi yang memang sudah menungguku, sesampainya di dalam kamar aku sampai kaget melihat ternyata di dalam kamar itu bukan hanya terdapat Silvi saja tetapi juga ada Tina, Sonia, dan Anna, hanya mereka bertiga masih berpakaian lengkap. Aku bilang ke Tina, “Tuch kan Tin, aku berhasil kan naklukin Susi” Iya dech Tom, kita percaya sekarang”. Setelah itu aku langsung bilang “Ayo sekarang aku minta hadiahku”. Lalu jawab mereka “Eloe minta hadiah apa?”. Langsung dech otakku mikir minta apa yach, terus aku bilang “Aku pengen tidur bareng kalian bertiga sekaligus”, dan reaksinya mereka berempat langsung teriak “Yes, siapa takut memang itu kok yang kami harapkan”, lalu Silvi sempat nambahin, “Tahu nggak Tom, kenapa aku bugil supaya lu nafsu lihat aku dan minta ML sama aku ternyata siasat aku berhasil, lagian tadi kan pas lu ML sama Susi kita pada ngintip lho”, dan aku langsung dech berpura-pura terkejut padahal sich aku tahu kok he he he, tapi aku diam saja sok cool.

Setelah itu Anna, Tina dan Sonia mulai striptease di depanku sambil perlahan-lahan membuka bajunya satu persatu sampai mereka semua benar-benar bugil, dan akibatnya adikku yang memang dari tadi sudah bangun jadi semakin tegak, dan setelah mereka selesai dengan baju mereka sendiri mereka dengan ganas langsung menyerbuku, dan dengan penuh nafsu birahi, mereka mempreteli baju dan celanaku satu demi satu, dan ketika celana dalamku diturunkan mereka sempat terpesona melihat barangku, lalu tiba-tiba Tina menunduk dan langsung menjilat-jilat penisku sementara Anna langsung mengarahkan liang kewanitaannya ke mulutku yang langsung saja kusambut dengan jilatan-jilatan di sekitar liang kewanitaannya, sementara itu tanganku menggerayangi payudara Sonia, sementara itu pula Sonia menjilat payudara Silvi, lalu kami saling berganti-ganti posisi, setelah puas dengan gaya tersebut aku mulai bangkit dan mula-mula aku mengarahkan penisku ke arah liang kewanitaan Tina, dan sumpah aku menemui kesulitan untuk memasukkan penisku tersebut tapi dengan upaya keras akhirnya aku berhasil untuk memasukkannya, setelah beberapa lama aku dengar Tina merintih dengan keras dan akhirnya dia orgasme, lalu kucabut penisku dari liang senggamanya, dan aku sempat lihat ada bercak darah di penisku, dan aku sempat tanya “Tin, lu masih virgin yach?” dan Tina menjawab katanya “Kami berempat masih virgin Tom”, busyet aku hoki benar dalam semalam dapat 5 cewek masih virgin semua.

Lalu aku mulai mencoba memasukkan penisku ke liang kewanitaan Silvi, kali ini aku lebih pelan-pelan dan santai, walaupun sulit tapi tidak sesulit sewaktu aku memasukkan penisku ke liang kewanitaan Tina, mungkin karena penisku sekarang sudah basah, dan kulihat liang kewanitaan Silvi pun sudah sangat basah, lalu aku kembali memaju mundurkan pantatku, sekitar 10 menit aku merasa bahwa spermaku akan segera keluar, lalu aku langsung menurunkan tempo goyanganku, dan segera aku mulai mengalihkan permainanku ke arah payudara Silvi, setelah beberapa lama aku kembali mulai mempercepat goyangan pantatku, tapi itupun tak bertahan lama karena 5 menit kemudian aku sudah ingin mengeluarkan sperma lagi, sebetulnya ingin aku tahan tapi karena aku kasihan sama Silvi orgasmenya tertunda melulu, terpaksa aku malah mempercepat laju permainanku dan 3 menit kemudian aku bilang sama dia “Aku sudah mau keluar nich, aku keluarin di dalam atau di luar?”. Lalu dia jawab “Di dalam saja”. Akhirnya aku dan dia keluar secara bersamaan.

Setelah itu aku merebahkan diri ke tempat tidur, tapi baru sepuluh menit aku tiduran aku merasakan barangku saja yang dijilat-jilat, dan ternyata aku lihat kali ini Anna yang menjilat-jilat barangku, akhirnya adikku bangun lagi dech dan aku langsung melepas barangku dari mulutnya dan langsung mengarahkan barangku ke kemaluannya, dan kali ini aku kembali menemui kesulitan, karena liang kewanitaan Anna benar-benar sempit, dan kecil, penisku sampai perih rasanya, akhirnya dengan sedikit paksaan aku berhasil juga memasukkan barangku ke dalam liang surganya, sekitar 15 menit kemudian Anna teriak Tom, aku mau orgasme nich, dan aku langsung bilang “Tunggu donk aku juga sudah mau orgasme nich”. Akhirnya aku mempercepat pola permainan, dan akhirnya aku keluar barengan dia di dalam liang senggamanya. Setelah itu aku langsung tiduran lagi, tapi aku liat kali ini Sonia menyamperi aku dan bilang “Tom giliran aku kapan?” “terus aku bilang besok saja yach aku cape nich”. Tapi sebagai jawabnya dia malah merenggut dan langsung mengocok-ngocok barangku, dan secara perlahan barangku kembali bangun, setelah bangun secara maksimal, Sonia lalu berdiri dan duduk tepat diatas barangku sambil tangannya perlahan membuka bibir kemaluannya, dan aku merasakan perih di sekitar barangku, karena Sonia memasukkannya dengan agak keras, setelah itu dia mulai mengoyang-goyangkan pantatnya naik turun sambil sesekali dia mengoyang-goyangkannya ke depan dan ke belakang, karena merasa nikmat sekali nggak sampai 10 menit aku merasa aku sudah mau orgasme, dan aku bilang ke Sonia “Son, aku sudah mau orgasme nich”, dan sebagai jawabannya dia mencabut barangku dan mengulum kembali barangku dan akhirnya aku memuntahkan spermaku di mulutnya dan kemudian diminum semua oleh Sonia “Obat awet muda katanya” Dan aku sich tersenyum saja mendengarnya.

Nggak lama kemudian aku tidur bersama mereka berempat dalam keadaan bugil. Sekitar Jam 7 pagi aku bangun dan menuju kamar mandi untuk mandi karena terus terang badanku lengket semua keringatan. Lalu aku mulai mandi dan menyabuni penisku, mungkin karena terkena tanganku eh adikku malah bangun lagi, dan ketika itu pintu kamar mandi terbuka, lalu aku lihat Tina masuk ke dalam, dan kaget “Gila lu Tom, mau onani yach, ngapain Tom, sayangkan lu buang gitu saja, mending buat aku, lalu setelah itu Tina nyamperin aku dan mulai memain-mainkan barangku sebentar lalu dia mulai mengulum penisku, sekitar 15 menit dia mengulum penisku, sampai akhirnya aku mengeluarkan spermaku di dalam, dan kemudian diminum seluruhnya oleh Tina, nggak beberapa lama kemudian dia malah nungging dan minta di fuck dengan posisi doggy style, tadinya aku sudah mau nolak dan jelasin bahwa sebenarnya aku lagi bersihin barangku bukan onani, tapi karena nafsu lihat pantat mulus akhirnya aku masukin juga barangku ke liang kewanitaannya, dan kali ini aku nggak sesulit sewaktu memasukkan barangku tadi malam, dan setelah puas dengan doggy style dia malah minta fuck dengan gaya monyet, dimana aku ngefuck sambil ngegendong dia, yach sudah dech akhirnya aku lakukan juga permintaan dia, 5 menit kemudian aku merasa bahwa aku mau orgasme, dan dia bilang “Yach sudah Tom keluarin di dalam saja, aku pengen ngerasain sperma kamu kok” Akhirnya aku keluarin juga dech spermaku di dalam liang kewanitaannya, lalu setelah itu kita malah mandi bersama dan sekitar pukul 9 pagi aku balik ke rumah dan tidur sampai malam.

TAMAT

Popular Posts